Rokok dan Anak-anak Kita

by
foto:http://cdn2.tstatic.net

Berita bayi 9 bulan menghisap rokok atas titah orangtuanya menyebar di media sosial; bahkan orangtuanya sendiri yang dengan bangga menyebarkannya. Mengapa ini bisa terjadi?

Wartapilihan.com, Jakarta –Sebelum berita di atas mencuat, beberapa waktu lalu baru saja kita diberi kabar duka karena kepulangan bayi mungil bernama Muhammad Hafiz, putra dari Ibu Fitra Indah Lestari. Bayi tak berdosa itu meninggal dunia oleh pasal paparan asap rokok orangtuanya sendiri; ia menderita pneumonia berat.

Azas Tigor Nainggolan selaku Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) mengecam dengan keras tindakan kedua orangtua dari balita karena telah melakukan tindakan yang sangat tidak bertanggungjawab dan berbahaya.

“Mereka secara tahu dan mau memberikan barang (rokok) yang dari segi kesehatan sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan bisa menghilangkan nyawa dalam waktu yang singkat sebagaimana dialami oleh Muhamad Hafiz karena menderita pneumonia akibat paparan asap rokok,” tutur Azas kepada Warta Pilihan, Selasa, (27/2/2018).

Orangtua anak, bagi dia, tidak bertanggungjawab terhadap kesehatan balita dan masa depannya. Orangtua anak dinilai secara sewenang-wenang memperlakukan balita sebagai manusia yang tidak berdaya untuk suatu tujuan yang tidak berbobot yakni hanya untuk sekadar berfoto-foto.

Karena rokok merupakan zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan, maka Azas menambahkan, orangtua dapat ditundak secara yuridis, yakni melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 76J (2) bahwa Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.

Kedua, orangtua juga melanggar UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan, tembakau dan produk tembakau merupakan zat adiktif. Hal ini tercantum dalam pasal 113 yang mengatur pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif. Pada ayat (2) berbunyi: zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/ atau masyarakat sekelilingnya.

“Di sisi yang lain, juga melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 tahun 2012 Tentang Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, sebagaimana termuat dalam pasal 45 dan pasal 46 mengenai menjual dan memberikan rokok kepada anak,” tukas dia.

Ia menekankan, seharusnya orangtua yang melakukan tindakan ini harus dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang perlindungan Anak pasal 89 (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 J ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

“Hal ini harus dilakukan karena jika membiarkan perilaku semacam ini terjadi maka pertama, akan muncul banyak korban akibat penggunaan zat adiktif yang tidak baik dan benar. Kedua akan menumbuhkan generasi muda bangsa yang penyakitan di masa depan. Ketiga akan melahirkan generasi dengan perilaku hidup tidak sehat,” ia menekankan.

Azas merekomendasikan kepada para orangtua agar menjauhkan anak dari paparan asap rokok dan tidak membiarkan atau memberikan anak rokok. Ia juga menghimbau kepada pemerintah agar lebih giat mempromosikan, sosialisasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan.

“Sebab peristiwa ini menjadi tanda bahwa masyarakat kurang menyadari betapa sangat berbahayanya rokok bagi kesehatan,” tukasnya.

“Kepada setiap elemen masyarakat agar segera membudayakan perilaku hidup sehat dan menjauhkan lingkungan sekitar dari paparan asap rokok dan memberi sanksi sosial bagi siapa saja yang merokok di dekat anak-anak atau yang membiarkan anak-anak merokok,” pungkas Azas.

 

Eveline Ramadhini