Meikarta, ‘Kota Impian’ untuk Siapa?

by
https://i1.wp.com

Sedikit mengganti channel televisi, Anda akan disuguhi sebuah iklan yang  menjual sebuah kota impian, Meikarta. Sekelibat membuka koran, Anda akan melihat iklan baris tentang Meikarta. Untuk siapa kota impian ini?

Wartapilihan.com, Jakarta –Meikarta hadir dengan segala kemegahan yang ditawarkan. Terletak di daerah Cikarang, Meikarta berslogan “Jakarta Baru” yang menelan biaya investasi proyek hingga Rp. 278 Triliun.

Tapi, bagi Yusuf Wibisono, seorang pakar ekonomi, ia mengatakan, Meikarta justru pola pembangunan yang konvensional yang menyandang eksklusivitas, materialistik serta hanya berfokus pada ruang fisik kota. Dampaknya, justru hanya menciptakan segregasi sosial yang semakin menguat antara ‘si kaya’ dan ‘si miskin’.

“Dari sudut pandang urban development, meikarta adalah pola pembangunan kota konvensional lama ‘cosmopolis’ yang eksklusif, materialis, hanya berfokus pada ruang fisik kota dan menciptakan segregasi sosial antar kelompok ekonomi kuat dan lemah,” ungkap Yusuf kepada Warta Pilihan.
Ia menambahkan, adalah hal yang musykil Meikarta dapat menjangkau masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya, pasti perusahaan properti ini akan mengambil margin yang besar yang hanya dimiliki kalangan menengah atas.

“Secara teknis ekonomi, residential estate seperti Meikarta ini tidak akan pernah masuk ke segmen bawah, tidak akan menguntungkan bagi developer, mereka hanya akan tertarik ke segment menengah-atas dimana mereka bisa mengambil margin keuntungan yang cukup besar,” tandas Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini.

Kota impian ini rupanya memang seperti mimpi. Hal ini dinyatakan oleh Hersubeno Arief, seorang konsultan media dan politik. Ia merujuk pada berbagai fakta mengenai luas Meikarta yang dijanjikan sebanyak 500 hektar.

“Sejauh ini Lippo kabarnya sudah menguasai tanah seluas 360 hektare di kawasan Cikarang, Bekasi. Mereka sudah mengajukan perizinan seluas 140 hektare dan yang diperkenankan untuk pemukiman, hanya 84 hektare. Jadi hanya 16.8% dari luas lahan yang dijanjikan dalam brosur,” papar Hersubeno, yang ia tulis pada Selasar.com, baru-baru ini.

Mulai dari sini, Hersubeno mengatakan, sudah terlihat keanehan, lebih tepatnya misteri dari kota Meikarta. “Mereka menjual sebuah “kota” yang lahannya saja belum jelas dan izinnya belum ada,” kritik Hersubeno.

Terlebih lagi, RDTR Pemkab Bekasi yang ajukan izin membangun turut langsung ditolak oleh Pemprov Jabar. “Apa alasannya? Untuk apa alih fungsi itu dan di mana penggantinya?” kalau itu Wagub Jabar Deddy Mizwar yang juga kepala badan koordinasi dan penataan ruang daerah (BKPRD) mempertanyakan.

“Pemprov Jabar, tegas Deddy, tidak anti-investasi. Namun, semua aturan harus ditaati dan ditegakkan. Jika semua pemilik modal dibiarkan membangun tanpa mengindahkan peraturan, maka pembangunan suatu kota atau daerah akan menjadi kacau,” papar dia.

Bukan hanya masalah luas lahan dan juga perizinan. Hersubeno menjelaskan, munculnya sebuah kota di kawasan tersebut menyalahi rencana tata ruang metropolitan Bodekarpur (Bogor, Depok, Karawang, Puncak Cianjur).

“Bodebekarpur merupakan satu kawasan metropolitan yang titik beratnya adalah kawasan industri. Mayoritas industri manufaktur Indonesia berada di Jabar, sebagian besar berada di Kabupaten Bekasi. Kalau tiba-tiba kemudian menyembul sebuah kota baru di kawasan itu, jelas akan merusak tata ruang. Selain itu, dari sisi konsumen juga akan sangat dirugikan,” imbuhnya.

“Kawasan industri punya dampak lingkungan yang serius terhadap kawasan pemukiman di sekitarnya. Implikasinya pada polusi udara, pencemaran air tanah karena limbah industri, tingkat kebisingan suara dan masalah transportasi; juga banyaknya kendaraan angkutan berat yang melintas,” pungkas Hersubeno.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *