Menko Kemaritiman Luhut B. Panjaitan yang melakukan penuturan bernuansa penistaan bahkan pengancaman terhadap tokoh reformasi, Amien Rais karena melakukan kritik terhadap Presiden Jokowi telah membuat gagal paham dunia perpolitikan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Hal tersebut sejatinya amat disayangkan oleh Maneger Nasution, Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Ia mengatakan, penistaan dan pengancaman berpotensi sebagai pelanggaran hukum dan HAM. Meski Amien Rais tidak atau belum melakukan langkah hukum, tindakan Luhut diduga keras sebagai pelanggaran HAM dan perbuatan pidana.
“Penistaan dan pengancaman Luhut itu sebagai bertutur dan perilaku emosional, gagap kritik, penyimpangan kekuasaan, serta kepongahan kuasa pejabat negara,” tutur Maneger, Jum’at, (23/3/2018), di Jakarta.
Maneger menambahkan, kualitas bertutur dan perilaku pembantu Presiden Jokowi seperti ini sungguh memprihatinkan.
“Oleh karena itu ada baiknya Presiden Jokowi berani mengevaluasi Luhut sebagai pembantu Presiden Jokowi. Kenapa? Karena sadar atau tidak bertutur dan berlaku Luhut seperti itu bukan meringankan, tetapi telah menambah beban sosial dan politik pemerintahan Jokowi,” tukas dia.
Ia mengatakan, terlebih, apa yang dilakukan Luhut sudah berulang-ulang terjadi dan tersuguh di publik sebagaimana pembelaan mati-matian soal reklamasi dan lain-lain.
“Peristiwa dugaan penistaan dan pengancaman kepada Amien Rais tak bisa dibiarkan. Ini mengancam masa depan demokrasi. Dimana budaya kritik harus dikelola konstruktif, tidak boleh dibungkam. Publik tidak boleh diancam-ancam. Publik sulit membayangkan, seorang sekelas Amien Rais saja diancam-diancam, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya ketika mengkritik rezim ini,” papar Maneger.
Ia melanjutkan, meski ada perbedaan pandangan antara rezim dengan rakyatnya sendiri, ada cara yang lebih elegan dan beradab dengan mengedepankan dialog untuk menyelesaikan persoalan. “Rezim ini boleh mengundang beliau untuk mendapatkan penjelasan dan data. Selebihnya rezim ini cukup menjawab dengan kinerja. Publik sudah sangat waras menilai mana yang kritik, fitnah, dan hoax,” terang dia.
Para pejabat negara, menurutnya, tidak boleh cepat panic lantas mengeluarkan jurus preman: politik ancam mengancam. Presiden harus mengevaluasi pembantu-pembantunya, lalu menggantinya dengan yang lebih baik.
“Pola tutur dan laku pejabat negara seperti ini bukan saja mengancam masa depan demokrasi dan melanggar hak-hak konstitusional warga negara untuk berkumpul, berekspresi dan berpendapat, tetapi juga menggerus modalitas sosial dan politik Presiden Jokowi yang masih tersisa,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini