Kejadian tersebut mengingatkan pada tayangan video di India, seorang wanita Hindu terbakar hangus ketika membakar jilbab muslimah. Ia sedang mempertontonkan di depan komunitasnya rasa benci kepada Islam.
Wartapilihan.com, Garut — Kegiatan perayaan Hari Santri Nasional pada Senin (22/10) dinistai dengan ulah oknum Banser GP Ansor dengan membakar bendera tauhid di Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Ketua Masyarakat Unggul (MAUNG) Institute Bandung, Rizal Fadillah, mengatakan pembakaran bendera bertuliskan kalimah tauhid dengan dalih bendera HTI adalah sikap pengecut.
“Rasa takut yang didasari rasa benci akan membuat diri panik. Tidak mampu memprediksi efek. Buta. Sedikit ada tulisan ‘la ilaaha illallah’ langsung HTI menghantui, ini sikap jiwa yang tidak sehat. Paranoid,” ujar Rizal di Bandung, Selasa (23/10).
Kini, sikap pengecut itu kena batu. Di hari santri, sang ‘santri’ berjiwa preman membakar bendera berkalimat yang dimuliakan umat. Dia membakar dirinya sendiri. Mengingatkan beberapa waktu lalu ada dalam tayangan video di India seorang wanita Hindu terbakar hangus ketika membakar jilbab muslimah. Ia sedang mempertontonkan di depan komunitasnya rasa benci kepada Islam. “Allah pun marah Syari’at dan Kalam-Nya dirusak,” katanya.
Pimpinan GP Ansor, menurut Rizal, mencari dalih penyelamatan dengan bahasa yang ditertawakan umat. Yang dibakar adalah bendera HTI yang bertuliskan kalimat tauhid dan pembakaran itu untuk menyelamatkan kalimat tauhid. “Kedustaan yang tragis,” ungkap Rizal.
Kejadian tersebut mengingatkan pada hujjah ngawur bahwa Iblis membangkang karena bertauhid murni. Iblis tak mau sujud kepada Adam semata untuk menjaga ketauhidan. Sikap Iblisiyah seperti ini sering muncul dalam upaya menutupi kesalahan bahkan kejahatan.
Menurut Rizal, semua muslim yang beriman pasti mengutuk perbuatan membakar kain bertuliskan kalimah tauhid ‘laa ilaaha illallah’ dan rela mengorbankan jiwa untuk melawan. “Ini wujud ghirah imaniah,” ungkapnya.
Dalih mengkaitkan dengan HTI, kata Rizal, hal itu adalah upaya membangun pencitraan. Tapi umat sudah muak dengan bualan pencitraan. “Saatnya tumbang para figur model- model seperti ini. Menjijikkan,” katanya, geram.
Umat Islam, simpul Rizal, wajar dan wajib marah. Gumpalan akan semakin tebal dan menggetarkan. Hanya jika antisipasi bagus, suasana akan menjadi baik kembali. Karenanya, pelaku (dader) ataupun yang menyuruh (doel pleger) harus diproses hukum dan dihukum. Disamping itu, perusakan (bendera tauhid) juga sangat jelas merupakan penodaan agama.
“Jika ia menyesali dan bertaubat itu urusan pribadi kepada Allah, tapi urusan sosial mesti diselesaikan. Hukum adalah jalan keluar,” katanya.
Maung Institute mendesak aparat penegak hukum untuk serius memproses perbuatan melanggar hukum yang terjadi dengan mengusut detail motif dan pihak-pihak yang mungkin menggerakkan terjadinya pembakaran
“Kedua, Ormas-Ormas yang melabelkan diri sebagai Ormas Islam, mesti menjadi teladan dan berakhlak Islami menjauhi anarkisme dan premanisme karena bukan simpati yang didapat tetapi antipati, bahkan dimusuhi oleh umat Islam sendiri,” saran dia.
Ketiga, lanjutnya, kewaspadaan tinggi terhadap kemungkinan penyusupan ‘PKI baru’ dalam gerakan- gerakan kemasyarakatan di Indonesia. Berbaju pembela Ideologi dan NKRI yang sebenarnya sedang merancang penggantian ideologi dan menggoyahkan NKRI.
Keempat, masyarakat bersama TNI sebagai pilar kekuatan bangsa mempertinggi ‘awareness’ dan ‘alertness’ untuk menjaga kemungkinan permainan politik domestik dan asing yang berniat mengacaukan keadaan negara Indonesia, menjelang puncak kompetisi politik di tahun 2019 ini.
“Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala tidak memurkai bangsa Indonesia karena kebodohan, kesombongan dan pembangkangan kita sendiri,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi