Fungsi pengawas pemilu (Bawaslu/Panwaslu) harus dapat lebih maksimal, agar pelaksanaan Pilkada berjalan dengan jujur dan adil.
Wartapilihan.com, Jakarta – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar di 171 daerah pada Rabu (27/6) nanti. Untuk itu Komite I DPD RI melakukan pengecekan persiapan Pilkada serentak khususnya di Sulawesi Utara (Sulut) yang akan digelar di enam kabupaten/kota.
“Memasuki masa tenang ini, maka kami ingin mendapatkan informasi dan data terkait dengan kesiapan KPUD dan Bawaslu Sulut sebagai penyelenggara,” ucap Wakil Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani melalui keterangan pers yang diterima Warta Pilihan, Selasa (26/6).
Menurut dia, potensi kerawanan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dapat terjadi pada semua tahapan. Pada proses pencalonan beberapa waktu lalu misalnya banyak terjadi sengketa pilkada yang timbul karena perbedaan membaca regulasi oleh penyelenggara pemilu.
Persoalan lainnya, lanjutnya, independensi penyelenggara Pilkada di berbagai tingkatan, penyelesaian sengketa Pilkada yang sering menimbulkan ketidakpuasan. Benny juga berharap fungsi pengawas pemilu (Bawaslu/Panwaslu) bisa lebih maksimal lagi demi agar pelaksanaan Pilkada berjalan dengan jujur dan adil.
“Ada netralitas birokrasi dan ASN yang selama ini kerap dipertanyakan, karena kadang turut berperan aktif dalam dukung-mendukung kandidat peserta Pilkada,” kata senator asal Sulut itu.
Tidak hanya itu, Benny menilai kejahatan luar biasa pada masa tenang adalah money politic. Ajaran agama manapun tidak membenarkan adanya ‘sogok-menyogok’ karena hal itu tidak dibenarkan. “Untuk itu, tugas penyelenggara harus tegas. Mana tugasnya dan bukan dalam Pilkada ini,” tegas dia.
Bagi DPD RI, Pilkada Serentak pada dasarnya bagian dari upaya dalam membangun daerah dengan terpilihnya kepala daerah yang dihasilkan oleh sistem demokrasi yang baik dan matang. “Maka proses pelaksanaan Pilkada yang jujur dan berintegritas, merupakan hal yang sangat penting,” tukasnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Provinsi Sulut Salman Saelangi menjelaskan sampai saat ini kesiapan Pilkada Sulut berjalan sebagai mestinya. “Kami juga baru memantau distribusi logistik untuk memastikan tersalurkan. Alhamdulilah tahapan berjalan baik dan situasi kondusif,” tuturnya.
Dikesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Sulut Mustari Humagi mengatakan bahwa terkait agenda pengawasan Bawaslu intens sampai bawah yaitu kabupaten/kota. “Kami telah menyiapkan satu TPS satu orang dari Bawaslu untuk melakukan pengawasan,” lontarnya.
Ia menambahkan sejauh ini terdapat pelanggaran administratif ASN dan perangkat desa sudah dilakukan proses dan terbukti melakukan pelanggaran. Untuk aparat desa sudah diputus oleh pengadilan. “Ada satu kasus yang indikasi paslon menggerakan kekuasan pemerintah. Sudah kami tindak,” kata Mustari.
Senada dengannya, Ketua Presidium Ind Police Watch Neta S Pane meminta Kapolri mencopot Kapolda Sumut dan Wakapolda Kepri. Sebab, kedua pejabat Polri itu tidak mampu menjaga netralitasnya sebagai anggota kepolisian di Pilkada 2018.
“Ind Police Watch (IPW) menilai, Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw dan Wakapolda Kepri Brigjen Yan Fitri sudah melanggar Pasal 4 dan Pasal 6 tentang 13 Pedoman Netralitas Polri Dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang dikeluarkan Kapolri Tito Karnavian pada 16 Januari 2018,” ujar Neta.
Dalam Pasal 4 disebutkan, anggota Polri dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan politik, kecuali di dalam melaksanakan pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
Sedangkan Pasal 6 menegaskan, anggota Polri dilarang melakukan foto bersama dengan pasangan calon kepala/wakil kepala daerah/caleg. Dalam kasus Kapolda Sumut dan Wakapolda Kepri, kedua pejabat Polri itu melakukan pertemuan dengan tokoh dan kader partai yang sama, yakni PDIP.
“Kapolda Sumut hadir dalam acara PDIP dan foto bersama serta menunjukkan dua jari. Sementara Wakapolda Kepri bertemu dengan pimpinan PDIP setempat dan timses Paslon,” katanya.
Menurut dia, kedua pejabat Polri itu jelas jelas melanggar 13 Pedoman Netralitas Polri yang dikeluarkan Kapolri. IPW berharap Kapolri bersikap tegas dan konsisten pada Pedoman yang sudah dikeluarkannya agar sebagai pimpinan tidak dilecehkan bawahannya. Sikap tegas itu adalah dengan cara mencopot Kapolda Sumut dan Wakapolda Kepri dan menggantikannya dengan pejabat kepolisian yang mampu menjaga netralitasnya.
Dalam kondisi apa pun, simpul Neta, Polri harus tetap profesional dan mampu menjaga netralitasnya. Tujuannya agar masyarakat percaya pada Polri dan tidak terjadi benturan di akar rumput akibat pemihakan Polri dalam Pilkada.
“Sikap tegas dan konsisten Kapolri diperlukan agar bawahannya tidak seenaknya bermain politik praktis untuk kepentingan sesaat yang sangat merugikan Polri secara jangka panjang. IPW mengimbau semua pihak agar mau menjaga profesionalisme dan netralitas Polri dan jangan menyeret nyeret Polri kepada kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok yang pragmatis,” pungkasnya.
Dari Indonesia Timur, Komite Nasional Pemuda Lohayong (KNPL) Solor mengajak masyarakat NTT khususnya masyarakat Flores Timur untuk memilih pemimpin yang memiliki komitmen kerakyatan.
“Pilkada ini merupakan penentu nasib rakyat selama 5 tahun, jadi jangan memilih calon pemimpin yang tidak toleransi apalagi hanya obral janji dan hanya mengandalkan politik uang, tetapi lihatlah program dan komitmen politiknya,” ujar Ketua Umum KNPL Solor Mukhlis Lamarobak kepada Warta Pilihan, Selasa (26/5).
Dikatakan Mukhlis, politik uang di NTT bukanlah hal yang tabu, hal itu dilakukan guna meraup suara pemilih. Sehingga, calon pemimpin abai terhadap persoalan mendasar seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan perdagangan manusia.
“Semoga pemilihan gubernur NTT dan wilayah lain berjalan demokratis, tanpa ada tekanan dari pihak mana pun. Masyarakat NTT khususnya masyarakat Flores Timur gunakan hak suaranya untuk perubahan dan kemajuan ke depan,” saran dia.
Ahmad Zuhdi