Pencegahan penyakit merupakan prinsip fundamental dalam dunia kedokteran. Bahkan, banyak dianjurkan dalam Islam melalui hadits Rasulullah SAW. Prinsip ini juga dikembangkan dalam ilmu kedokteran modern dengan melakukan pendekatan aktif dalam mengantisipasi suatu ancaman penyakit.
Wartapilihan.com, Jakarta –Imunisasi merupakan metode pencegahan penyakit paling efektif dalam ilmu kesehatan masyarakat. Teknik inokulasi merupakan metode imunisasi pertama yang diperhatikan oleh masyarakat muslim Turki di abad ke-18 oleh ilmuwan Inggris dikembangkan lalu dipublikasikan pada tahun 1796.
Ketua Umum Perhimpunan Profesional Kesehatan Muslim Indonesia (PROKAMI) Dr Achmad Zaki, SpOT, MEpid menyatakan, tujuan dilakukan imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah oleh vaksinasi penyakit berbahaya.
“Kami menghimbau agar seluruh muslimin dan muslimat mendukung program imunisasi nasional khususnya kampanye imunisasi Measles dan Rubella saat ini, dan melengkapi imunisasi bagi anggota keluarganya sesuai anjuran,” kata Achmad Zaki di RSCM Jakarta, Sabtu (9/9).
Sebab, dia menilai, keraguan dan penolakan terhadap program imunisasi di masyarakat merupakan suatu ancaman besar bagi kesehatan masyarakat itu sendiri. Menurutnya, penurunan cakupan imunisasi dapat menimbulkan bahaya terpaparnya anak-anak dan masyarakat dengan penularan penyakit berbahaya yang bisa mengancam jiwa.
“Ancaman ini bukan saja dapat menimpa anak kita, namun juga lintas generasi. Umumnya kehawatiran ini timbul akibat kabar angin dan hoax yang tersebar luas di media sosial, yang disebabkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga Yang menaungi masyarakat muslim setelah mengeluarkan fatwa tentang imunisasi yaitu fatwa nomor 4 tahun 2016 dan surat rekomendasi tentang kampanye imunisasi Reasles dan Rubella.
“Maslahah Ammah inilah yang ingin dicapai melalui pelaksanaan program imunisasi. Vaksinasi bukan hanya dilaksanakan di Indonesia namun juga dilaksanakan di lebih dari 190 negara di seluruh dunia, termasuk negara barat dan negara muslim,” jelas Achmad.
Untuk itu, PROKAMI meminta seluruh muslimin dan muslimat para alim ulama dan profesional kesehatan muslim untuk mengikuti panduan dari instansi yang berwenang dan kompeten. Seperti Kementerian Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
“Seluruh masyarakat perlu cerdas dalam menerima apapun informasi, khususnya terkait isu kesehatan dan imunisasi. Pastikan informasi yang didapat berasal dari sumber yang kompeten dan kredibel,” saran dia.
Dia juga mau minta semua pemimpin politik agama dan masyarakat untuk mendukung program imunisasi nasional khususnya kampanye imunisasi Measles dan Rubella. Berupaya mengatasi kendala kultur, agama, politik, dan keamanan dengan cara yang damai dan menghindari perselisihan yang berkepanjangan.
“Agar seluruh anak Indonesia mendapatkan haknya untuk divaksinasi,” tandasnya.
Secara terpisah, founder komunitas Halal Corner (HC) Aisha Maharani mengapresiasi banyaknya orang tua yang vaccine awareness. Artinya, mereka mengkaji dulu apa itu vaksin, kandungan, efek samping, juga kehalalannya.
“Dalam acara tersebut, pembicara dari MUI menekankan halal itu wajib, sedang narsum lainnya hanya berpatokan aman. Bisa dilihat antara MUI dan Kemenkes belum tercipta kesepakatan yang bulat tentang Halal, meskipun UU JPH (undang-undang jaminan produk halal) tahun 2014 sudah ketok palu,” kata Aisha saat dihubungi Warta Pilihan pada Ahad (10/9).
Selain itu, dia menilai kaidah darurat sudah tidak relevan lagi untuk menunda menciptakan vaksin yang halal dan aman. Darurat itu syaratnya hanya berlaku saat itu dan jika membahayakan jiwa. Sedang vaksin digunakan untuk mencegah bukan dalam kondisi terjadi wabah, menafikkan metode pencegahan yang lainnya yang jelas halal seperti perbaikan gizi dan nutrisi, tingkat kesejahteraan masyarakat, edukasi mengenai pola hidup sehat.
“Stop mengatakan mubahnya vaksin dengan kondisi darurat menjadi wajib apalagi dengan adanya pemaksaan, ancaman oleh nakes, sekolah dan aparat setempat terhadap masyarakat,” ungkap Aisha.
“Stop klaim sepihak tentang halal dari pihak nakes, produsen Biofarma dan Kemenkes, ikuti aturan tentang klaim halal dari pemerintah terutama untuk produk yang bersifat massal,” imbuhnya.
Selaras dengan perwakilan MUI, Aisha dan keluarga besar Halal Corner juga mempunyai pandangan yang sama mengenai Imunisasi. Imunisasi pada anak dalam sudut pandang Islam sangat dianjurkan, bahkan bisa menjadi wajib untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan menciptakan generasi bangsa yang sehat dan kuat.
“Tetapi ada dua syarat yang harus terpenuhi. Pertama materi atau bahan yang digunakan untuk imunisasi serta
proses produksinya tidak boleh mengandung ataumenggunakan
unsur yang haram,” ujarnya.
Kedua, harus dipastikan bahwa imunisasi yang diberikan aman dan
sesuai dengan kondisi tubuh anak.
“Memilih imunisasi yang halal dan thoyyib tidak melalui metode vaksin saja tapi metode lain yang juga bisa meningkatkan imunitas diri. Karena halal itu wajib. Halal is our way,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi