Menanti Babak Penyisihan Setnov

by
Foto: Zuhdi

“Yang mengerikan adalah munculnya nama baru dimana sebelumnya tidak disebutkan oleh terdakwa Irman dan Sugiarto,” ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho.

Wartapilihan.com, Jakarta — Pernyataan terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto yang menyebut nama Menteri Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat sidang di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) beberapa waktu lalu membuat publik bergema.

Pasalnya, kedua nama tersebut tidak disebutkan oleh terdakwa Irman dan Sugiarto. Selain Puan dan Pramono, mantan Ketua DPR RI itu menyeret nama Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Melchis Markus Mekeng, Chaeruman Harahap, Mirawan Amir, Tamsil Linrung, Arif Wibowo, dan M Jafar Hafsah.

Peneliti ICW Emerson Yuntho menuturkan, kesaksian Setnov bukanlah babak baru, melainkan babak penyisihan. Sebab, dari 72 nama yang disebut Irman dan Sugiarto, KPK baru memeriksa 8 terduga.

“KPK wajib menelusuri pernyataan dan fakta dari Pak Novanto. Dalam konteks korupsi tidak ada kata partai oposisi dan partai pemerintah. Makanya, saat distribusi (dana korupsi), mereka (pelaku) membuat semua pihak kecipratan. Contohnya, korupsi Kementerian PUPR. Hampir semua anggota komisi lima (V) mendapat bagian,” ujar Yuntho dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3).

Senada hal itu, Kepala Departemen Politik DPP PKS Pipin Sopian mendukung lembaga anti rasuah tersebut menelusuri nama-nama yang disebutkan terdakwa kasus e-KTP dalam persidangan. Kendati ancaman kriminalisasi, wacana pembubaran KPK dan serangan menghujam KPK. Ia meminta KPK tidak tebang pilih dan menjatuhkan hukuman setimpal. Beranikah KPK?

“Bukan berani atau tidak, KPK wajib memproses pengaduan itu. Meskipun proses kriminalisasi akan dihadapi. Semua nama harus dibuktikan, diungkap dan diadili tanpa terkecuali. Jangan sampai kasus ini dipetieskan dan pilih kasih. Publik harus percaya dengan KPK,” ungkapnya.

Ia menilai, disebutnya Puan Maharani dan Pramono Anung dalam persidangan korupsi e-KTP merupakan ujian pemerintah Jokowi dalam implementasi penegakan hukum. Selain itu, dalam 9 agenda Nawacita agenda prioritas adalah komitmen menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

“Kami selalu mendukung KPK selama memiliki bukti yang jelas dan tidak ada order politik. Jangan sampai ada oknum di belakang yang menintervensi KPK,” tegasnya.

Kepala Bidang Hukum DPP Gerindra Habiburrokhman menyatakan, testimonium di auditu (kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain) sudah berubah setelah putusan MK Nomor 65/PUU-XV/2011 yang merubah saksi dari yang harus mendengar, melihat, mengalami sendiri menjadi relevan atau tidaknya kesaksian menjadi tidak selalu (relevansi).

“Artinya, kesaksian Pak Nov (Setya Novanto) tidak bisa diabaikan begitu saja. Mudah sekali untuk melakukan penelusuran hukum. Sebab, jika korupsi tidak diberantas dan terus bergulir, maka betul apa yang dikatakan Pak Prabowo. Indonesia 2030 akan bubar. Bahkan bisa lebih cepat,” katanya.

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ini melihat ada pola keanehan pada diri Novanto sejak diperiksa KPK beberapa bulan silam. Awalnya, fase dimana Setnov menghalangi penyidikan dengan berbagai dramaturgi, sampai fase kooperatif. Yaitu mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).

“Saya pikir (kesaksian Novanto) tidak bisa disampaikan begitu saja. Tren pembuktian akan menjadi puzzle yang terungkap siapa aktor besarnya. Kita semua tidak dapat memperlakukan ini seperti hal biasa. Karena itu, saya mengajak semua untuk optimis melawan korupsi dan menyelamatkan Indonesia,” pungkasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *