Sejarah Komunitas Ciliwung Depok

by
Taufik DS,. Foto: youtube.com.

Menggerakkan masyarakat agar mencintai sungainya sendiri bukanlah hal yang mudah. Transformasi fungsi sungai yang dulunya sebagai sumber mata pencaharian masyarakat, kini tak terawat bahkan digunakan untuk mengalirkan sampah-sampah. Bisakah Ciliwung kembali seperti dulu lagi?

Wartapilihan.com, Jakarta – Taufik DS ialah pelopor dari berdirinya Komunitas Ciliwung Depok karena keresahan melihat sungai Ciliwung di Depok yang semakin rusak akibat sampah. Ia mendirikannya pada tahun 2010 dengan visi mengajak masyarakat kampung melaksanakan kegiatan merawat sungai.

“Komunitas ini merupakan satu wadah tempat berkumpul pegiat sungai dan pecinta alam. Sesuai dengan visinya mengajak masyarakat kampung melaksanakan kegiatan dalam ramgka merawat sungai. Kami pernah melakukan kegiatan di kampong-kampung untuk menggairahkan masyarakat untuk bergiat di sungai,” tutur Taufik.

Awal mula berdirinya komunitas ini disebabkan adanya alih fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang diuruk untuk pembangunan rumahan. “Semangat advokasi sungai Ciliwung itulah yang pertama kali dilakukan hingga berdiri sekarang,” cerita Taufik.

Advokasi terus berlanjut dan disampaikan ke Pemerintah Kota Depok. Ia bercerita, ada yang ditindak ada yang dibiarkan juga. Ia mengatakan, komunitas ini bergerak menjadi mitra dengan kota pemerintah, sehingga hasil kegiatan yang dilakukan bisa menjadi masukan kepada pemerintah.

Komunitas ini memiliki aktivitas rutin membersihkan sampah sungai, karena menurutnya, jika sungai Ciliwung Depok hendak dijadikan ekowisata, kebersihannya harus dijaga. “Kami membersihkan sampah sungai ciliwung rutin,” imbuhnya.

Taufik menambahkan, muncul beberapa titik yang biasa dijadikan kegiatan. Titik kegiatan menyebar di beberapa kampung berbeda di wilayah Depok yang dinamakan Saung Pustaka Air (SPA).
Taufik sendiri mengaku, awal membentuk komunitas ini ialah biaya dari perseorangan jika membuat suatu kegiatan.

“Lama kelamaan kita berpikir kita harus cari biaya juga, dari pihak yang mau membantu, apakah dari pemerintah atau usaha. Kegiatan tetap berjalan, kalau dibantu bersyukur, tidak dibantu juga tidak masalah. Yang penting tetap dikoordinasikan, untuk memberitahu pihak lain ketika kita melaksanakan suatu kegiatan,” tukasnya.

Mengetahui aliran sungai Ciliwung yang sangat panjang dari hulu ke hilir, Taufik menyampaikan, kemampuan komunitas ini sangat terbatas. Maka dari itu, ia berharap agar komunitas ini dapat menjadi percontohan bagi kampung lainnya.

“Kemampuan kita sangat terbatas, nggak mungkin kita membersihkan ciliwung dari ujung sampai ke ujung. Dengan ini diharapkan kampung-kampung lain tetap meniru, karena sampah terus dikirim dari atas. Mudah-mudahan semangat ini ditiru,” ucap dia.

Taufik menjelaskan, hal yang harus banyak digali dan disosialisasikan kepada masyarakat adalah pengetahuan tentang berbagai aspek, seperti aspek hukum lingkungan, dan pengetahuan tentang sungai.

“Dalam menyikapi persoalan lingkungan, kita paling tidak perlu memikirkan dua hal, yaitu satu masalah sampahnya kita harus memilah sampah karena sampah sumber bencana. Kedua, mengurangi debit air masuk ke sungai. Air harus dibuat resapan di sekitar lingkungan kita,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *