Banyak penista agama yang melakukan penghinaan baik kepada agama Islam maupun kepada tokoh Islam, tidak diproses hukum kendati telah dilaporkan ke polisi.
Wartapilihan.com, Jakarta –Presidium Pusat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama) bertemu Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, di komplek DPR Senayan, Rabu (18/7). Kedatangan rombongan yang dipimpin ketua umum GNPF-Ulama Ustadz Yusuf Muhammad Martak itu untuk membicarakan sejumlah persoalan ummat dan bangsa.
Dalam pertemuan tersebut, Ustadz Yusuf Muhammad Martak, menyampaikan pandangan para ulama terkait sejumlah persoalan bangsa.
“Tadi kami sampaikan sejumlah permasalahan yang terkait kriminalisasi dan ketidakadilan hukum yang terjadi kepada para ulama, habaib, ustadz dan tokoh umat Islam. Banyak kasus kecil yang tidak mempunyai dasar hukum justru malah diangkat dan diproses,” kata Ustadz Yusuf dalam keterangan pers yang diterima Warta Pilihan di Jakarta, Rabu (19/7).
Di sisi lain, lanjut dia, banyak penista agama yang melakukan penghinaan baik kepada agama Islam maupun kepada tokoh Islam, tidak diproses hukum kendati telah dilaporkan ke polisi. “Bahkan ada yang sudah tersangka tapi malah di-SP3-kan,” tambahnya.
Ustadz Yusuf mencontohkan kasus Victor Laiskodat, yang dalam pernyataannya terbukti telah mengancam akan membunuh umat Islam dan menuduh tiga partai sebagai sarang teroris yang akan mengembangkan khilafah di Indonesia.
“Pada kasus Laiskodat, aparat hukum tidak mengambil tindakan yang seharusnya Tapi justru dia diberi kebebasan mencalonkan diri menjadi gubernur dan saat ini terpilih menjadi gubernur di NTT,” ungkapnya.
Dalam pertemuan itu, GNPF Ulama juga menyinggung soal keterpurukan ekonomi. Menurut Ustadz Yusuf, banyak UKM yang tutup lantaran daya beli turun karena minimnya lapangan pekerjaan
“Kami sampaikan, sebelum moratorium pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Indonesia tidak kurang dari 40-50 ribu orang perbulan mengirim tenaga kerja dari yang low skill sampai high skill ke luar negeri. Dengan adanya moratorium berarti ada sejumlah 40-50 ribu anak bangsa yang tidak memiliki pekerjaan,” jelasnya.
Soal banjir TKA juga disinggung Ustadz Edy Mulyadi. Fakta di lapangan menunjukkan saat ini banjir TKA itu telah merebut lapangan kerja yang semestinya menjadi hak anak negeri. Hal itu dimungkinkan karena pemerintah membuka pintu seluas2nya bagi TKA dengan segala level keterampilan.
“Di Morowali, misalnya, TKA yg datang banyak tenaga kasar. Akibatnya, tenaga kerja lokal yang sudah bekerja di perusahaan itu jadi tergusur. Ironisnya, para TKA itu dilatih oleh pekerja kita untuk menjadi mandor. Setelah mereka bisa, mandor lokalnya dipecat,” papar Ustadz Edy.
Menurut dia, persoalan ini tidak boleh dibiarkan. Terlebih lagi di banyak tempat sudah mulai terjadi gesekan antara TKA dan pekerja dan atau penduduk lokal. DPR, lanjut dia, harus mengambil peran untuk menghentikannya.
Senada dengan GNPF-Ulama, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meyakini peran alim ulama sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain sebagai pengayom masyarakat, alim ulama punya posisi penting dalam menjaga kebhinekaan dan semangat kebangsaan.
“Saya sama sekali tak meragukan kecintaan para ulama terhadap NKRI. Kini para alim ulama punya tantangan yang tak ringan. Selain merekatkan ukhuwah kebangsaan, alim ulama juga harus menjadi bagian dari penyejuk masyarakat, bangsa dan negara,” ujar Bamsoet saat menerima Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama) yang dipimpin Yusuf Muhammad Karta, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Rabu (18/07/18).
Jajaran GNPF Ulama lainnya yang hadir antara lain Edy Mulyadi, Zaitun Rasmin dan Muhammad Al-Khaththath. Sedangkan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo didampingi Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni (F-Nasdem).
Bagi Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini, kerukunan antar umat beragama menjadi pondasi utama bagi kelangsungan NKRI. Jangan sampai Indonesia mengikuti negara-negara seperti di Timur Tengah yang selalu berkonflik antar satu dengan yang lainnya. Apalagi, konflik yang mengatasnamakan agama.
“Kedamaian dan kelangsungan negara harus kita jaga dengan baik. Jangan sampai kita terjebak dalam konflik horizontal berkepanjangan yang tak akan ada habisnya. Konflik di berbagai negara Timur Tengah telah menjadi pelajaran penting bagi kita. Agama seharusnya digunakan untuk mendamaikan dan mencerahkan umat manusia, bukan sebagai alat adu domba,” terang Bamsoet.
Dalam pertemuan tersebut, GNPF Ulama menyampaikan kegelisahan mengenai isu membanjirnya tenaga kerja asing, kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat serta berbagai impor pangan yang masih merajalela. Pada prisipnya GNPF Ulama menginginkan Bangsa Indonesia bisa berdaulat di atas kaki sendiri.
“DPR RI telah melakukan banyak Sidak maupun kunjungan kerja ke berbagai wilayah yang diduga dibanjiri tenaga kerja asing. Komisi IX yang membawahi bidang ketenagakerjaan baru-baru ini sudah menyidak ke Morowali. Kami sudah tegaskan ke pemerintah bahwa tenaga kerja asing unskill jangan sampai tumbuh subur di tanah Indonesia. Justru yang harus kita lahirkan adalah pembukaan lapangan pekerjaan bagi saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air,” urai Bamsoet.
Mengenai kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan, saat ini DPR RI dan pemerintah terus menggenjot agar penggunaan APBN bisa dimanfaatkan sebesarnya untuk kemakmuran rakyat. Melalui politik anggaran yang berpihak kepada rakyat, diharapkan penggunaan APBN mampu menjadi jalan keluar bagi berbagai persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial.
“Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase kemiskinan kita saat ini mencapai titik terendah sejak Indonesia memasuki era Reformasi, yakni sebesar 9,82 persen atau sekitar 25,95 juta jiwa. Saya juga akan pastikan penggunaan APBN 2019 nanti bisa dimaksimalkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Misalnya melalui pemberian subsidi benih, pupuk, kredit usaha rakyat, serta berbagai program kesejahteraan lainnya,” pungkas Bamsoet.
Ahmad Zuhdi