Al-Mujiib, Yang Maha Mengabulkan

by

Menurut para ahli al-Qur’an, kata “al-Mujib” bisa ditemukan dalam surat Hud/11 ayat 61. Sedangkan derivasinya banyak bertaburan dalam al-Qur’an, baik dalam bentuk plural dan kata kerja. Kata al-Mujib ini ada juga yang menyandingkannya dengan asma al-Qarib (Yang Maha Dekat). Bagi Umar Sulaiman al-Asyqar, kedua asma ini sangat tipis perbedaannya dalam pengertian, seperti perbedaan antara gelas yang bening dengan air jernih di dalamnya.

Wartapilihan.com, Depok – Nabi Muhammad saw bersabda, seperti tertulis dalam hadits riwayat Ahmad, “Sesungguhnya aku mohon kepada Allah tiga hal. Dua permohonanku diterima dan yang satu ditolak. Aku mohon agar umatku tidak hancur oleh bencana alam, permohonanku diterima; aku mohon agar umatku tidak hancur oleh musuh-musuhnya, permohonanku pun diterima; dan aku mohon agar mereka tidak hancur oleh keganasan sesama mereka, permintaanku ditolak”. Hadits ini disampaikan oleh Ustadz Dr Syamsul Yakin, MA, hari ini, di Depok (10/7).

“Ditolak? Bukankah Allah adalah Sang Maha Mengabulkan, al-Mujib? Para ulama bahkan kerap berkata bahwa Allah memenuhi mereka yang meminta, mengabulkan yang berdoa, membela yang sengsara dan teraniaya,” ia menjelaskan.

“Bahkan manusia diberi Allah buat bertabur bahagia sebelum sempat berdoa, diberi karunia sebelum tergerak meminta. Sejak masa azali yang dini, Allah siapkan kebutuhan manusia, diminta atau tidak. Untuk manusia, Allah telah mengatur sebab dan men-design akibat,” lanjutnya.

Pengasuh pondok pesantren Sukmajaya ini menjelaskan, secara normatif, Allah peryakin kaum mukmin, “…berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu!…” (QS al-Mumin/40: 60. Dalam bahasa yang hampir serupa, Allah katakan di surat yang berbeda, “…sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi mengabulkan …” (QS Hud/11: 61). “…Aku memperkenankan doa orang yang berdoa…” (QS al-Baqarah/2: 186). Pendek kata, dalam al-Qur’an banyak ayat yang menunjuk Allah Maha Mengabulkan.

Dalam al-Qur’an, ia menerangkan, hanya Tuhan orang musyrik, kafir, dan sesat saja yang tidak bisa mengabulkan pinta hambanya. Seperti diilustrasikan al-Qur’an, “Serulah berhala-hala itu lalu biarkan mereka memperkenankan permohonanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar” (QS al-A’raaf/7:194). “Mereka lalu memanggilnya, tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka …” (QS al-Kahfi/18: 52). “Siapakah yang lebih sesat dari orang yang menyembah selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (doanya) hingga hari kiamat?…” (QS al-Ahqaf/46: 5).

“Meskikah kita katakan, mereka yang gemar ribut dan berpecah-belah, senang berperang, suka membodohi rakyat, menipu umat, dan memiskinkan masyarakat secara kultural dan struktural sama-sebangun dengan kaum musyrik, kafir, dan sesat? Parameternya, doa mereka sama-sama tidak direspon, kebertuhanan mereka ditolak Allah,” tuturnya.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini bertanya, bagaimanakah kita memaknai Indonesia yang secara faktual negeri ini tidak hancur ketika bencana menggulung, atau justru menang saat musuh menerjang, tetapi karut-marut dan luluh-lantak ketika penduduknya bersikukuh, penuh pernik dan konflik, saling-hantam, saling-tikam secara vertikal maupun horisontal?

“Jawabannya, saatnya kita perbaiki diri, lalu berdoa. Pinta kita idealnya sesuai kebutuhan. Ibadah dan kebaikan yang kita tanam seyogyanya ekuivalen dengan kebaikan yang Allah anugerahkan. Allah hidupkan kita, beri makan, kasih sehat dan kemampuan mendayagunakan kekuatan fisik dan akal. Semua itu automatically. Lebih banyak yang tidak dikomunikasikan sebelumnya. Tapi Allah berikan begitu saja,” ungkapnya.

“Coba hitung, nikmat mana yang diminta lalu diberikan, dan nikmat lainnya yang tidak diminta tapi dilimpahkan bagai alir mengalir! Pasti lebih banyak yang tidak diminta. Inilah Allah, al-Mujib itu,” ujar Ustadz Syamsul menambahkan.

Secara teoritis, Ustadz Syamsul katakan, doa adalah permintaan dan harapan. Doa ditujukan bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk dialirkan bagi sesama. Inilah dimensi doa, membalut persaudaraan universal sesama manusia. Dengan berdoa, secara massal-komunal, sejatinya tengah mengaktifkan dan menghidupkan sisi dalam kehidupan yang kering dan penuh karat materialistis-pragmatis. “Payah rasanya kita mengejar-ngejar bahagia, ternyata rasa bahagia tidak ada di mana-mana dan tidak ke mana-mana. Bahagia ada ketika kita berdoa dan berserah-diri kepada-Nya,”

Allah sendiri merangkai kedua kata itu sekaligus, “…sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi mengabulkan …” (QS Hud/11: 61). Jadi, seperti apapun kondisi kita saat ini, yakinilah, Allah Maha Dekat dan Maha Mengabulkan. Apalagi bila kita saat ini tengah menderita karena regulasi yang salah buat, sistem yang kacau, atau karena pemerintah yang berkemampuan mediocre (pas-pasan). Tak perlu memperuncing masalah, berdoa sajalah.

Allah berjanji dalam firman-Nya, “…siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi” (QS al-Naml/27: 62). Sekali lagi berdoalah, tapi jangan pernah merasa dalam keadaan dizalimi seseorang. Sebab Allah dan rasul-Nya tidak menyukai orang-orang yang berburuk sangka. Benar memang Allah mengabulkan doa mereka yang dizalimi, tetapi kita tidak perlu merasa bangga di hadapan Allah (sebagai orang yang akan dikabulkan doanya, karena dizalimi).

“Secara fungsional, manifestasi sifat Allah ini bertingkah dalam diri orang-orang saleh yang ikhlas, suka memberi kendati ia sama sulit dan butuhnya. Allah berfirman, “…dan mereka mengutamakan kepentingan orang lain atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukannya (hal-hal yang diberikan kepada orang lain)” (QS. al-Hasyr/59: 9).” ucapnya.

Ia mengutip sabda Nabi, “Perumpamaan orang yang beriman, dalam saling mencintai, saling menyantuni sesama mereka, adalah laksana kesatuan tubuh. Apabila satu bagian dari tubuh itu menderita sakit, maka seluruh badan turut merasakannya” (HR. Muslim). “Barang siapa membela kehormatan saudaranya (sesama muslim), Allah akan menjauhkan neraka dari wajahnya pada hari kiamat” (HR. Tirmidzi).

“Secara sosio-historis, Allah senantiasa mengabulkan permohonan hamba-hamba-Nya yang saleh dan kuat-cinta mereka kepada-Nya. Kini, pastilah semua itu akan terulangi lagi,” pungkasnya. II
Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *