Ketua Umum DDII: Perppu, Sumber Masalah

by
https://4.bp.blogspot.com

“Sebaiknya pemerintah memperjelas tentang maksud dari paham yang bertentangan dengan Pancasila supaya tidak menimbulkan multi tafsir dan kesewenang-wenangan di kemudian hari,” ujar Yusril.

Wartapilihan.com, Jakarta –Menyikapi keputusan parlemen pada sidang paripurna 28 Oktober mendatang mengenai peraturan pengganti perundang-undangan (Perppu), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) melakukan audiensi dengan Komisi II DPR RI.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) tersebut, Ketua Umum DDII Mohammad Siddik mengatakan, penetapan Perppu dengan alasan kegentingan memaksa tidak beralasan, karena tidak
terdapat ancaman nyata yang membahayakan negara seperti perang maupun separatisme yang melumpuhkan penyelenggaraan negara. Selain itu pula tidak ada bencana alam atau kerusuhan yang menjadikan penyelenggaraan negara terhambat.

“Bukti tidak terdapat kegentingan yang memaksa adalah hingga saat ini DPR atau MK belum memutus keabsahan Perppu tersebut,” kata Mohammad Siddik di Komplek Parleme, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/10).

Bahkan karena hal itu, tambah Siddik, Perppu menjadi sumber masalah baru dengan berpecah belahnya masyarakat di bawah secara tajam dan rentan menjadi bencana sosial, seperti pertikaian DR. Eggi Sudjana, S.H., M.Si. dengan Romo Frans Magnis Suseno yang masuk ke ranah hukum pidana.

“Secara tidak langsung pemerintah sedang membungkam ormas secara subjektif. Akhirnya hal itu menimbulkan ketakutan terhadap ormas dalam kegiatan dakwah. Sebab, pemerintah memberi cap bahwa ormas tersebut anti Pancasila,” tegas mantan Vice Presiden Bank Pembangunan Dunia itu.

Siddik menilai, rumusan frasa paham lain dari penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf c Perppu 2/2017 rentan disalahgunakan pemerintah untuk membubarkan Ormas Islam sehubungan dengan dakwah yang berkaitan dengan kehidupan madani masyarakat Islam, yang dapat dicap bertentangan dengan Pancasila
atau UUD 1945.

“Kami khawatir Ormas yang dianggap memiliki paham lain, dibubarkan kapanpun tanpa parameter yang
jelas, dan menimbulkan kerusakan parah terhadap pengurus atau anggota Ormas yang dibubarkan tersebut. Sebab dapat dilabel sebagai pengurus atau anggota Ormas,” tegas Siddik.

Sementara itu, Azyumardi Azra menyatakan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sangat diperlukan. “Perppu ini memang diperlukan, Undang-undang ini diperlukan. Ini menyangkut persoalan eksistensial bagi negara dan bangsa Indonesia,” ujar Azyumardi.

Dia memaparkan bahwa kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang terkait dengan Islam biasanya terkait dengan masalah politik, sementara agenda-agenda keagamaannya sendiri kurang begitu menonjol.

“Sementara kalau ada kekhawatiran bahwa ormas-ormas lain akan menjadi target, itulah peran dari civil society (masyarakat sipil). Kita harus memantau pemerintah dalam hal ini. Saya melihat bahwa Perppu ini atau undang-undangnya nanti sangat kecil sekali kemungkinannya untuk bisa mendorong munculnya kembali otoritarianisme di Indonesia. Karena kalau menyangkut perkembangan politik dan demokrasi kita, maka kita telah sampai pada titik yang tidak mungkin kembali ke otorianisme,” paparnya.

Merespon Azyumardi, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, yang menjadi persoalan adalah apakah cukup tentang hal ihwal kegentingan memaksa, yang menjadi latar belakang pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 itu.

“Nasib Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Presiden, saat ini tergantung pada dua lembaga negara. karena menurut Undang-Undang Dasar, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Kalau disetujui akan disahkan menjadi Undang-Undang, kalau ditolak harus dicabut dan tidak ada alternatif ketiga, misalnya diamandemen dahulu sebelum disahkan menjadi undang-undang,” tutur Yusril.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyarankan agar Perppu ini ditolak dan pemerintah mengajukan RUU atau DPR mengajukan RUU, hanya untuk memangkas kewenangan dari pengadilan.

“Sebaiknya pemerintah memperjelas tentang maksud dari paham yang bertentangan dengan Pancasila supaya tidak menimbulkan multi tafsir dan kesewenang-wenangan di kemudian hari,” tandasnya.

Sebagai informasi, RDP ihadiri oleh PP Matlaul Anwar, PP Persatuan Umat Islam (PUI), PP Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Persatuan Islam (Persis), dan Aliansi Ormas Islam se-Provinsi Banten, didampingi oleh para Advokat dari Tim Advokasi GNPF Ulama selaku kuasa hukum dari sejumlah Ormas Islam dalam pengujian Perppu Ormas.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *