Saya Adalah Seorang Pelaksana Kebaikan

by
Ilustrasi di masa kekhilafahan. Foto : Republika

Khalifah al Mu’tadhid Billah ditegur oleh seorang ulama karena berencana menggelar pertemuan dengan sajian minuman keras…

Wartapilihan.com – “Saudaraku apa isi botol-botol itu?”tanya Abu al Husain Ahmad bin Muhammad al Nuri, ulama terkemuka pada masa pemerintahan al Mu’tadhid Billah (penguasa ke 16 Dinasti Abbasiyah yang berkuasa antara 892-902M) kepada seorang tukang perahu.

Kala itu sang Ulama sedang berjalan di sekitar pangkalan perahu di tepi Sungai Tigris yang terletak tidak jauh dari Kota Baghdad Darussalam. Nah ketika dia sedang asyik mengamati perahu-perahu yang berlalu lalang dan keluar masuk pangkalan, tiba-tiba dia melihat sebuah perahu kecil yang membawa tiga puluh botol besar dengan tulisan luthf. Mereka sangat mengenal barang-barang yang diperjualbelikan di pangkalan itu dan tidak pernah tahu adanya botol-botol dengan tulisan demikian, dia pun mendekati perahu itu dan mengemukakan pertanyaan tersebut kepada tukang perahu.

Apa urusanmu? Pergilah dari sini dan urusi masalahmu sendiri,”bentak si tukang perahu.

Mendengar bentakan demikian, rasa ingin tahu Abu al Husain al Nuri pun kian membara. Ulama itu pun bertanya kembali,”Tolong beritahukan kepada saya, apa isi botol-botol itu?”

“Apa urusanmu? Engkau demi Allah adalah seorang guru yang suka usil terhadap hal-hal yang tidak penting. Ini adalah minuman keras al Mu’tadhid Billah. Minuman ini bakal disajikan dalam sebuah pertemuan yang bakal dia gelar.”

“Minuman keras?”

“Ya”

“Bila demikian serahkan kayuhmu itu padaku”

“Berikan kayuh itu kepadanya. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan orang yang tidak diundang ini dengan botol-botol ini,”ucap si tukang perahu kepada seorang anak buahnya.

Begitu menerima kayuh itu, Abu al Husain al Nuri lantas naik ke perahu itu. Botol-botol minuman keras itu satu demi satu dia hantam dengan kayuh itu hingga berserakan. Akhirnya tiada yang tersisa, kecuali satu botol saja.

Melihat Abu al Husain al Nuri menghancurkan botol-botol itu, si tukang perahu segera lari pontang-panting untuk melaporkan ulah Abu al Husain al Nuri kepada para pengawal istana. Mereka pun segera datang ke situ dan menangkap sang ulama serta membawanya ke hadapan al Mu’tadhid Billah. Menurut mereka, sang guru tentu akan dijatuhi hukuman berat.

Begitu pula al Husain al Nuri, al Mu’tadhih Billah pun membentaknya,”Siapakah engkau?”

“Saya adalah seorang pelaksana husbah, orang yang melaksanakan kebaikan.”

“Siapakah yang mengangkat dirimu sebagai pelaksana hisbah?”

“Yang memerintahkan engkau menjadi penguasalah yang memerintahkan saya untuk melaksanakan hisbah, wahai Amirul Mukminin.”

Mendengar jawaban demikian, al Mu’tadhid Billah pun menundukkan kepala. “Apakah yang mendorongmu menghancurkan botol-botol itu?”

“Karena rasa kasih saya kepadamu, Amirul Mukminin. Karena saya telah membukakan tangan saya untuk meniadakan perbuatan yang tidak semestinya engkau lakukan.”

“Mengapa botol yang satu itu engkau biarkan?”

“Perihal terlepasnya botol yang satu itu, tentu ada penyebabnya. Bila engkau izinkan, dengan suka cita tentu akan saya jelaskan.”

“Baiklah ceritakanlah kepadaku.”

“Amirul Mukminin,”jawab Abu al Husain al Nuri seraya memandang wajah penguasa yang gemar bertindakan kekerasan itu.”Sejatinya botol-botol itu saya hancurkan semula demi melaksanakan titah Allah SWT.  Saat itu hati saya begitu sarat dengan kesaksian atas keagungan kebenaran Allah SWT dan ketakutan terhadap titahNya. Karena itu kehebatan makhluk pun sirna sama sekali dari hati saya. Demikianlah kondisi hati saya ketika mendatangi botol-botol itu. Akhirnya tibalah pada botol yang satu itu. Saat itu entah mengapa saya merasa sombong karena berhasil melakukan semua itu terhadap orang seperti engkau ini. Karena itu saya pun menahan diri untuk tidak menghancurkan botol yang satu ini. Andai sewaktu menghadapi botol terakhir itu saya masih seperti dalam keadaan sebelumnya, tentu botol yang satu itu pun saya dan saya tidak memedulikan tindakan apapun yang bakal engkau lakukan terhadap diri saya.”

Mendengar jawaban yang cerdas itu, al Mu’tadhid Billah hanya kuasa mengangguk-anggukkan kepala dan akhirnya berucap,”Engkau boleh berlalu dari sini. Kami bebaskan engkau. Dan aku izinkan engkau sebagai pelaksana hisbah.

“Amirul Mukminin,”sahut Abu al Husain al Nuri. “Marahkah engkau kepada saya karena tindakan saya itu? Sebab semua itu saya lakukan karena Allah SWT, sedangkan kini saya akan melaksanakannya atas dasar syarat yang saya harapkan darimu.”

“Apa keperluanmu?”

“Perintahkan anak buahmu agar mengeluarkan saya dari sini dengan jaminan keselamatan darimu.”

Al Mu’tadhid Billah pun memenuhi permintaan Abu al Husain al Nuri. || Sumber : Islamic Golden Stories, Tanggung Jawab Pemimpin Muslim, Ahmad Rofi’ Usmani, Bunyan, 2016.