Dolar Menjulang

by
Ilustrasi uang dolar. Foto: investasi.kontan.co.id.

Setelah sebelumnya nilai dollar menjadi rupiah sampai pada puncaknya nyaris sebesar Rp. 14.000, yakni Rp. 13.888. Apa yang menyebabkan nilai dolar naik turun tak kunjung stabil di Indonesia?

Wartapilihan.com, Jakarta –Menurut pakar ekonomi Yusuf Wibisono, ada dua faktor utama penyebab tidak stabilnya nilai dolar jika dikonversikan ke rupiah, yaitu (1) masih lemahnya kinerja ekonomi domestik, dan (2) sentimen negatif dalam dunia global, terutama antara USA dan Timur Tengah.

“Dari dalam negeri, kinerja perusahaan publik di bawah harapan sehingga investor banyak profit taking (pengambilan untung dalam jangka pendek), terutama investor asing yang membawa pada capital outflow (aliran modal keluar),” tutur Yusuf, kepada Warta Pilihan, Jum’at, (27/4/2018).

Demikian juga dengan kinerja keuangan bank-bank berada di bawah ekspektasi pasar sehingga mendorong kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 7,44%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 4,25%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 3,28%.

“Dari luar negeri, imbal hasil obligasi pemerintah US (T-bill) menyentuh 3%, terutama mendorong investor pasar keuangan melarikan dana ke luar. Di sisi lain, fiscal risk (resiko fiskal) membesar seiring potensi kenaikan harga minyak ke 80 dollar karena kondisi geo-politik Timur Tengah yang masih bergejolak,”

Maka dari itu, ada hal-hal yang harus segera dilakukan pemerintah. Menurutnya, dalam jangka pendek, tumpuan utama ada di Bank Indonesia yang berupa pelaku intervensi di pasar valas.

“Pemerintah harus mendukung, misal menekan impor, terutama yang dilakukan oleh BUMN,” tukas dosen Ekonomi Syariah Universitas Indonesia ini.

Dalam jangka panjang, transformasi struktural menurut Yusuf harus dijalankan secara ketat. “Serta ketergantungan pada komoditas harus diakhiri secepatnya, pendalaman industri dan transfer teknologi harus berjalan cepat,” pungkas dia.

Sementara itu, Sribugo Suratmo selaku Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah langsung berdampak pada biaya bahan baku impor untuk makanan.

“Sebagian besar bahan baku yang impor itu langsung kena, gandum, tepung terigu, sebagian kita kan memang terus terang memakai bahan baku itu,” kata Sribugo dilansir dari detikFinance.

Tidak hanya tepung terigu dan gandum, bahan baku pembuatan plastik kemasan bisa terkena dampak akibat kenaikan dolar ini. “Sehingga harga jual makanan dan minuman dalam kemasan berpotensi naik,”

“Jadi ya makanan dan minuman dalam kemasan, kalau minuman kan botol plastik, bahan baku pelastiknya impor,” lanjut dia.

Kendati demikian, GAPMMI masih belum menentukan kapan untuk menaikan harga makanan dan minuman dalam kemasan yang bahan bakunya berasal dari impor. Yang pasti pihaknya akan mengefisiensikan produksi.

“Siap-siap pasti, dan yang penting harus efisien, jangan boros. Seminggu dua minggu ini,” pungkas dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *