WARTAPILIHAN.COM, Jakarta. Seorang wartawan berkata: ”Tidak perlu kaya untuk bisa merasakan tidur di hotel berbintang lima, tak perlu jabatan tinggi untuk bisa bertemu seorang menteri, tak perlu terkenal untuk bisa bercengkrama dengan seorang selebritis, tak perlu senjata untuk membuat penjahat ketakutan.” Kutipan ini disampaikan oleh Muhammad Pizaro, jurnalis yang sudah 7 tahun berkiprah di bidang jurnalistik, pada hari ini (3/6) di Islamic Journalist Class, sebuah Grup WhatsApp yang beranggotakan hingga 255 orang.
Namun demikian, bagi seorang jurnalis Muslim, menurutnya, semua itu bukanlah tujuan, melainkan hanya akibat. Tujuan hakiki sebagai seorang jurnalis ialah berdakwah. “Jurnalistik hanya diposisikan sebagai alat/sarana/media untuk menegakkan kalimat Allah, menyeru kepada yang makruf, dan mencegah hal-hal yang mungkar,” ungkap Pizaro.
Pizaro menjelaskan definisi jurnalistik Islami menurut Asep Syamsul Romli dalam buku Jurnalistik Dakwah: Visi-Misi Dakwah Bil Qolam, “Jurnalistik Islami dapat dimaknakan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam,” jelasnya.
Wartawan kelahiran Minang ini pun menjelaskan bagaimana tugas seorang jurnalis nuslim. Ia mengutip surat Al Ahzab [33]: 45 -47. “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan membawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk menyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya, dan untuk menjadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.”
“Pada ayat di atas, dapat disimpulkan tugas seorang jurnalis Muslim adalah, pertama, memberi pembuktian (syahidan), berupa sarana pengungkap fakta kepada publik dan memberi kesaksian, tentang hal-hal yang baik maupun yang buruk. Yang baik untuk dicontoh, yang buruk untuk ditinggalkan dan dijauhi,”
“Kedua, memberi berita gembira (mubassyiran) kepada masyarakat akan keberuntungan yang diperoleh orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah. Yang dimaksud memberi kabar gembira ialah menyampaikan tentang janji-janji Allah dan Rasulnya; tentang kemuliaan, kejayaan, dan kebahagiaan yang akan diperoleh setiap Muslim, baik di dunia maupun di akhirat,” lanjutnya.
Adapun ciri-ciri seorang jurnalis muslim ialah cerdas, shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya) dan tabligh. Cerdas yakni mesti memahami, dengan siapa ia berbicara, juga kecermatan dalam menggali informasi. Sedangkan shiddiq, papar Pizaro, mesti menyampaikan berita secara benar dan tidak boleh mencampurkan opini walau hanya satu kata; Amanah yakni menjaga nama baik narasumber dan melakukan pemberitaan secara berimbang; dan tabligh, yakni dengan mengatakan yang Haq adalah yang Haq, dan yang batil adalah batil.
“Seorang jurnalis Islam tidak boleh takut untuk menyuarakan kebenaran jika itu demi kemaslahatan umat dengan ditunjang data-data yang dapat dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Reporter: Eveline Ramadhini