“Padahal jelas masuk unsur Penodaan Agama, sehingga lebih tepat dikenakan Pasal 156a KUHP. Dan karena pelakunya anggota ormas harusnya juga diterapkan Pasal 49 Ayat 3 UU Ormas,” ujar Kamil Pasha.
Wartapilihan.com, Jakarta — Dua tersangka pembakaran bendera tauhid pada ditetapkan polisi sebagai tersangka. Dua orang tersebut, yakni berinisial M dan F, diduga yang melakukan pembakaran.
“Iya sudah jadi tersangka,” ujar Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Umar Surya Fana. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 174 KUHP terkait sangkaan terhadap pembuat gaduh rapat umum.
Umar menjelaskan, penetapan tersangka berdasarkan pemeriksaan saksi dan juga alat bukti. Termasuk, pemeriksaan terhadap penyusup pembawa bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebut.
Karena itu, kata Umar, polisi telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus pembakaran bendera tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang digelar di Alun-Alun Garut, Jawa Barat. Mereka yakni dua orang pembakar, F dan M, serta U yang membawa bendera tersebut sehingga menimbulkan kegaduhan.
Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Luthfi Hakiem mengapresiasi aparat kepolisian yang telah menetapkan pembakar bendera tauhid sebagai tersangka.
Rasa keadilan masyarakat yang sempat koyak dengan berbagai pernyataan dari pimpinan Polri terkait status pembakar bendera, misalnya dengan mengatakan kalau saja bendera tauhid itu tidak dibawa ke acara Hari Santri tentu tidak akan terjadi pembakaran. “Rasanya agak terobati sekalipun belum tuntas,” ujar Luthfi saat dihubungi Wartapilihan, Rabu (31/10).
Ia mendorong polisi agar memproses hukum sampai tuntas kepada tiga pelaku pembakaran, termasuk Ketua GP Ansor sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas penistaan yang dilakukan jajaran dibawahnya.
“Lakukan penahanan terhadap pelaku dan percepat proses penyidikan hingga dilimpahkan ke pengadilan,” ujarnya.
Sementara, Direktur LBH Street Lawyer Kamil Pasha menyayangkan polisi menggunakan Pasal 174. Pasal tersebut berbunyi: Barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang dengan mengadakan huru-hara atau membuat gaduh, dihukum selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900.
“Padahal jelas masuk unsur Penodaan Agama, sehingga lebih tepat dikenakan Pasal 156a KUHP. Dan karena pelakunya anggota ormas harusnya juga diterapkan Pasal 49 Ayat 3 UU Ormas,” ujar Kamil kepada Wartapilihan.com, saat dikonfirmasi, Rabu.
Menurut dia, pembakaran tersebut tidak bisa dianggap berdiri sendiri. Sebelumnya diketahui, Banser kerap kali merazia bendera tauhid dimana mereka kekeuh mengatakan bahwa itu adalah bendera HTI.
“Bahkan UAS (Ustaz Abdul Shomad) sempat membatalkan tabligh akbarnya di Jateng dan Jatim karena Banser ngotot mempermasalahkan dan menuduh panitia tabligh akbar memakai atribut HTI, yang ternyata adalah topi Tauhid,” ujar Kamil.
Mengenai proses hukum, ia meminta polisi tidak asal-asalan mengenakan pasal, sebab masyarakat sudah pintar. Jangan sampai masyarakat yang mempercayai jalur hukum dengan melapor dikecewakan, karena dapat menurunkan kredibilitas kepolisian di mata masyarakat, dan benturan di akar rumput juga tidak selesai karena penyelesaian dijalur hukum dianggap tidak adil.
“Kita akan menunggu panggilan dari Mabes Polri sebagai pelapor. Untuk panggilan BAP kita tunggu dulu 1-2 pekan ini. Ke depan akan kami ajukan saksi-saksi, dan ahli. Insya Allah kami kawal terus laporan ini,” tegasnya.
Tak berhenti sampai disitu, pihak kepolisian juga harus menetapkan Yaqut sebagai Tersangka. Menurut Kamil, Yaqut sebagai Ketua GP Ansor selalu mengatakan bendera tauhid adalah lambang HTI, razia bendera atau atribut Tauhid yang dilakukan sebelumnya juga tidak terjadi hanya di satu daerah.
“Bahkan mengutip salah satu media, Yaqut menyamakan lafadz Tauhid dengan lambang palu arit. Karenanya polisi harus tegas, Yaqut harus ditetapkan juga sebagai tersangka,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.
“Ikuti saja proses hukum,” kata Yaqut yang biasa disapa Gus Yaqut saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (30/10).
Ahmad Zuhdi