Video pornografi anak-anak sejenis kelamin di medsos (video gay kids) yang marak diperjualbelikan di media sosial menyita perhatian para pemerhati perkembangan anak. Dengan merogoh kocek Rp. 100.000, para pedofil dapat menyantap 50 video dengan sistem transfer pulsa.
Wartapilihan.com, Jakarta –Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi mengatakan, LGBT telah menjadi sebuah ancaman yang serius bagi sistem perkawinan di Indonesia. Pada rapat di DPR RI, Desember 2016 lalu dikatakan, Pemerintah menyebut lesbian, gay, biseksual, transeksual (LGBT) sebagai ‘masalah sosial yang mengancam kehidupan beragama, ketahanan keluarga, kepribadian bangsa, serta ancaman potensial terhadap sistem hukum perkawinan di Indonesia.’
“Pemerintah juga menekankan fenomena LGBT menjadi ‘ancaman bagi kehidupan bangsa Indonesia yang relijius’. Dan spesifik relevan dengan perlindungan anak-anak, Pemerintah menggarisbawahi ‘masalah LGBT mengancam generasi penerus’,” ungkap Seto, dalam pernyataan tertulis, kepada Warta Pilihan, Selasa, (19/9/2017).
Seto sangat mengapresiasi pihak Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya (PMJ) yang sangat serius menangani kasus kejahatan online yang mengincar anak-anak ini. LPAI, tutur Seto, juga menyoroti kian nyatanya ancaman bahkan bahaya orientasi seksual menyimpang–dalam hal ini adalah homoseksualitas, yang terjadi terhadap anak-anak Indonesia.
“Di samping menyemangati Polri agar tak henti-henti memburu para teroris pedofilia berbasis online, serta mendorong perusahaan-perusahaan penyedia layanan online agar menerapkan aturan blokir seketat mungkin, LPAI ingin meyakinkan kita semua untuk terus memperkuat fungsi keluarga sebagai pondasi ketahanan masyarakat dan bangsa,” tandasnya.
“Pondasi nilai-nilai agama, yang dipadukan dengan kecerdasan dan kearifan dalam bermedia sosial, serta pendidikan sejak dini tentang integritas heteroseksualitas, adalah mata pelajaran mutlak dalam kurikulum pengasuhan anak oleh segenap orang tua,” tukas Seto.
Sementara itu, psikolog anak klinis, Sherly Meidya Ova mengatakan, di samping apa yang telah diupayakan pemerintah, keluarga sebagai mikrosistem juga memiliki peran yang sangat penting. Pasalnya, keluarga merupakan pihak yang paling dekat dengan anak, sehingga dapat mengontrol peran media sosial secara signifikan, terutama terkait pornografi, pornoaksi dan seksualitas lainnya.
“Pola asuh orangtua kepada anak, penerapan aturan di rumah, keterlibatan orangtua dalam kegiatan anak, dan lain-lain. Nah, masalahnya apakah ortu sudah well-informed dan teredukasi dgn benar mengenai soal ini? Ini yg menjadi PR masing-masing keluarga,” tutur Sherly, kepada Warta Pilihan, Selasa siang, (19/9/2017).
“Kinerja sistem-sistem tersebut (makrosistem dan mikrosistem) sangat berkaitan dgn nilai-nilai dan faktor budaya yg diyakini oleh tiap keluarga/individu sehingga jika LGBT tidak sejalan dgn nilai hidup kita, kita berhak untuk mengupayakan agar keluarga kita terhindar dari hal tersebut,” Pungkas salah satu founder komunitas Anak pintar ini.
Ia berharap, kesadaran para orangtua dapat dibangun secara bijak untuk melek digital sehingga dapat membimbing anak dengan baik. Pasalnya, media teknologi tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Media teknologi saat ini menjadi hal penting yg tidak bisa di-blocking 100% dari kehidupan kita karena termasuk macrosystem yg mempengaruhi gaya hidup, cara pandang, dan lain-lain. Akan lebih bijak jika lebih menitikberatkan cara membangun kesadaran ortu untuk melek digital agar bisa membimbing anak2nya dengan baik,” tandas dia.
Eveline Ramadhini