Pernah empat kali ditolak Mahkamah Konstitusi terkait gugatan presidential treshold.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra kembali mendatangi Mahkamah Konstitusi. Setelah sebelumnya Yusril menjalankan persidangan tentang Perppu Ormas 2/2017, hari ini, Selasa (5/9), ia mendatangi MK untuk melakukan gugatan terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen.
Dalam kesempatan tersebut, legal standing permohonan pengujian pasal 222 diajukan oleh Partai Bulan Bintang sebagai institusi dan badan hukum, bukan pribadi Yusril sebagai warga negara Indonesia. Dengan demikian, Partai Bulan Bintang akan disebut sebagai pemohon.
“Ketua dan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang baik secara normatif dalam anggaran rumah tangga partai maupun praktiknya, berhak dan berwenang untuk mewakili partai dalam melakukan hubungan hukum dan mengingatkan diri dengan pihak lain, termasuk untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi,” kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/9).
Sebab, lanjut Yusril, tidaklah etis jika sebuah partai politik yang mempunyai wakil di DPR dan turut membahas sebuah RUU, namun karena kalah suara dalam memperjuangkan aspirasi dan pendapatnya lantas mengajukan perkara pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi setelah RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang.
“Jadi, pemohon (Partai Bulan Bintang) tidak mempunyai wakil DPR sehingga tidak ikut membahas RUU pemilu. Namun hak konstitusional kami dilanggar, dikesampingkan dan dieliminir oleh pasal 222, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional kepada pemohon,” jelas Yusril.
Selain itu, kata Yusril, MK tidak dapat membatalkan undang-undang atau sebagai isinya jika norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang. Meskipun seandainya isi suatu undang-undang dinilai buruk. Sebab, yang dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable.
“Maka jelas kiranya norma undang-undang yang dimohonkan untuk diuji dalam permohonan ini adalah norma mengatur keberadaan ambang batas pencalonan presiden tanpa frasa bahwa ambang batas itu diperoleh dalam pemilihan anggota DPR sebelumnya dan pemilu serentak,” ungkap Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Terlebih, kata mantan Menkumham di era SBY itu, keinginan membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah keputusan yang kurang demokratis dan bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Padahal, tambah Yusril, berapapun jumlah Capres dan Wapres jika sekiranya tidak ada pasangan yang meraih lebih dari 50% suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi yang ada, maka yang menentukan adalah pemilihan pada putaran kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6a ayat 4 UUD 1945.
“Kami berharap Majelis Hakim nanti menerima dan mengabulkan permohonan (pemohon) seluruhnya,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi