Polemik RUU Terorisme

by
Foto: Tribunnews.com.

Paska serangan bom di Surabaya, banyak pihak yang mendesak segera tuntasnya RUU Terorisme yaitu Pembahasan Revisi UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun, masih banyak perbedaan pandangan di DPR.

Wartapilihan.com, Jakarta – Menurut Anggara selaku Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), pemerintah dan DPR perlu cermat agar upaya pembentukan hukum untuk penanganan terorisme tidak mencederai kebebasan-kebebasan sipil.

“ICJR juga turut memberikan apresiasi terhadap upaya pembahasan RUU Perubahan UU Terorisme antara pemerintah dan DPR yang akan dimulai kembali.

Dalam catatan ICJR, masih banyak persoalan-persoalan yang harus diselesaikan dalam RUU Perubahan UU Terorisme tersebut,” tutur Anggara, dalam siaran persnya, Senin, (21/5/2018).

Anggara mengatakan, terhadap proses pembahasan Revisi UU Terorisme,  ICJR memberikan Catatan dan Rekomendasi ICJR terhadap RUU tersebut ke DPR dan Pemerintah.

“Dalam catatan ICJR masih ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan,” kata dia.

Hal-hal yang menurutnya masih perlu diperhatikan antara lain mengenai Definisi, Korporasi, dan Penyadapan. Selain itu, mengenai Pidana Mati, dan Korban Terorisme juga turut menjadi catatan terhadap Pemerintah.

ICJR, lanjut Anggara, juga meminta agar proses pembahasan RUU Perubahan UU Terorisme juga memperhatikan prinsip transparansi. Selain itu, sisi akuntabilitas juga perlu diperhatikan untuk dapat memastikan adanya partisipasi masyarakat.

“Akuntabilitas juga perlu diperhatikan agar memastikan partisipasi terhadap hasil-hasil pembahasan antara pemerintah dan DPR,” tuturnya.

(RUU Perubahan UU Terorisme) menurut pemerintah dan DPR telah memasuki tahap final. Pada pekan ini, Pansus RUU Terorisme akan kembali membahas beleid ini.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, revisi UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak berhubungan dengan aksi teror yang terjadi belakangan ini.

“Ini saya kira menunjukkan bahwa tidak ada hubungannya apa yang terjadi, tindak terorisme beberapa waktu belakangan, dengan belum selesainya RUU ini. Karena undang-undangnya sudah ada,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5/2018).

Fadli menuturkan, dengan disahkan RUU terorisme, kepolisian memiliki payung hukum untuk melakukan tindakan preventif dalam sejumlah aksi teror.

“Dalam UU yang ada saat ini, polisi baru bisa bertindak apabila para teroris telah beraksi,” katanya.

Fadli mencontohkan, sekarang ini terjadi penangkapan terduga teroris di sejumlah wilayah di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan, tanpa revisi undang-undang anti-terorisme diselesaikannya pun, aparat keamanan tetap dapat melakukan penangkapan.

“Sekarang terjadi penangkapan-penangkapan di mana-mana tanpa UU. Ini juga ternyata terjadi penangkapan bahkan penembakan, sehingga kita tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, karena orangnya sudah mati,” tutur dia.

Fadli mengatakan, pihaknya pun menginginkan revisi UU Terorisme segera rampung. Hanya, pembahasan yang masih dilakukan jangan dijadikan dalih untuk menutupi ketidakmampuan aparat keamanan dalam menghadapi aksi teror.

“Kita ingin RUU ini selesai cepat, tapi jangan berdalih karena RUU ini belum selesai kemudian ada tindakan terorisme. Kita tidak ingin itu jadi dalih ketidakmampuan aparat keamanan dalam mengamankan negara kita,” pungkas dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *