“Kami tegaskan, tidak boleh ada lagi orang Papua mengalami gizi buruk!,” ujar President ACT Ahyudin.
Wartapilihan.com, Jakarta –Papua dengan keindahan dan kekayaan alamnya merupakan aset Indonesia yang tidak ternilai harganya. Namun siapa menyangka, walau mereka hidup di bagian bumi yang kaya tiada tara, tapi terpuruk dalam nestapa kemiskinan dan keterbelakangan.
Hal itu tergambar dari Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak akibat kemiskinan dan kelaparan. Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mencatat, setidaknya hingga Rabu (3/2), 71 anak balita meninggal. 66 di antara mereka meninggal karena penyakit campak dan lima anak meninggal dunia karena gizi buruk. Sedangkan 800 lainnya harus menjalani perawatan khusus di Rumah Sakit Kota Asmat.
President ACT (Aksi Cepat Tanggap) Ahyudin menyebutkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) di Papua seperti minyak bumi, tembaga, emas, uranium, dan lain sebagainya harus dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat Papua. KLB gizi buruk dan campak, kata Ahyudin merupakan momentum bangsa terutama Pemerintah untuk lebih serius membangun kesejahteraan Papua.
“Semula kita berfikir untuk mendistribusikan bantuan, membeli dari Makassar. Ternyata, untuk mendapatkan beras ada di Merauke. Merauke bukan hanya lumbung beras Papua, tapi juga lumbung beras nasional. Saya dulu geologi, Papua pulau terbesar di dunia. Jadi setelah Australia ada benua keenam, tetapi kenapa (Papua) disebut pulau,” ujar Ahyudin saat seremonial pemberangkatan Kapal Kemanusiaan.
Meski demikian, ia mengajak seluruh pihak untuk terus membantu saudara-saudara di Papua. Tidak hanya saat emergensi, tapi juga pasca emergensi dengan melakukan recovery (pembaruan) dan empowerment (pemberdayaan) di bidang ekonomi, pendidikan dan sosial.
“Ini bukan sekedar takdir. Siapapun yang mengaku bangsa Indonesia, (tetapi) tidak bersedih atas kejadian di Papua, perlu dipertanyakan rasa nasionalisme-nya,” ungkap Ahyudin.
Bersama rekan-rekan media, ia berharap media dapat mensyiarkan potensi yang ada di Papua guna mensejahterakan masyarakat dengan Sumber Daya Alam-nya. Saat ini, tim medis ACT sudah berada di Agats sejak tiga pekan lalu. Selain Indonesia, ACT turut membantu 42 negara yang mengalami krisis.
“Yang jauh kita bantu, apalagi yang dekat. Kami ingin sekali dapat menyapa saudara-saudara kita di Asmat. Dan kami tegaskan, tidak boleh ada lagi orang Papua mengalami gizi buruk!,” tandasnya seraya mengatakan kejadian tersebut menjadi isu besar di Jakarta.
Kepala Sub Divisi Regional Bulog Kabupaten Merauke, Papua Yudi Wijaya mewakili manajemen Perusahaan Jasa Prima (JP) Logistik Bulog, mengucapkan terima kasih dan apresiasi untuk ACT.
Yudi menjelaskan, Kabupaten Merauke dari target yang ditetapkan oleh Presiden RI, dapat menempati posisi kedua dalam penyerapan beras. Namun, hal itu tidak banyak disadari oleh staff Panglima TNI, Kementerian dan lintas instansi.
“Mereka tidak membayangkan bahwasanya petani di Merauke menggunakan alat bajak modern. Para petani disini sudah menggunakan joinder. Termasuk memanennya menggunakan mesin,” ucap dia.
Pihaknya, ke depan bersama ACT akan terus menjalin sinergi untuk pemasokan beras di 5 Kabupaten se-Papua. “Melalui President (ACT) Ahyudin kami siap mengadakan beras dengan 17 mitra kerja Bulog,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, anggota DPRD dari Fraksi PKS Kusmanto merasakan keprihatinan yang mendalam atas KLB gizi buruk dan campak. Ia memastikan, pihaknya terus melakukan sinergi kepada beberapa elemen guna mengatasi hal tersebut.
“Saya sudah sampai di Asmat dan beberapa kampung kami pastikan sudah ditangani baik. Disana ada tim terpadu yang diketuai Danrem. Semua sudah bergerak, untuk melakukan imunisasi dan mendistribusikan bantuan dari pemerintah maupun masyarakat,” tuturnya.
Diketahui, pada tahun2017, dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua mencapai Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun untuk Provinsi Papua Barat. Jumlah ini meningkat pada 2018 menjadi Rp 12,3 triliun, yakni Rp 8 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 4,3 triliun untuk Provinsi Papua Barat. Merespon hal itu, Kusmanto meminta kepada Pemerintah Daerah Papua untuk melakukan kajian ulang.
“Terkait alokasi dana Otsus, kami mengusulkan ke Kabupaten Kota untuk melakukan evaluasi pelaksanannya di lapangan. Untuk Asmat, 80 persen sudah kita alokasikan. Asmat beda dengan daerah lain, medannya berat dan biaya tinggi. Saya kira ke depan jadi perhatian kita semua, bagaimana infrastruktur perhubungan air bisa di perbaiki. Ini penting,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi