Dengan dukungan beasiswa dari zakat dan infak masyarakat melalui LAZNAS Dewan Dakwah, para mahasiswa baru STID M Natsir dididik menjadi dai tangguh.
Rasulullah SAW mengibaratkan kehidupan ini laiknya perjalanan sebuah perahu yang penuh penumpang. Lalu sebagian penumpang mencari jalan pintas mendapatkan air dengan cara melubangi dinding bawah perahu hingga bocor. Maka jika ia dibiarkan melaukan hal itu, niscaya seluruh penumpang akan tenggelam bersama perahu (HR Bukhari dari Nu’man bin Basyir ra).
Demikian halnya kita di Indonesia ini. Jika kemaksiatan di berbagai bidang yang sudah merajalela kita biarkan saja, niscaya negeri ini bakal hancur dan musnah. Termasuk kita di dalamnya.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al Anfal ayat 25: ‘’Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.’’
Peringatan tersebut ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW melalui wasiatnya: “Sungguh jika manusia melihat seseorang berbuat zalim lalu mereka tidak mencegahnya, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua’’ (HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi).
Demikian disampaikan Ketua STID (Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah) Mohammad Natsir, Ustadz Dwi Budiman Assiroji, dalam Apel Ta’aruf mahasiswa baru di Kampus B STID M Natsir di Tambun, Bekasi, Senin (26/8).
Apel yang diikuti 153 mahasiswa tersebut mengawali kegiatan Mastama (Masa Ta’arufan Mahasiswa) sebagai pembuka tahun akademik 2019-2020.
Acara yang sama digelar di Kampus C (Putri) di Cipayung, Jakarta Timur, dengan pembicara Dr Ujang Habibi. Sebanyak 64 mahasiswi mengikuti apel ini.
Para mahasiswa umumnya merupakan alumnus Akademi Dakwah Indonesia (ADI), yakni program diploma 2 tahun yang diselenggarakan Dewan Dakwah Perwakilan Provinsi. Misalnya 12 mahasiswa lulusan ADI Aceh, 6 alumnus ADI Kupang, 2 alumnus ADI Palu, dan lain-lain.
Ustadz Dwi menandaskan, para mahasiswa STID M Natsir yang lolos seleksi telah memilih jalan hidup sebagai dai. ‘’Anda telah memilih jalan menjadi tentara Allah, yang mewakafkan diri di jalan da’wah untuk menyelamatkan kehidupan,’’ serunya.
Selanjutnya Ustadz Dwi memaparkan 4 karakter da’i yang akan dibangun di STID M Natsir, yaitu keimanan yang menghasilkan keikhlasan, keilmuan yang menghasilkan amal, akhlaq yang menghasilkan keteladanan, dan memiliki wawasan kekinian yang menghasilkan semangat dakwah.
Sementara itu, Dr Ujang Habibi menyampaikan selamat datang kepada para mahasiswi yang telah menjadi bagian dari keluarga besar STID Mohammad Natsir, dan keluarga Dewan Da’wah umumnya.
“Anda orang beruntung atau tidak, itu tergantung perspektif Anda. Namun kalian harus yakin, bahwa kalian adalah orang yang beruntung karena berada di kampus yang tidak banyak diminati, yaitu kampus ilmu dakwah. Ini menjadi sebuah keistimewan bagi Anda semua,’’ tegas Ustadz Habibi.
STID Mohammad Natsir dirintis dengan Akademi Bahasa Arab (AKBAR) dan Lembaga Pendidikan Da’wah Islam (LPDI). Berdasarkan hasil Musyawarah Besar Dewan Da’wah II tahun 1998 di Jakarta, LPDI ditingkatkan dari Program D2 menjadi program Strata Satu (S1). Akhirnya, STID Mohammad Natsir berdiri tahun 1999.
Berdasarkan izin Penyelenggaraan Program Studi dari Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Nomor: DJ.I/216 C/2007, STID M Natsir awalnya menyelenggarakan Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Berikutnya bertambah dengan Program Studi Pengembangan Masyarakat.
Dengan dukungan beasiswa dari zakat dan infak masyarakat melalui LAZNAS Dewan Dakwah, para mahasiswa baru STID M Natsir dididik menjadi dai tangguh dan kompeten. Mereka harus menempuh belasan disiplin ilmu bersertifikat, misalnya Bahasa Arab, Tahsin, Fiqh Dakwah, Fiqh Kifayah, Thibun Nabawi, dan lain-lain.
Sejak semester 3, mahasiswa harus tinggal dan mengabdi sebagai marbot di masjid sekitar kampus.
Pada semester 5, mereka mendampingi masyarakat pedalaman untuk memakmurkan Ramadhan dalam Program Kafilah Dakwah. Program lapangan ini berlangsung sekitar 2 bulan.
Selanjutnya, setelah rampung kuliah dan sebelum diwisuda, mahasiswa STID M Natsir menjalani masa pengabdian dalam Program Dakwah Pedalaman. Selama minimal dua tahun, mereka mendampingi warga di pelosok Nusantara meningkatkan harkat dan taraf hidup.
Dalam melaksanakan kedua program pengabdian tersebut, kerja dai didukung oleh program-program LAZNAS Dewan Dakwah seperti qurban, sedekah makan rakyat, dan lain-lain.