Ini Kata Natsir tentang Parpol Islam Tunggal

by

Tafarruq dan tanazu’, sikut-menyikut, terjadi bukan semata-mata karena banyaknya jumlah organisasi Islam. Tapi, jika di tengah perjalanan, wijhah yang diniatkan semula menjadi samar-samar dan berubah haluan.

Sebaiknya cukup satu partai Islam sebagai wadah aspirasi politik ummat. Demikian saran Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof Din Syamsuddin.

Hal itu disampaikan Din ketika berbicara dalam Sidang Pleno III Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Kamis (27/2/2020). Din Syamsuddin membacakan materinya bertajuk ‘Agenda Strategis Umat Islam Membangun Indonesia Maju, Adil, Makmur, Berdaulat, dan Bermartabat’.

Prof Din Syamsuddin


Parpol Islam tunggal, menurut Mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu, diperlukan dalam proses pengambilan strategis kenegaraan, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Saran Din tersebut merupakan bagian usulan agenda strategis bidang politik yang paling mendapatkan respons dari para peserta lintas ormas Islam yang hadir dalam Sidang Pleno II KUII VII.

Namun, Prof Din Syamsuddin meluruskan pemberitaan sebagian media massa bahwa gagasan Partai Islam Tunggal yang dimaksud adalah ‘’Masyumi Reborn’’.

‘’Gagasan Partai Islam Tunggal adalah solusi alternatif jika partai-partai Islam dan berbasis massa Islam tidak mau membangun koalisi strategis. Dan jika disetujui, maka perlu ada pembahasan bersama oleh semua elemen umat Islam,’’ terangnya menepis pemberitaan yang kurang tepat tadi.

Menanggapi usulan Din, alumnus Lemhanas angkatan 2014, Zulfi Syukur, menyatakan bahwa banyaknya parpol Islam tidak otomatis mencerminkan “perpecahan” ummat.

‘’Tergantung nawaitu (niat)-nya. Kalau berniat baik, lebih dari satu parpol Islam juga bisa bekerjasama. Pun sebaliknya, satu parpol Islam tidak menjamin persatuan ummat,’’ tutur Wakil Sekretaris Majelis Syuro Partai Bulan Bintang itu.

Zulfi kemudian mengutip paparan politisi Masyumi Dr M Natsir dalam buku ‘’Mempersatukan Ummat’’ (1983).

“Banyaknya jumlah  organisasi organisasi Islam itu saja belum berarti suatu ‘perpecahan’ Ummat. Karena ditilik dari jumlah  penduduk, dari sudut geografis, etnologis, kultural, dll secara obyektif dapat dipahami bahwa Ummat Islam Indonesia adalah wajar mempunyai lebih banyak organisasi Islam di berbagai segmen kemasyarakatan,’’ papar Natsir.

Kondisi faktual itu tetap dapat mempersatukan ummat dengan syarat apa yang disebut wijhah yang harus mereka tuju sebagai ummat Muhammad SAW.

‘’Kalau seperti itu, Insyaa Allah yang ada bukanlah perpecahan, bukan pula tafarruq. Yang akan ada adalah musabaqah, perlombaan dalam kebaikan, perlombaan yang jujur dan sehat, sebagaimana firman Ilahi: ‘Dan bagi tiap tiap seseorang ada tujuan yang ditujunya,maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebajikan’  (QS 2:148),’’ tulis pendiri Dewan Dakwah.

Natsir menjelaskan, tafarruq dan tanazu‘, sikut-menyikut, terjadi bukan semata-mata karena banyaknya jumlah organisasi Islam. Tapi, jika di tengah perjalanan, wijhah yang diniatkan semula menjadi samar-samar dan berubah haluan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *