Selain di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan, aksi ini serentak juga dilakukan di 10 provinsi lain, seperti Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Semarang), Banten (Serang), Jawa Timur (Surabaya), Kalimantan Selatan (Banjarmasin), Kepulauan Riau (Batam), Aceh (Banda Aceh), Makassar, hingga Gorontalo.
Wartapilihan.com, Jakarta – Meski Covid-19 masih menjadi pandemi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (17/2). Aksi lapangan ini diikuti puluhan orang dengan protokol kesehatan. Selain aksi lapangan, KSPI juga melakukan aksi virtual di media sosial dengan melibatkan puluhan ribu buruh.
Presiden KPSI Said Iqbal menyampaikan, dalam aksi ini, KSPI menyerukan # dan #LawanKorupsidiManapun. “Kami juga meminta direksi untuk menghentikan dulu retorika tentang indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, supaya tidak menjadi polemik yang semakin berkepanjangan,” kata Said Iqbal.
“Kalau disebutkan dana buruh aman, pasti aman. Karena dana yang dikeloa BPJS cukup besar. Karena setiap bulan dana buruh masuk. Sehingga kalau ada dugaan korupsi sebesar 20 T memang kecil jika dibandingkan dengan dana BPJS yang mencapai 500 T. Sehingga tidak akan mengganggu keuangan secara keseluruhan,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.
“Tetapi yang kita persoalkan adalah adanya potensi kerugian sebesar 20 T di BPJS Ketenagakerjaan. Buruh pasti akan bereaksi, karena ada uang mereka di sana,” tegasnya.
KSPI, kata Said Iqbal, sudah mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung agar sungguh-sungguh dalam menangani kasus ini. Surat juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo.
“Kami percaya Presiden Jokowi akan memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” lanjutnya.
Selain di BPJS Ketenagakerjaan, besok (Kamis, 18 Februari 2021) KSPI akan melakukan unjuk rasa di Kejaksaan Agung.
“Dalam aksi nanti, kami meminta Kejaksaan Agung untuk terus melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Sekecil apapuin kalau ada temuan, harus dibawa ke persidangan,” kata Said Iqbal.
“Jangan hentikan penyidikan hanya dengan kalimat ini adalah resiko bisnis,” tegasnya.
Apalagi, kerugian di BPJS Ketenagakerjaan terjadi selama tiga tahun. Ini bukan sekedar salah kelola, karena mana mungkin selama tiga tahun berurut-turut kesalahan dibiarkan?