Hari Epilepsi Internasional

by
Pengurus baru Yayasan Epilepsi Indonesia di Balaikota Depok, Sabtu, (24/3/2018). Foto: Eveline

Setiap tanggal 26 Maret diperingati sebagai Hari Epilepsi Sedunia. Berdasarkan data yang dirilis The International League Against Epilepsy (ILAE) pada 2016, jumlah penderita Epilepsi di dunia saat ini mencapai 60 juta orang. Namun masih saja gangguan syaraf ini distigma sebagai penyakit mistis dan dianggap menular.

Wartapilihan.com, Depok –Menurut Mohammad Idris selaku Walikota Depok, Jawa Barat, stigma tersebut merupakan persepsi yang salah. Karena persepsi tersebut, banyak Orang Dengan Epilepsi (ODE) dikucilkan dari masyarakat.

“Untuk merubah stigma tersebut, harus ada edukasi agar kita ketahui bagaimana seharusnya sikap kita,” kata Idris, dalam sambutan acara Seminar Awam ‘Mengenai Epilepsi dan Hidup Bersama Epilepsi’, di Balaikota Depok, Jawa Barat, Sabtu, (24/3/2018).

Idris pun memberi motivasi kepada ODE, untuk membangun harapan bersama. “Biar bagaimanapun, ODE merupakan warga negara kita yang punya hak hidup yang layak sebagaimana warga lainnya,” tukas dia.

Lebih lanjut Idris memperkirakan, di Depok ada sekitar 120 orang yang mengalami epilepsi. Ia berharap, Depok dapat menjadi kota pertama sebagai percontohan ‘Kota Peduli Epilepsi’.

Melalui dinas kesehatan, Idris menegaskan, pemerintah Depok dapat bersinergi untuk membantu ODE dalam memberikan kemudahan dalam fasilitas kesehatan. Idris pun menargetkan, pada tahun 2021 Depok termasuk kota metropolitan yang memiliki fasilitas kesehatan lebih memadai lagi sesuai standar versi pemerintah.

“Terus berbaik sangka kepada Tuhan, ada sesuatu hikmah yang besar kepada ODE maupun keluarga ODE. Ikhtiar dan doa, ini merupakan senjata kita dalam hidup dan kunci keberhasilan kita,” pungkas dia memberi motivasi kepada para ODE.

Sementara itu, dr. Irawaty Hawari, SpS mengatakan, epilepsi adalah salah satu penyakit neurologi menahun yang dapat terjadi pada semua orang tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras, maupun status sosial ekonomi.

“Sebabnya bisa macam-macam, proses saat di kandungan, proses lahir, infeksi di cairan ketuban, bisa mempengaruhi,” kata dokter syaraf lulusan Universitas Indonesia ini.

Tak hanya itu, infeksi otak atau benturan kepala saat kecelakaan atau tawuran juga beresiko menjadi epilepsi. “Bisa saja suatu saat bisa mengalami epilepsi. Atau mereka yang menyalahgunakan narkoba,” terang Irawaty.

Seizure (bangkitan) yang sering disebut kejang merupakan salah satu gejala yang paling sering dialami ODE. Menurut dia, bangkitan tidak selalu berbentuk kejang (convulsion).

“Kejang merupakan perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran. Pada bangkitan epilepsi terjadi lonjakan listrik pada milyaran sel syaraf,” tukasnya.

Epilepsi, ia menekankan, dapat dikendalikan dan diobati bahkan sembuh jika mengikuti anjuran dokter dengan baik. Epilepsi bukan penyakit menular, bukan karena kutukan

“Maka dari itu, pemahaman yang benar mengenai epilepsi akan membantu penanganan secara optimal. Kalau berobat ke orang pinter, makin sulit diobati, karena bisa ada sumber listrik di otak lain,” pungkas Irawaty.

Psikososial Epilepsi

Di sisi lain, dr. Agus Supriyatna, Msi. Med, SpS menggali dari aspek Psikososial ODE. Ia mengungkapkan, banyak kasus dimana karena bangkitan yang terjadi, banyak mengganggu aspek psikologis ODE.

“Beberapa studi menunjukkan bahwa kejang yang tidak terkontrol dan stigma dapat mengakibatkan dampak psikologis,” papar Agus, dalam kesempatan yang sama.

Problem yang dialami oleh ODE biasanya isolasi sosial, merasa kurang percaya diri, kecemasan, dan juga depresi.

“Kadang keluarga membeda-bedakan, menimbulkan masalah emosi, cemas, depresi, takut terjadi bangkitan. Tak jarang ODE menarik diri dari lingkungan, rasa rendah diri, putus asa sampai kecenderungan untuk bunuh diri,” paparnya prihatin.

Terlebih lagi, gangguan syaraf yang terjadi pada ODE ini dapat berdampak pada aspek pendidikan dan juga dunia kerja.

“Karena berhubungan dengan syaraf otak, terjadi kerusakan otak (kormobiditas), maka sel-sel otak yang berfungsi menyimpan memori juga terganggu. Ada yang karena bangkitan terus-menerus di sekolah, maka orangtuanya memutuskan untuk putus sekolah. Kan kasihan,” lanjut dia.

Sedangkan di dunia kerja, ODE di negara maju, 50% ODE menganggur pada ODE yang tidak terkontrol. Menurut sebuah penelitian, hingga 100% ODE juga menganggur di negara berkembang.

“Tapi di Indonesia sepertinya nggak begitu ya, alhamdulillah. Di sini ODE ditampung untuk bersama sembuh dan meraih cita-cita,”

Maka dari itu, ia terus menekankan pada publik agar keluarga maupun penderita ODE tidak perlu berputus asa karena Epilepsi sejatinya bisa disembuhkan dan memiliki kesempatan yang sama dengan manusia lainnya.

Seperti diketahui, acara ini diselenggarakan Yayasan Epilepsi Indonesia, bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf cabang Depok.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *