Kala Bola Jadi Agama

by
foto:istimewa

Awal Pebruari 2012, lebih 70 orang tewas dalam tawuran antar-suporter kesebelasan Al-Ahly vs Al-Masry di Port Said, Mesir. Peristiwa ini memperpanjang daftar tragedi dunia sepakbola.

Di Liga Afrika, pada 11 April 2001, laga Kaizer Chiefs kontra Orlando Pirates di Stadion Ellis Park, Afrika Selatan, menewaskan 43 orang;  Duel Lupopo vs Mazembe di Liga Kongo, 30 April 2001, menewaskan 14 orang.

Liga Inggris tak kalah mengerikan. Laga Liverpool vs Notthingham Forest di Stadion Hillsborough milik Sheffield, 15 April 1989, menyebabkan 96 suporter Liverpool tewas; Pada 9 Maret 1946, duel Bolton Wanderers vs Stoke City di Stadion Burden Park, menyebabkan 33 orang tewas dan lebih dari 400 orang terluka. Pertemuan Bradford City vs Lincoln City, di Stadion Valley Parade, 11 Mei 1985, menyebabkan 56 orang tewas.

Liga Amerika juga mengundang maut. 23 Juni 1968, duel River Plate vs Boca Juniors di Argentina, menewaskan 74 orang dan 150 orang terluka. 2 Januari 1971, laga Celtic vs Rangers di Skotlandia, menewaskan 66 orang dan 140 orang lebih mengalami cedera.

Pertandingan antar-klub antar-negara juga menelan banyak korban jiwa. Laga Juventus vs Liverpool, 29 Mei 1985, di final Liga Champions di Stadion Heysel, Brussels, Belgia, mematikan 39 suporter Juventus. Pada 20 Oktober 1982, laga Piala UEFA Spartak Moskwa vs Haarlem di Moskwa, menewaskan 61 orang. Bahkan, versi lain menyebut korban tewas lebih 300 orang.

Pun duel bola antar-negara, sama saja. Tanding Guatemala vs Kosta Rika, 16 Oktober 1996, menelan tumbal 84 orang tewas. Pada 24 Mei 1964, laga Peru vs Argentina di babak kualifikasi olimpiade di Stadion National Lima, menewaskan 318 orang dan lebih dari 500 terluka.

Di Indonesia? Ho, ho, ho… seisi stadion dalam sebuah pertandingan, tiba-tiba bisa jadi pegulat dan petinju, bahkan juga sampai jadi pembunuh!

Tapi ternyata, seperti kata seorang pelatih Inggris, itu belum seberapa. “Some people think football is a matter of life and death. I assure You, it’s much more serious than that,” kata Bill Shankly, mantan manajer sukses Klub Liverpool. Sepakbola, kata dia, lebih serius daripada soal hidup dan mati.

Coba digeledah. Sebuah akun facebook memajang nama: Football is My Religion and St Andrews is My Church. Sorry, Santo Andrews itu bukan nama gereja, tapi stadion milik Klub Birmigham FC, Inggris.

Ya, Brasil boleh saja mengklaim sebagai negara ‘’penganut agama sepakbola’’. Tapi ia masih kalah ‘’soleh’’ dibanding Inggris –negeri yang konon merupakan Tanah Air sepakbola.

Sebagaimana dilansir situs Bolapedia, Produsen Bir Heineken merilis penelitian bahwa mayoritas (responden) orang Inggris meluangkan lebih banyak waktu untuk menyaksikan pertandingan sepakbola, membaca ulasan media, dan berdiskusi membahas hal-hal yang menyangkut sepakbola dalam obrolan keseharian. Mereka menghabiskan dua jam plus 22 menit setiap minggunya untuk nonton bola di televisi.

Orang Inggris juga sedikitnya menghabiskan 28 menit per pekan untuk mendiskusikan hasil pertandingan, gosip transfer, gol, dan aksi lainnya di lapangan. Total, penduduk Inggris menghabiskan 11 jam dan 12 menit setiap minggunya untuk sepakbola.

Negara penggila bola berikutnya adalah Thailand, baru kemudian Brasil yang disebut-sebut menganut sepakbola sebagai “agama kedua”.

Jika bola adalah agama, maka pelatih dan pemain top sepakbola pun ditahbiskan jadi ‘’nabi’’. Lionel Messi (Barcelona, Spanyol) disebut El Messiah (Juru Selamat); Gabriel Batistuta (Fiorentina, Italia), diusulkan mendapat gelar ‘’Santo’’ (The Holy Man). Batistuta   juga dipatungkan dari logam dan dipajang di alun-alun Kota Firenze. Bila di mata uang kertas dolar  Amerika tertera kalimat ‘’In God We Trust’’, maka dalam laga Birmingham City vs Arsenal, sebagian suporter  mengusung spanduk berbunyi: “In Arsene We Trust”. Arsene Wenger adalah manajer Arsenal (Inggris) legendaris yang belum lama ini mengundurkan diri.

Yang ugal-ugalan tentu saja orang Argentina. Pada 30 Oktober 1998, di Kota Rosario, para fans ‘’Nabi’’ Maradona mendirikan Gereja Maradona (Iglesia Maradoniana). Kapel gereja dinamai ‘’Hand of God’’ merujuk pada gol tangan Maradona ke gawang Inggris pada Piala Dunia 1986. Kitab Suci mereka adalah Biografi Maradona. Mereka mengamalkan kredo ‘’10 Perintah Tuhan’’ bikinan sendiri yang berisi pepujian pada sepakbola dan Maradona.

Iglesia Maradoniana juga membuat kalender sendiri, yang diawali tahun 1960 (tahun kelahiran Maradona). Walhasil, tahun 2012 ini disebut Tahun 52  AD (After Diego).

Konon, jamaah Iglesia Maradoniana  di seluruh dunia kini mencapai lebih 15.000 orang.

Eh, jangan-jangan ente termasuk salah satunya?

Jangan ngeles dulu, tapi cobalah bermuhasabah.

Diantara ‘’10 Perintah Tuhan’’ agama sepakbola Argentina adalah: Cinta sepakbola atas segala sesuatu, dan menyatakan cinta tanpa syarat pada sepak bola.

Kalau demi siaran langsung final Liga Champions kita rela membuang kesempatan sholat tahajud bahkan juga sholat Isya; Kalau demi PSSI kita bersedia konfrontasi sampai titik darah penghabisan dengan (suporter) Muslim Malaysia; Kalau demi Persebaya jadi Bonek dan siap mati ketika berjumpa Aremania… maka kita sudah resmi dalam barisan Iglesia Maradonian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *