Perppu Ormas dan bahaya laten komunis menjadi ancaman serius bangsa Indonesia.
Wartapilihan.com, Jakarta –Berbagai elemen umat Islam pada Jumat (29/9), menyampaikan dua aspirasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta. Pertama, pada DPR RI, kedua Pemerintah Jokowi. Kedua permintaan itu, kata Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma’arif, disampaikan mengingat perkembangan kehidupan nasional yang makin meresahkan, terutama menyangkut politik, keamanan dan pertahanan bangsa Indonesia.
“Disamping itu, kami saksikan dan rasakan bahwa PemerinIah Jokowi sejak berkuasa, tidak ramah dan tidak bersahabat dengan umat Islam Indonesia. Tidak berlebihan bila kami simpulkan bahwa Pemerintah Jokowi secara terus menerus dan sistematik memojokkan posisi umat Islam sebagai kambing hitam dan obyek fitnah politik yang bertentangan dengan kenyataan. Kami melihat manifestasi Islamo-phobia yang diIakukan oleh elemen-elemen tertentu dalam tubuh rezim Jokowi,” kata Slamet Ma’arif di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (29/9).
Sebab itu, delegasi menyampaikan dua permintaan yang cukup mendesak dan menunggu jawaban dari DPR-RI dan dari Presiden Jokowi. Pertama, Perppu nomor 2 tahun 2017 nyata-nyata bertentangan dengan pasal 22 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945. BiIa ujaran kebencian dilarang, karena menimbulkan keresahan ditengah masyarakat, jelas Slamet, maka Perppu kebencian sebaiknya segera dibatalkan.
“DPR RI tidak boleh lagi berperan sebagai tukang sIempeI keinginan Pemerintah. Bangsa Indonesia punya pengalaman pahit di masa laIu, ketika DPR menjadi tukang stempel Pemerintah. Maka kekuasaan Pemerintah menjadi semakin otoriter. Pemerintah otoriter tidak layak dan tidak pantas dipertahankan dalam sistim politik demokrasi,” tegas Slamet Ma’arif.
Selain itu, Presidium Alumni 212 meminta Pemerintah bersikap tegas membendung gejala-gejala kebangkitan PKI. TAP MPRS No. XXV tahun 1966 sampai sekarang tetap berlaku. Tap MPRS itu menetapkan pembubaran PKI di seluruh wilayah negara Republik Indonesia serta melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan dan mengembangkan faham atau ajaran komunisme, marxisme dan leninisme.
“PKI pernah berkhianat pada bangsa dan negara Indonesia di tahun 1948 dan 1965, tetap merupakan bahaya laten yang harus kita waspadai. PKC (Partai Komunis Cina) yang pernah ikut mensponsori Gestapu PKI 1965, kini tetap memegang kekuasaan tertinggi dan tidak tersaingi di RRC. Politik ekspansionisme dimana Indonesia jelas dijadikan tempat ekspansi RRC,” ujar Slamet.
Terlebih, PKI yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan jahatnya, ternyata belum mati, di masa Ialu Iewat Biro Khusus yang dibentuk oleh Polit Biro dan Komite Sentral PKI, ditugasi untuk melakukan infiltrasi atau perembesan ke seluruh Iembaga negara, bahkan ke dalam tubuh TNI dan Polri.
“Kami yakin kader-kader PKI malam tidak pernah tidur unluk melanjutkan tugas Biro Khusus PKI itu sampai sekarang,” tuturnya.
Slamet mengingatkan Presiden Jokowi, jangan memaksakan rekonsiliasi dengan PKl pada saat ini. Apalagi menyetujui permintaan kader-kader PKI, termasuk mereka yang telah merembes ke berbagai Iembaga negara. supaya Negara minta maaf pada PKI. Sebagai bangsa besar, tambah dia, rekonsiliasi alami sudah berjalan lama. Paling tidak dalam sepuluh tahun terakhir. Surat bebas Iingkungan, bebas dari anggota PKI 1965 dan sudah belasan tahun ditiadakan.
“Anak-anak dan cucu para kader dan anggota PKl sudah bebas 100% untuk mengembangkan karir politik, militer. pendidikan, bisnis, dan berbagai profesional di Indonesia. Bahkan di Iembaga legislatif dan Iembaga eksekutif setinggi apa pun, bangsa Indonesia tidak pernah mempersoalkan Iagi keberadaan mereka. Hal ini merupakan kearifan dan kewaspadaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bangsa yang majemuk dan saling menghargai perbedaan berdasarkan agama, ras, etnis, warna kulit, dan lain sebagainya,” tandas Slamet Ma’arif.
Jangan sampai, simpul Slamet, justru rezim Jokowi yang Iangsung atau tidak Iangsung menginisiasi (memulai) merusak tenun dan anyaman kebangsaan dengan memberi angin pada kebangkitan PKI.
“Jangan jadikan Indonesia sebagai subordinat kepentingan RRC,” pungkasnya.
Anggota Komisi II Al Muzammil Yusuf mengatakan, menghidupkan komunis berarti membubarkan negara NKRI. Sebab, kata dia, watak komunis sejak tahun 1948 adalah melakukan coup d etat (kudeta/pemberontakan) terhadap negara untuk merebut kekuasaan.
“Konstitusi kita jelas, pancasila kita jelas, TAP MPR kita jelas, dan pengalaman kita jelas. Bahkan pemerintah dapatkan konstitusi hasil reformasi -pemerintah mengusahakan aksi itu sah, simbol islam sah, kecuali simbol PKI melanggar,” tegas politisi PKS itu.
Saat ini, jelas Muzammil, Komisi II DPR RI dijadwalkan sejak tanggal 17-19 Oktober menerima dan mendengar seluruh aspirasi baik pro maupun kontra untuk menyampaikan argumennya tentang Perppu Ormas.
“Karena negara kita negara hukum, tentu argumen hukum. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menegaskan negara berdasar negara hukum. 5 prinsip negara hukum jelas supresmi hukum, due procces of law, peradilan yang bebas dan HAM, perdebatan nanti harus logika hukum,” jelas dia.
Lebih dari itu, tambah Muzammil, Perppu harus dibahas substansi yang bertentangan dengan negara hukum. Sebab, Muzammil bersama rekannya di F-PKS menemukan hal yang fatal. Salah satunya hak WNI yang ingin merubaha UUD 1945, padahal itu adalah amanat konstitusi.
“Kita sangat siap untuk berdiskusi dengan semua fraksi. Mudah-mudahan hasil terbaik untuk kita,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi