Utang Indonesia per Januari 2017 sudah mencapai US$ 320.28 miliar atau setara dengan Rp 4.274 triliun. Utang Indonesia ini naik dibandingkan dengan posisinya pada Desember 2016 sebesar US$ 316.40 miliar.
Wartapilihan.com, Jakarta –Merespon isu terkini soal politik, hukum, sosial, ekonomi dan regulasi Pemerintah. Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Prof. Dr. Jimly As-Shiddiqie mengundang wartawan untuk berdiskusi dan membuat pengajian konstitusi yang diberi nama Sekolah Konstitusi.
Wahana diskursus ini nantinya, kata Jimly, akan menyikapi isu dan konteks peristiwa yang sedang hangat berdasarkan perspektif konstitusi. Harapannya, timbul kesadaran bersama dalam merespon persoalan bangsa untuk menjaga nilai-nilai luhur Pancasila dan bhinneka tunggal ika dalam bingkai NKRI.
Dalam kesempatan tersebut, Jimly menjelaskan, kategori impeachment berangkat dari kasus pidana, kecuali pelanggaran moral (etika); tercela dan bisa menjadi alasan untuk impeachment seorang Presiden.
“Keuangan negara itu ada undang-undangnya, kalau nanti kelihatan ada yang melanggar, dengan sendirinya di DPR tidak akan di terima APBN. Ini tafsir soal pelanggaran anggaran negara, bukan pidana,” kata Jimly di gedung sementara ICMI di daerah Jl. Proklamasi, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (9/8).
Artinya, lanjut Jimly, proses impeachment tergantung peta politik di DPR. Sebab, proses ini ada di DPR. Ia menilai, pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan Presiden Jokowi dapat di lengserkan karena utang negara sudah di atas 50% merupakan penilaian politik (politisi) ketimbang hukum.
“Prof. Yusril itu politisi. Jadi, saya serahkan logika politik kepada politisi dalam menilai kinerja Pemerintah. Sekarang ini semua pernyataan di goreng di media sosial. Goreng menggoreng ini kerjaannya politisi,” ungkap Jimly.
Sebab itu, jelas Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut, harus dibedakan antara tugas politisi dengan tugas teknis lawyer. Argumentasi lawyer teknisnya di Pengadilan. Biar nanti Pengadilan yang memutuskan apakah statement-nya benar atau keliru.
“Kalau pernyataan politisi, sebaiknya ditanggapi politisi lain. Saatnya partai-partai politik jangan diam saja, Ketua-Ketua Partai jangan kerjanya hanya menjelang Pemilu. Fungsi partai politik harus dilakukan pendidikan politik juga kepada rakyat,” imbuh dia.
Seharusnya, kata Jimly, semua pimpinan partai harus dapat mengelola komunikasi publik untuk dan menyampaikan pendapat yang sifatnya berbeda, guna rakyat menjadi kaya referensi.
“Ini akan kacau dan tumpang tindih. Negara kita harus di bangun dengan peradaban yang semakin membedakan kedudukan-kedudukan orang itu. Kalau dia sebagai Ketua Umum Partai, maka sebaiknya Ketua Partai lain menjawab. Terutama partai-partai dalam koalisi Pemerintah, jangan di diamkan,” tandasnya.
Sebab, simpul Jimly, fungsi partai politik bukan hanya menikmati kekuasaan pasca pemilu. Tetapi juga pendidikan politik, fungsi rekrutmen kepemimpinan dan lain sebagainya.
“Saran saya, semua partai harus bicara. Supaya pendidikan publik diperkaya, biar nanti rakyat yang menentukan mana yang benar dan mana yang harus diikuti. Nanti hasilnya di survey sebelum pemilu dan survey sesudah pemilu. Itu cara mengukur pendapat seseorang diterima di masyarakat atau tidak,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi