Adalah hal yang luar biasa manakala film independen yang bergerak di luar jalur industri, penontonnya telah mencapai 5.000 orang, dari 10 kota di seluruh Indonesia.
Wartapilihan.com, Jakarta –“Dalam 1 tahun dari rangkaian 24 bulan pemutaran keliling sejak Mei 2017, film independen ‘Toedjoeh Kata’ karya MM Kine Klub meraih 5.000 penonton dari 20 kali tayang di 10 kota Jawa, Sulawesi, Sumatera, yaitu; Jogja, Surabaya, Rantepao, Pasuruan, Jakarta, Surakarta, Karanganyar, Bandung, Malang, Bandar Lampung,” kata Dimas Widiarto, pengarah film ini, Kamis, (21/6/2018).
Keberhasilan ini, menurut Dimas tidak terlepas dari kerjasama yang baik di berbagai kota melalui jalinan lintas komunitas, seperti Go Hijrah di Surabaya, Jejak Islam untuk Bangsa di Jakarta, Teras Dakwah di Jogja, dsb.
“Film ini juga diputar di Solo dalam memperingati hari proklamasi RI atas undangan dari Dewan Syariah Kota Surakarta,” terang dia.
Selain itu, pemutaran di berbagai kota ini didukung pula oleh banyaknya permintaan dari lembaga-lembaga pendidikan setingkat SMP, SMA, madrasah, dan pesantren yang meyakini bahwa pemutaran film ‘Toedjoeh Kata’ bisa membantu para pengajar untuk memberikan pemahaman sejarah yang benar kepada peserta didik.
“Karya para sineas dari Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengisahkan Ki Bagus Hadikusumo dalam tragedi pencoretan 7 kata tentang syariat Islam menjelang sidang PPKI, 18 Agustus 1945. ‘Toedjoeh Kata’ adalah film dokumenter pertama yang mengulas fakta sejarah di balik pengubahan Piagam Jakarta yang sebelumnya disepakati pada 22 Juni 1945,” kata dia.
Dengan mengungkapkan peristiwa yang selama 70 tahun tersembunyi dari narasi historiografi negeri ini, dapat dipahami ketika ‘Toedjoeh Kata’, kata dia, disambut antusias oleh masyarakat dan peminat sejarah khususnya.
Sehingga dalam beberapa pemutarannya pun dihadiri ratusan penonton yang bahkan sebagian datang dari luar kota.
“Menariknya, film ini mempersatukan segmentasi penonton yang terdiri dari remaja belasan tahun sampai veteran pejuang kemerdekaan.
Pada diskusi pemutaran, ada kesaksian yang mengesankan dari penonton berusia lanjut yang dulu pernah berinteraksi langsung dengan tokoh Kasman Singodimejo di dalam film ini,” ungkap Dimas.
Kasman merupakan sosok terlupakan dalam sejarah Indonesia yang sejatinya ikut berperan besar bagi negeri ini terutama ketika Ki Bagus menghadapi dilema penghapusan sementara 7 kata dari Piagam Jakarta.
Setelah Ki Bagus wafat, sosok inilah yang kemudian menagih janji pengembalian hak umat Islam tersebut ke dalam konstitusi.
Ia mengatakan, ada harapan cukup besar di antara para penonton yang menginginkan ‘Toedjoeh Kata’ bisa dilanjutkan berupa sequel, prequel, atau tambahan durasi sehingga tersaji gambaran lebih utuh dalam pemahaman sejarah yang dapat merangkai trilogi perjuangan konstitusional umat Islam sejak BPUPKI, PPKI sampai Konstituante era 1950-an.
“Film ini menjadi media edukasi yang menjembatani aspirasi generasi terdahulu dan kini dari terputusnya rangkaian sejarah negara, apalagi belakangan ini Indonesia mengalami krisis kenegaraan.
Bayu Seto selaku sutradara dalam wawancara bersama Hidayatullah mengakui bahwa film ini terinspirasi Aksi 212 yang fenomenal,” imbuh Dimas.
Setelah menjangkau berbagai kota di dalam negeri dan sempat pula menjadi semi-finalis dalam festival film di Afrika, harapan ke depan untuk ‘Toedjoeh Kata’ di pemutaran keliling tahun ke 2 adalah jangkauan pemutaran yang lebih luas di luar negeri, sehingga bisa mewakili pemaparan sejarah Indonesia bagi publik internasional.
“Bagi masyarakat, lembaga, atau komunitas yang berminat mengadakan pemutaran ‘Toedjoeh Kata’ dapat menjalin kontak melalui laman facebook.com/toedjoehkatafilm untuk informasi lebih lanjut,” pungkas dia.
Eveline Ramadhini