Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tanggal 20 Oktober 2024, dijadwalkan akan terjadi pergantian Presiden RI dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto. Menteri Pendidikan pun dikabarkan akan berganti pula. Bagaimana umat Islam Indonesia menyikapi hal ini?
Jawabnya: umat Islam Indonesia perlu merumuskan peta jalan kebangkitannya sendiri dan juga menyusun langkah-langkah praktis untuk melaksanannya. Sebab, umat Islam Indonesia dikenal memiliki tingkat kemandirian yang tinggi dalam bidang pendidikan, dan sejak masa penjajahan, umat Islam sudah mampu menjalankan pendidikan secara mandiri.
Sudah dapat diduga, Menteri Pendidikan yang baru akan melakukan perubahan terhadap kurikulum merdeka. Mungkin perubahan itu berlaku secara mendasar atau substansial dan parsial. Tetapi, tampaknya, perubahan itu tidak akan terjadi secara mendasar.
Tapi, apa pun kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam bidang pendidikan, umat Islam Indonesia perlu melanjutkan perjuangan dalam bidang pendidikan secara mandiri. Syukur-syukur, pemerintah mendukung dan membantu perjuangan umat Islam Indonesia itu.
Menyambut Indonesia Emas 2045, umat Islam perlu tetap fokus pada tujuan untuk melahirkan generasi gemilang melalui pendidikan. Menyambut tahun 2045, – saat kemerdekaan Indonesia berumur 100 tahun — pemerintah mentargetkan Indonesia sudah termasuk kategori “negara maju”. Ada dua program besar yang dicanangkan pemerintah, yaitu (1) pembangunan infrastruktur dan (2) pembangunan SDM.
Lembaga Keuangan Internasional, Pricewaterhouse Cooper (PwC) memperkirakan, Indonesia akan berada di peringkat ke-4 pada tahun 2050, dengan nilai GDP tahun itu diperkirakan mencapai US$ 10.502 miliar.
Semoga saja prediksi PwC tersebut tidak terlalu meleset. Yang jelas, apa pun masa depan nanti, kewajiban umat Islam Indonesia – sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia – harus menyiapkan diri sebaik-baiknya. Jangan sampai di tahun 2045 posisi umat Islam justru semakin terpinggirkan secara ekonomi, politik, dan sebagainya.
Untuk itulah, umat Islam Indonesia diharapkan memiliki peran besar dalam memajukan bangsa Indonesia, dan mewujudkan Indonesia menjadi negeri adil-makmur dalam naungan ridho Allah SWT. Caranya adalah dengan melahirkan manusia-manusia unggul melalui pendidikan yang benar.
Selain permusan konsep yang benar, komprehensif dan aplikatif, umat Islam Indonesia – khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam – harus menyiapkan pendidikan guru yang hebat. Para guru hebat inilah yang diharapkan akan mendidik secara intensif anak-anak muda Indonesia agar menjadi manusia-manusia unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
Lebih strategis lagi, jika para guru hebat itu adalah para orang tua yang harus menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya. Program pemberdayaan orang tua sebagai guru, perlu dilakukan dengan serius. Kita berharap, pemerintah – dalam hal ini Menteri Pendidikan – memberikan dukungan serius terhadap pendidikan orang tua agar mereka bisa menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya sendiri.
Dalam sejarahnya, pendidikan Islam pernah melahirkan sederetan nama-nama hebat, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim, HOS Cokroaminoto, Haji Agus Salim, A. Hassan, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Mohammad Roem, Mohammad Natsir, Syafrudin Prawiranegara, HM Rasjidi, Hamka, KH Imam Zarkasyi, KH Abdulkahar Muzakkir, dan sebagainya.
Para tokoh Generasi 1945 itu lahir dari proses pendidikan yang ideal. Mereka tidak muncul begitu saja atau turun dari langit; langsung jadi tokoh atau orang hebat. Riwayat pendidikan para tokoh itu bisa masih bisa dipelajari saat ini. Lihatlah bagaimana Mohammad Natsir menjalani proses pendidikan yang hebat, karena berguru kepada orang-orang hebat seperti A. Hassan, Haji Agus Salim, dan Syekh Ahmad Soorkati.
Undang-undang Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi, dan berbagai Peraturan Menteri Pendidikan dan Menteri Agama, sebenarnya telah memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan secara mandiri dan merdeka. Karena itu, umat Islam Indonesia perlu memanfaatkan peluang untuk menjalankan pendidikan mandiri tersebut.
Kita berharap, di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah memberikan kepercayaan dan otonomi pendidikan yang seluas-luasnya kepada masyarakat, khususnya umat Islam. Pemerintah cukup merumuskan konsep pendidikan ideal dan menjalankan lembaga-lembaga pendidikan model yang dapat dicontoh oleh masyarakat.
InsyaAllah, dengan adanya kepercayaan dan otonomi yang lebih luas dalam pendidikan, maka akan muncul gagasan-gagasan besar dan kreatif dari para pelaku pendidikan di tengah masyarakat. Pada saat yang sama, beban pemerintah dalam bidang pendidikan pun semakin berkurang. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 12 Oktober 2024).