”Ah, tetep geuleuh,” Metty bergidik. Selain soal kehalalan dagingnya, ia juga mengharamkan diri mengonsumsi daging impor India karena kelakuan rezim negeri itu terhadap warga Muslim setempat.
Dalam rapat koordinasi ketersediaan pangan dan perdagangan di kantor Menteri Koordinator Perekonomian, 6 Maret lalu, diputuskan bahwa pemerintah menugaskan Perum Bulog mengimpor 100.000 ton daging kerbau India. Alasannya, demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kata Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog, Bachtiar, penugasan importasi 100.000 ton daging kerbau tersebut untuk alokasi 1 tahun. Seperempatnya akan digelontorkan dalam waktu dekat demi memenuhi kebutuhan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Namun, pakar kuliner Himpunan Alumni IPB University Metty Yesrajuita, justru ngeri dengan kedatangan daging kerbau India. ”Gimana supaya daging kerbau India gak terbeli? Saya gak mau beli. Ada cirinya kalau itu daging dari India?” tulis ahli asinan Sunda asal Bandung ini di dinding akun FB-nya, Senin (09/3).
Yeri A Piliang, rekan Metty, berkomentar kocak, ”Bawa seruling aja, tiup dan perhatikan apakah dagingnya bergoyang.”
Wakil Direktur LPPOM MUI Sumunar Jati MSi menjelaskan, pemerintah sudah memiliki regulasi jaminan halal daging impor. Menurut UU No 6/1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, semua produk hasil peternakan yang masuk Indonesia harus menjamin ketenteraman batin masyarakat. ”MUI menjabarkan ketenteraman batin yang dimaksud adalah kehalalan produk. Sejak 5 April 2002, MUI menegaskan kehalalan itu meliputi cara pemotongan maupun alat potongnya,” terang Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian IPB itu.
Deptan RI telah memiliki daftar rumah potong hewan di luar negeri yang telah mendapatkan rekomendasi untuk dapat memasukkan daging ke Indonesia. Persetujuan ini diperoleh setelah melalui pemeriksaan dan kunjungan ke rumah potong hewan yang bersangkutan oleh tim yang terdiri dari dua unsur yaitu dari Deptan dan LPPOM MUI.
”Yang sudah mendapatkan rekomendasi artinya telah memenuhi syarat-syarat penyembelihan hewan secara Islami seperti yang penyembelihnya muslim, ada pengawasnya, pemotongan dan penyimpanannya terpisah dari yang pemotongan non Islami, ada sistem yang menjamin keberlangsungan penyembelihan secara Islami yang terjaga dengan baik, dan lain-lain,” papar Sumunar.
Wakil Direktur LPPOM MUI, Muti Arintawati MSi, menerangkan, MUI memiliki kerjasama dengan dua lembaga halal di India yaitu Jamiat Ulama Halal Foundation dan Jamiat Ulama I-Hind Halal Trust.
”Daging impor dari India yang sudah mendapat sertifikat halal dari salah satu dari kedua lembaga pemeriksa halal tersebut, artinya juga halal bagi Muslim Indonesia,” kata Muti, sarjana teknologi pangan lulusan IPB.
Jadi, kalaupun hendak membeli daging kerbau dari India, Muti mengingatkan untuk memilih yang dalam kemasan dan berlabel halal dan atau bersertifikat halal dari lembaga pemeriksa halal India yang diakui MUI tadi. ”Seharusnya di konter daging dipajang sertifikat halalnya yang masih berlaku,” tandas Muti.
”Ah, tetep geuleuh,” Metty bergidik. Selain soal kehalalan dagingnya, ia juga mengharamkan diri mengonsumsi daging impor India karena kelakuan rezim negeri itu terhadap warga Muslim setempat.
”Memboikot (membeli) daging impor dari India inilah salah satu bentuk solidaritas ukhuwah Kami terhadap kaum Muslim India yang tengah dizalimi,” ucap kerabat KH Didin Hafidhuddin ini.