“Kami memiliki prinsip, ketika membangun Pondok ini dilandasi karena menolong agama Allah, pasti ditolong oleh Allah,” ujar pimpinan Pesantren eLKISI Ustaz Fathur Rahman.
Wartapilihan.com, Mojokerto —Pepohonan rimbun nan lebat mengelilingi salah satu pesantren yang berada di Desa Mojorejo, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Syahdunya muraja’ah hafalan santri ditemani kicauan burung dan kesejukan udara pagi menghiasi masjid Pesantren.
Berdiri di atas tanah 9 hektar hasil dari infak dan wakaf para jamaah. Pondok Pesantren Islamic Center (PPIC) eLKISI kini mempunyai santri kurang lebih 500 santri yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. eLKISI lahir seiring makin kompleknya problematika keumatan di negeri ini.
Seperti hegemoni pendidikan sekuler, materialistik pada kerusakan aqidah, dekadensi akhlak, hingga minimnya para penyeru kebaikan (da’i). eLKISI sebagai pesantren yang berbasis edukasi dan sosial keummatan, sejak berdirinya pada tahun 2010 silam, ingin lebih banyak berperan aktif dalam proses kaderisasi ummat tanpa meninggalkan peran penting lainnya, yakni sosial keummatan.
Usai melaksanakan shalat Subuh berjamaah, Senin lalu, berkesempatan khusus untuk mewawancarai Pemangku Pesantren/Direktur PPIC eLKISI KH. Fathur Rohman. Berikut kutipannya:
Ustaz bagaimana suka duka ketika awal mendirikan pesantren eLKISI?
Awalnya, tidak ada yang menyangka akan terbangun Pesantren seluas 9 hektar ini. Saya bersama beberapa jamaah 26 tahun lalu di Sidoarjo, Mojokerto, Gresik dan wilayah-wilayah se-Jawa Timur melakukan pembinaan secara berkala. Sehingga, pada tahun 1990, saya ditugaskan oleh Dewan Da’wah di daerah Banyuwangi Selatan.
Kala itu, kami berpikir jika pembinaan (ummat) hanya dilakukan oleh segelintir orang, maka suatu saat akan habis. Sehingga kami memutuskan untuk balik kandang dan membuat regenerasi, agar kaderisasi ini tetap berjalan dengan baik. Satu-satunya jalan, kami harus merintis bagaimana dibentuknya Pesantren.
Namun, tidak serta merta saat itu berdiri Pesantren. Kami terus melakukan pembinaan jamaah dan bergerak secara aktif dalam misi kemanusiaan. Mulai dari Tsunami Pancer Banyuwangi (2002), Tsunami Aceh (2004) tanah longsor Jember (2005), banjir di Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Pasuruan (2008-2009), Gempa Bumi Bantul Jogja (2006), Lapindo (2006), Gempa Padang Pariaman (2009) Gunung Meletus Merapi (2010), dan Erupsi Gunung Kelud (2014).
Targetnya, ketika datang ke tempat musibah, kami harus punya saudara baru di sana, kalau perlu jamaah binaan. Sehingga, proses silaturahim ini menjadi melebar tidak hanya di Jawa Timur. Termasuk peristiwa Ambon tahun 1996, kami membentuk Kosmam (Komite Solidaritas Muslim Ambon-Maluku). Dan ini salah satu magnet masyarakat mengenal eLKISI. Pada 2008, kami mulai melakukan penggalangan untuk membangun Pesantren.
Apa yang menjadi prioritas pembangunan saat itu Ustaz?
Nah, kami menyadari bahwa mayoritas jamaah adalah orang tua. Maka terpikirlah untuk membangun Pesantren lansia. Setelah itu, kami jumpa dengan Ustaz Tamat Anshori. Beliau menyetujui rencana kami, namun memberikan kami masukan agar menyiapkan kaderisasi selanjutnya.
Bagaimana penggalangan untuk merealisasikan rencana itu?
Kami membuat program penggalangan wakaf meteran yang dimulai sejak tahun 2005 dan alhamdulillah mendapatkan banyak respon serta berhasil mengumpulkan ribuan meter persegi. Sampai kami dapat membeli 1 hektar atau sekitar 8.000 meter.
Modal kita saat itu hanyalah semangat. Dan terbukti, tidak memiliki apa-apa, dengan modal semangat itu, Allah memberikan 8000 meter persegi. Bismillah, pada 20 Januari 2010 pendirian Pesantren dilakukan. Teman-teman kami kumpulkan, dan modal saat itu hanya Rp 5 juta. Lima juta itu untuk membuat proposal saja, jumlahnya 2.000 eksemplar.
Saya menargetkan Proposal harus habis dalam waktu sepekan. Cukup berat bagi teman-teman. Karena bagi saya, kalau dalam seminggu 2.000 proposal habis, maka minimal dua ribu orang mengenal pesantren eLKISI. Setelah kalkulasi, ternyata mencari Rp 300 juta dengan 2.000 proposal tidak sulit.
Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar Pesantren?
Pelibatan masyarakat saat itu tetap kita lakukan. Bahkan dari Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, dan Jember kita hubungi Pesantren akan melakukan pengecoran tanggal sekian, mereka datang. Karena ada karakter jamaah kita ketika dimintai sumbangan dana tidak mampu, tetapi sumbangan tenaga mereka mampu. Prinsipnya, keberadaan kita harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Saya tidak tidak menginginkan pondok pesantren ini eksklusif. Hanya mementingkan dirinya sendiri, bukan orang lain. Prinsip itu kami tanamkan kepada para asatidz dan santri. Sehingga, kita punya program peduli kepada masyarakat. Ada delapan rumah yang kami bedah. Mulai dari pembangunan fondasi sampai interior yang ada di dalamnya.
Kami memiliki prinsip, ketika membangun Pondok ini dilandasi karena menolong agama Allah, pasti ditolong oleh Allah. Begitu sepekan kami mengurusi korban (letusan gunung) Kelud, ada jamaah yang menghubungi dan memberikan satu miliar untuk pembangunan Pesantren. Pembangunan Pondok ini cepat bukan karena kita kaya, tapi karena kita mengkomunikasikan kepada jamaah.
Bagaimana menjaga ritme komunikasi kepada jamaah dan wali santri?
Kami memiliki forum rapat kerja tahunan. Kita kumpulkan para asatidz, jamaah dan wali santri menjadi satu memikirkan bagaimana pembangunan Pesantren ke depan. Artinya, Pesantren eLKISI tidak hanya fokus mengurusi Pesantren pada umumnya, tetapi kami juga mengurusi masalah keumatan. Seperti jalan rusak, kebutuhan masyarakat, perbaikan mushola, termasuk ide tahfidh maudlu’i (hafalan tematik).
Bagaimana rencana pengembangan Pesantren eLKISI di daerah lain Ustaz?
Beberapa tahun lalu banyak orang yang menawarkan seperti ini di Malang, Madiun dan beberapa tempat lain. Namun, jika wakaf ini diberikan dan sifatnya memaksa untuk disegerakan, kami belum berkenan. Sebab, jika di induk ini belum kelar, kami ekspansi kemana-mana, mungkin nama eLKISI dimana-mana. Tapi secara kualitas tidak ada. Proses kaderisasi harus kita kuatkan, penyiapan SDM dimaksimalkan, jika semuanya sudah siap, baru kita sebar.
Apa saja kekhasan para alumni eLKISI yang menjadi karakteristik?
Anak-anak ini kami siapkan dengan tahfidh maudlu’i-nya. Karena dengan modal tahfidh maudlu’i mereka akan siap melakukan tugas-tugas dakwah di mana pun. Walaupun anak SMP, kita kirim 150-200 anak berdakwah di daerah-daerah terpencil, pedalaman dan terluar. Yang dinamakan dengan kegiatan praktek dakwah ramadhan (PDR).
Jadi anak-anak ini sudah biasa berdakwah di daerah Singkawang, Tarakan, Papua, Fak-Fak, dan daerah yang memiliki krisis iman. Menurut kami ini sangat efektif sekali, membentuk mental anak-anak.
Bagaimana koneksi kelanjutan pendidikan santri ke depan?
90 persen lebih santri ingin menjadi pengusaha ketika lulus pesantren. Ada yang ingin menjadi PNS dan TNI. Akhirnya, untuk SMA program aktif pembelajaran mereka hanya dua tahun saja. Selebihnya ulumuddin dan entrepreneur. Mereka harus bisa menciptakan produk dan menjualnya juga. Orang tua kita yakinkan, ini sudah keputusan lembaga. Pesantren ini bukan teko, tapi toko.
Teman-teman pengusaha SBC (sukses and berkah community) sudah membantu kita, sehingga anak-anak kelas XII nanti akan menggunakan kurikulum itu. Yang lebih antik lagi, untuk tahun depan santri kelas XI tidak boleh menerima uang saku lagi dari orang tua. Caranya, nanti kita siapkan program penunjang. Apakah nanam jamur, sayur, berternak ayam, atau menjual makanan di toko.
Mereka yang ingin kuliah, kita arahkan dan kita siapkan baik di dalam maupun di luar negeri.
Program PDR ke Singapura, bagaimana skema kerjasama dan apa targetnya?
Kami punya teman disana. Ada yang ditempatkan di Madrasah, sebagian di masjid. Mereka (para santri) juga melihat bagaimana manajemen masjid di sana. Artinya kita menanamkan kepada santri bahwa berdakwah tidak melulu di mimbar. Ceramah bukan hanya berdakwah, tapi juga dapat dilakukan dengan cara variatif.
Termasuk mereka juga harus membuat rencana program kerja dakwah. Seperti pemetaan daerah, topografi dan memahami fiqhud dakwah.
Apa pesan untuk para santri Ustaz?
Pertama, jadilah orang yang bermanfaat. Kedua, jadilah penolong agama Allah. Ketiga, harus bersungguh-sungguh. Keempat, harus yaqin, optimis dan tawakkal. Kelima, harus menjadi yang terbaik.
Ahmad Zuhdi