Secara konsekuensi logis, jika APBN naik, maka permasalahan mendasar yang menyangkut kesejahteraan bangsa Indonesia belum tuntas.
Wartapilihan.com, Jakarta –Kepuasan atas kinerja Jokowi sebagai Presiden tampak mengalaml fluktuasi yang cukup besar dalam satu setengah tahun awal pemerintahannya. Namun sejak Maret 2016, kepuasan atas kinerja Jokowi secara konsisten mengalami peningkatan, dan dalam setahun terakhir approval rating terhadap Jokowi terlihat stabil. Jika pun ada, fluktuasi cuma tidak signifikan dan masih dalam rentang error survei. Hal senada juga ditunjukkan oleh tingkat kepercayaan publik pada presiden Jokowl yang dianggap mampu memimpin bangsa ini, sejak Maret 2016 stabil di atas 70%.
“Ini sebuah modal psiko-politik penting sebagai dukungan politik pada kepemimpinan nasional, terlepas dari banyaknya polemik yang dihadapi bangsa ini,” hal itu disampaikan Peneliti Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis temuan survey di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10).
Menurut dia, masalah paling mendesak yang berkaitan dengan kepentingan warga umumnya, di manapun, terkait dengan masalah ekonomi. Namun, jelas Burhanuddin, evaluasi warga terhadap kondisi ekonoml nasional di bulan September menunjukan hal positif. Yang menyatakan kondisi ekonomi sekarang Iebih baik dibanding tahun lalu lebih banyak dari yang mengatakan lebih buruk. Kondisi ini bertahan sejak awal tahun 2016, dan bahkan hingga saat ini kecenderungannya semakin positif.
“Pemenuhan kebutuhan pokok, berobat, pendidikan, jumlah pengangguran, jumlah orang miskin, lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan secara umum masih belum positif. Di isu-isu ini maslh lebih banyak yang menilai tldak ada perubahan atau bahkan semakin negatif. Namun, penilaian yang semakin positif saat ini dibanding tahun lalu tampak mengalami peningkatan. Ini penting untuk diketahui karena publik merasakan perbaikan tersebut,” ujarnya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Nizar Zuhro dalam kesempatan sama menyatakan, Presiden Jokowi terlalu terlampau jauh dari ekspektasi yang dijanjikan pada kampanye Pilpres tahun 2014 silam. Pasalnya, masyarakat mengalami kesulitan dalam berbagai hal. Diantaranya kenaikan TDL (tarif dasar listrik), harga kebutuhan pokok meningkat, subsidi energi naik, dan sulitnya mendapatkan kesempatan pekerjaan.
“Saya mengasumsikan kemiskinan kita justru naik dua kali lipat. Kalau dikatakan PPN (pajak pertambahan nilai) meningkat, iya karena digabung dengan pajak PNS dan proyek infrastruktur. Seharusnya dipisah. Kemudian Pak Jokowi menjanjikan 10 juta lapangan pekerjaan, realisasinya baru sekitar 3,89 juta, itupun minus 20 persen,” papar Nizar.
Dia mencontohkan, Malaysia dengan jumlah penduduk sedikit, angka pertumbuhan ekonominya mencapai 6,8%, Filipina 6,7%, India 7%, sedangkan Indonesia dengan kekayaan SDA dan potensi maritim sangat luas hanya 5,2%.
“Padahal dia (Jokowi) punya potensi mengelola APBN. Seharusya pemerintah membuat disparitas, tidak ada kesetaraan. Satu sisi, kemiskinan menurun, tapi anggaran kemiskinannya naik. Jadi potret kemiskinan dilihat dari APBN, kalau APBN naik patut dipertanyakan,” terangnya kepada Wartapilihan.com.
Nizar mengembalikan hasil survey yang dikeluarkan IPI kepada masyarakat. Sebab yang dikembangkan adalah persepsi, tidak base on data. Kendati demikian, Presiden Jokowi dapat mengejar target pembangunan di dua tahun waktu tersisa.
“Karena pemilu 2019 serentak, maka arahnya akan berputar ke keserentakan itu . Saya kira semua kader partai akan terfokus ke Pilpres nanti untuk pembangunan demokrasi yang lebih baik,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi