Romo Syafi’i: Siapa Pemegang Remote Control Kepolisian?

by

WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Komisi III DPR RI, Selasa hari ini (23/5) akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolri dan jajarannya. Selain menanyakan kembali terkait 17 pertanyaan kriminalisasi yang tidak di jawab oleh Kapolri, Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Romo Syafi’i akan menanyakan siapa pemegang remote control Kepolisian saat ini.

“Pada prinsipnya kita ingin mengembalikan Polri kepada lembaga penegakan hukum, bukan sebagai alat politik dari para penguasa, karena ketika Kapolri menjadi alat politik maka tugas mereka sebagai penegak hukum terabaikan,” kata Romo.

Kasus diskriminasi, kriminalisasi, dan makarisasi Romo menegaskan karena aparat penegak hukum sudah menjadi alat politik kekuasaan. Dia akan melaksanakan apa saja dari kepentingan kelompok politik dalam hal ini pemerintah.

“Buni Yani membuat rekaman langsung jadi tersangka, Megawati mengatakan jangan percaya kepada akhirat, tidak percaya kepada iman dan hari akhir karena itu masa depan, itu bisa disebut delik aduan, tetapi tidak ditangkap. Berarti kan polisi bukan alat penegakan hukum, tetapi alat politik,” jelasnya.

Ia menyayangkan anggaran Kepolisian yang seharusnya di alokasikan membeli senjata untuk melumpuhkan, tetapi untuk membunuh. Sebab, kewenangan polisi hanya bertugas di dalam negeri, tidak bisa ke luar negeri, karena tugasnya adalah menjaga ketentraman dan keamanan bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI.

“Lalu kalau tugasnya membunuh, siapa yang sedang direncanakan polisi untuk dibunuh? Pasti rakyat Indonesia, dengan kelompok sekarang siapa yang di tuju? Pasti kelompok yang bertentangan dengan kepentingan politik,” ungkap Romo.

Sehingga, diciptakanlah jargon-jargon yang berbeda dengan kepentingan pemerintah. Umat Islam disebut anti pancasila, intoleran, radikal dan sebagainya. Padahal, kata Romo yang paling toleran di negara ini adalah Islam, kalau Islam intoleran tidak mungkin kerukunan umat beragama bisa terawat selama 71 tahun.

“Bayangkan, satu hari setelah kemerdekaan akan diketok dasar negara, konstitusi, Presiden dan Wakil Presiden. Nah kelompok Kristen, keberatan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya. Mereka minta dicoret, kemudian dicoret, Presiden harus beragama Islam mereka minta dicoret, dicoret. Tetapi hari ini ketika umat Islam berseberangan dengan kelompok pemerintah, dituduh intoleran. Salah dikit tangkap, salah dikit tahan,” tandasnya.

Jika secara telanjang pemerintah termasuk aparat penegak hukum terus memeraktekan desain ketidakadilan, Romo melihat kerusuhan tidak bisa dihindarkan. Padahal akibat dari kerusuhan tersebut pembangunan terhambat dan memudahkan kekuatan asing untuk masuk.

“Kita takut, ini bagian untuk menciptakan kerusuhan, lalu karena kerusuhan, senjata yang dibeli untuk membunuh tadi digunakan untuk beroperasi dan karena tidak bisa dibendung, kerusuhan semakin luas, dia bisa men-diclear tidak sanggup menangani sendiri, dan membutuhkan bahaya asing, ini sangat bahaya,” pungkasnya.

Reporter: Satya Wira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *