“Perjuangan menegakan keadilan adalah perjuangan panjang dan berliku. Kita harus menjalaninya dengan kesabaran dan ketegaran,” ujar Yusril.
Wartapilihan.com, Jakarta – Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa perkara Gugatan HTI terhadap pembubaran organisasi tersebut belumlah final meskipun ditolak oleh PTUN Jakarta. Masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Sekarang HTI kalah 1-0 lawan Pemerintah. Bisa saja nanti Pemerintah kalah di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,” kata Yusril dalam keterangan pers kepada Warta Pilihan, Selasa (8/5).
Ketika putusan HTI dibacakan, Yusril diketahui sedang berada di Solo, Jawa Tengah. Pengacara HTI yang hadir adalah Gugum Ridho Putra newakili Kantor Advokat Ihza&Ihza Law Firm yang dikomandani Yusril.
Yusril memberikan ceramah dalam acara “Musayawarah Umat Islam untuk Konstitusi” di Sasana Pagelaran, Keraton Surakarta. Senin (7/5) pagi. Yusril dan adiknya mantan Dubes RI di Jepang, Yusron Ihza, diterima oleh Kanjeng Sinuwun Susuhunan Pakubuwono XIII, Raja Surakarta, di ruang pribadi Istana Surakarta untuk melakukan pembicaraan tertutup. Akibatnya, Yusril tidak dapat menghadiri sidang PTUN Jakarta yang memutus perkara HTI.
Pakar hukum tata negara itu menambahkan memang sulit bagi majelis hakim untuk sepenuhnya bersikap obyektif dalam menyidangkan perkara HTI. Pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan.
Ia mengatakan bahwa selama sidang, Pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI. Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan Pemerintah seperti Rektor UIN Yogya dan Prof Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Keterangan ahli mereka sukar dipertanggung-jawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari Pemerintah,” ujar Yusril.
Diketahui, HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perpu No 1 Tahun 2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017, jika Pemerintah menganggap HTI mengajarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila, maka Pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari itu, HTI memang melanggar Pancasila, bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perpu, karena Perpu tidak berlaku surut.
“Sejauh itu, saya menganggap Pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan,” katanya.
Namun, jelas Yusril, majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan ajaran khilafah dan ajaran itu menurut hakim, bertentangan dengan Pancasila. Bahwa penilaian ajaran khilafah itu bertentangan dengan Pancasila, didasarkan pada keterangan ahli yang seluruhnya terafiliasi dengan Pemerintah tadi.
“Di sinilah dilema hakim yang mengadili perkara ini. Keterangan ahli mana yang harus dijadikan pertimbangan hukum. Hakim nampak menyampingkan keterangan ahli independen yang diajukan HTI. Kalau demikian, maka ke arah mana putusan hakim, isinya sudah dapat ditebak sedari awal,” terang Yusril
Sebagai advokat, dia tidak kaget dengan putusan hakim yang menolak gugatan HTI itu. Memang berat mengadili perkara yang menyangkut marwah Pemerintah di mata rakyatnya. Walau kalah di pengadilan tingkat pertama, dia masih berharap Pengadilan Tingggi Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung akan berani mengambil putusan yang lebih adil dan lebih objektif.
Yusril mengingatkan kelompok masyarakat yang tidak suka kepada HTI agar jangan terlalu gembira dulu dengan putusan PTUN Jakarta. Demikian juga dengan warga HTI jangan bersedih dan putus asa.
“Perjuangan menegakan keadilan adalah perjuangan panjang dan berliku. Kita harus menjalaninya dengan kesabaran dan ketegaran,” tandasnya.
Terpisah, penggugat Muhammad Ismail Yusanto mengatakan pihaknya menolak putusan hakim PTUN tersebut, karena putusan tersebut berarti telah mensahkan kedzaliman yang dibuat oleh pemerintah. Putusan pencabutan status BHP HTI yang dilakukan pemerintah adalah sebuah kedzaliman, karena tidak jelas atas dasar kesalahan HTI apa putusan itu dibuat.
“Seluruh yang dikatakan oleh pemerintah tentang alasan pembubaran HTI adalah asumsi yang tidak pernah dibuktikan secara obyektif di pengadilan. Mestinya, kedzaliman itu harus dihentikan. Tapi yang terjadi justru dilegalkan. Oleh karena itu, HTI berketetapan untuk melawan keputusan itu dengan mengajukan banding,” ujar Ismail.
Menurutnya, putusan hakim PTUN telah nyata-nyata mempersalahkan kegiatan dakwah HTI yang menyebarkan pemahaman tentang syariah dan khilafah. Atinya, mempersalahkan kewajiban Islam dan ajaran Islam, sebuah tindakan yang tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“HTI mengucapkan terima kasih kepada para ulama, asatidz dan tokoh masyarakat serta umat Islam secara umum yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan kepada HTI selama berlangsungnya proses persidangan, khususnya kepada para saksi dan ahli yang telah bersedia memberikan keterangan di pengadilan,” tukas dia.
“Kepada semua pihak yang telah turut serta berbuat dzalim dan mendukung kedzaliman ini diserukan untuk segera bertobat sebelum datang pengadilan yang hakiki di hadapan Allah SWT kelak di Akhirat,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi