Kartun Bermuatan LGBT

by

Bagi Anda yang berlangganan televisi berbayar, hati-hati dengan kartun Disney Junior yang menampilkan keluarga lesbian,  Doc Mc Stuffins.

Wartapilihan.com, Jakarta — Seorang psikolog anak klinis, Sherly Meidya Ova menjelaskan mengapa tontonan seperti ini perlu dihindari. Pasalnya, karakter anak masih cenderung melakukan imitasi dan dikhawatirkan masih belum mengerti menganalisa informasi yang diterimanya.

“Karakteristik anak usia dini yang memiliki pola ‘imitasi’ dalam proses pembelajarannya jg dikhawatirkan belum mampu untuk menganalisis informasi yang diterimanya. Akan menjadi masalah apabila informasi yg diterima anak beda dengan penanaman nilai yang diajarkan oleh orangtua,” ujar Sherly, kepada Warta Pilihan, Selasa sore (22/8/2017).

Menurut Sherly, hal yang penting sebelum merujuk kepada salah satu tayangan tertentu, ada baiknya media dilihat sebagai salah satu media sosialisasi dan pembelajaran kepada anak; serta melihat nilai yang diberikan pada tayangan sesuai atau tidak dengan nilai sosial di lingkungan keluarga. “Jadi, hal pertama yg perlu untuk ditelaah adalah apakah nilai-nilai sosial yang penting di keluarga kita? Kita menganut nilai-nilai apa sajakah?”

“Apabila nilai agama menganut nilai pasangan yg benar adalah pasangan laki-laki dan perempuan sebagai ibu, bukan LGBT, maka tayangan yg mengilustrasikan/menggambarkan hal tersebut tidak diperkenankan untuk ditonton oleh anak. Dikhawatirkan anak akan memiliki pandangan nilai yg berbeda dgn orangtua/lingkungannya,” ungkap Sherly.

Jika tayangan tersebut terus disajikan pada anak, Sherly menduga, akan terdampak sesuai dengan apa yang ditontonnya, yakni terokupasi dan terpikir akan apa yang ditontonnya. “Efek anak menonton tayangan dengan muatan tertentu ialah anak dapat terokupasi dengan apa yang ditontonnya. Anak akan terpikir apa yang sering ditontonnya. Semisal menonton adegan yang banyak bermuatan agresi, maka anak dapat menjadi agresif, dan lain-lain,” tutur dia.

Salah satu Founder Anak Pintar ini menekankan, orangtua perlu untuk mengawasi apa yang ditonton oleh anak sehari-hari. Kalaupun memberi larangan pada anak, perlu diberikan alasan mengapa dilarang, sehingga anak tidak semakin penasaran. “Orangtua dapat mengawasi apa yang ditonton oleh anak sehari-hari. Ketika memberikan larangan, orangtua perlu memberikan alasan mengapa anak dilarang menontonnya. Karena jika tidak, anak dapat penasaran dan semakin ingin menonton tontonan yg kita larang,” tandasnya.

“Selain itu, jika anak sudah cukup besar usianya, dapat diajak diskusi mengenai ‘isu’ yang ada di tayangan tersebut. Kita dapat menanyakan bagaimana pendapat anak dan memberikan nasehat/nilai-nilai yang ingin ditanamkan ke anak dengan bahasa yang sederhana dan analogi yang dapat dimengerti oleh anak,” pungkas Sherly.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *