Aliansi Perempuan Peduli Indonesia (ALPPIND) akan fokus menggarap pembangunan ketahanan keluarga
Wartapilihan.com, Jakarta –Para muslimah di masa Rasulullah mengambil peran sebagai inisiator dalam pemberdayaan perempuan, turun langsung mengambil peran di lapangan nyata, memberikan sumbangan pemikiran dan pandangan konstruktif yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan strategis dalam perjuangan dan kebaikan umat saat itu.
Hal itu disampaikan Ketua ALPPIND Ustazah Athifah Hasan dalam pelantikan pengurus ALPPIND masa bakti 2018-2023 di bilangan Kemanggisan, Jakarta Barat, Sabtu (5/5).
Ormas Aliansi Perempuan Peduli Indonesia (ALPPIND) lahir sebagai wujud kecintaan terhadap Indonesia, melalui Ormas ini, sejumlah aktivis perempuan berhimpun dalam satu barisan menjadi bagian dari salah satu eIemen perekat persaudaraan dan dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia yang bermartabat
“Salah satu target dibentuknya ALPPIND yaitu menjadi pilar masyarakat dalam sosial kontrol yang berfungsi memberikan masukan dan pandangan atas kebijakan-kebijakan diskriminatif, serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang terabaikan, khususnya masalah pembangunan keluarga,” kata Athifah.
Ia menjelaskan, Aliansi Perempuan Peduli Indonesia akan fokus menggarap pembangunan ketahanan keluarga. Menurutnya, keluarga adalah subsistem yang paling mendasar dari subsistem sosial terbesar yakni negara.
“Kami menyakini, ketika semua keIuarga memiliki ketahanan, maka akan memberikan sumbangan terbesar dalam pembangunan ketahanan bangsa. Saat ini, Indonesia dalam kondisi darurat keluarga yang ditandai dengan semakin kompleksnya permasalahan anak dan tingginya angka perceraian,” tuturnya.
Karena itu, ALPPIND mengajak berbagai pihak memiliki paradigma upaya penguatan dan pengokohan perempuan dalam mengatasi segala bentuk hambatan bagi perempuan guna mencapai haknya yang fitri, tanpa membenturkan peran publik dan domestik.
“Perempuan harus memahami kemitraan dengan laki-laki, tanpa menuntut sebuah kata kesetaraan yang tiada batas, serta memiliki komitmen kesadaran membangun pola relasi hubungan antara lelaki dan perempuan secara harmonis, tanpa perlu merasa menjadi saingan,” jelasnya.
ALPPIND mengingatkan pemerintah dan lembaga legislatif agar pembangunan ketahanan keluarga menjadi basis daIam kebijakan pembangunan Indonesia dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan.
Sebab, kata Athifah, pembangunan SDM berkualitas dimulai di dalam keluarga, untuk itu negara harus hadir melalui komitmen kebijakan yang jelas keberpihakannya terhadap keluarga, sehingga setiap keluarga dapat menjalankan fungsi-fungsinya.
“Kami mengusulkan kepada Pemerintah untuk merubah status kementerian untuk ditingkatkan menjadi kementerian teknis, dan mengubah nomenklatur Kementerian menjadi Kementerian Pembangunan Ketahanan Keluarga. Sehingga tidak memisahkan antara Iaki laki, perempuan dan anak, karena semuanya menjadi satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan, yang disebut keluarga,” paparnya.
Aliansi Perempuan Peduli Indonesia juga mendesak Pemerintah maupun legislative untuk segera berinsiatif melahirkan RUU Pembangunan Ketahanan Keluarga, sehingga bisa menjadi payung hukum yang menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan pembangunan.
“Kami meminta Pemerintah dan DPR RI untuk bersikap berhati hati dan bersikap tegas dalam merespon berbagai pihak yang mendesak atau mengintervensi kebijakan atas isu-isu aktual perempuan dan anak atas nama HAM,” tegas dia.
Namun, secara substansi bertentangan dengan ruh Pancasila dan UUD 1945, seperti Mendesak Pemerintah untuk merubah UU no 1 tahun 1974 tentang UU perkawinan hanya karena merespon pernikahan dini anak.
Seharusnya, kata Athifah, yang ditemukan pemerintah adalah akar penyebab pernikahan dini tersebut bisa saja karena pergaulan bebas. Tentu, pemerintah perlu memastikan apakah wajib belajar sampai usia 18 sudah berjalan atau tidak.
Begitu juga dengan RUU Tentang Penghapusan kekerasan Seksual dan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait masalah kekerasan seksual dan LGBT, serta zina. Pemerintah dan DPR, tandas Athifah, harus mendengar aspirasi masyarakat yang mengkhawatirkan dampak Panjang dari masalah ini.
“Kami mengajak berbagai pihak baik Pemerintah, DPR, sektor swasta, media, akademisi, Ormas dan pihak pihak Iainnya untuk bersinergis dan bekerjasama untuk mencari solusi kompleksitas persoalan bangsa meliputi masalah sosial dan ekonomi,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi