Brent Strathdee-Pehi: Karena Islam Membahagiakan

by

‘’Hmmm…fuhhh,’’ Brent menghela nafas lalu memuntahkannya. ‘’Peristiwa itu sangat menyakitkan semua pihak,’’ katanya tentang Tragedi Jumat 15 Maret 2019.

Pada medio Maret lalu itu, sebanyak 50 jamaah sholat Jumat di Mesjid Al Noor dan Linwood di Kota Christchurch, New Zealand, tewas ditembaki pembunuh berkulit putih. PM Selandia Baru Jacinda Ardern dan PM Australia Scott Marrison menyebutnya sebagai serangan teroris.

Menurut Brent Strathdee-Pehi, pekerja di bidang musik, bahasa, dan visualisasi asal Selandia Baru, tragedi tersebut merupakan yang pertama terburuk terjadi di negaranya. ‘’Sebelumnya tidak pernah ada (tragedi semacam itu),’’ katanya saat ditemui di Markas Komunitas Peduli Kali Nongo Indah (Kolingin) di Manding Serut, Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta, Kamis (4/7).

Hikmahnya, lanjut Brent yang memeluk Islam sejak setahun lalu, peristiwa pembantaian massal itu membuat orang penasaran pada agama Islam.

‘’Alhamdulillah, kemudian puluhan ribu orang belajar dan masuk Islam,’’ katanya bersyukur.

Selain itu, tragedi juga kian menguatkan toleransi penduduk New Zealand yang memang sudah berjalan baik.

‘’Saya sangat senang dan bangga mendengar hasil sebuah penelitian yang menyebut Selandia Baru sebagai negara paling toleran di dunia,’’ ujar Brent.

Penelitian dimaksud dilakukan oleh Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari The George Washington University. Melalui artikel bertajuk ”How Islamic are Islamic Countries?” (Global Economy Journal, Vol 10, Issue 2/2010), kedua peneliti tersebut mengukur tingkat ”kesalehan publik” sejumlah negara di dunia melalui IslamicityIndex yang terdiri atas empat indikator utama: 1) Economic Islamicity Index; 2) Legal and Governance Islamicity Index; 3) Human and Political Rights Islamicity Index, dan 4) International Relations Islamicity Index. Salah satu variabelnya adalah tingkat toleransi beragama.

Hasilnya, New Zealand termasuk negara peringkat tertinggi bersama negara-negara Skandinavia.

Brent mengaku merasakan sendiri budaya toleransi tersebut. ‘’Ketika saya memeluk Islam, keluarga dan teman-teman saya yang bukan Islam, tidak masalah,’’ tuturnya sambil tersenyum lepas.

Pria yang sudah beberapa kali mengunjungi dan bermukim di Indonesia ini, mengaku senang dengan keramahan penduduk NKRI. ‘’Saya pernah ke Maluku, Nusa Tenggara, dan Jawa. Orang-orangnya ramah,’’ ujarnya.

Yang membuatnya tertarik dan kemudian mempelajari agama Islam adalah budaya kehidupan kaum muslimin Indonesia. ‘’Mereka beribadah dan hidupnya berbahagia,’’ kata Brent yang rumah tangganya gagal.

Ia lalu belajar agama pada teman-teman dan membaca literatur tentang Islam. Baik kawan di Selandia Baru maupun Indonesia. Hingga kemudian, Brent memutuskan bersyahadat. Latar keislamannya ini ia videokan dan unggah di Youtube.

Di luar pekerjaaan profesionalnya, pria yang menguasai sedikit Bahasa Indonesia dan beberapa bahasa daerah Nusantara ini senang menjadi relawan kemanusiaan. ‘’Ya, saya senang mempromosikan kegiatan seperti Kolingin ini,’’ akunya.

Kolingin bermula dari kegiatan gotong royong sejumlah pemancing pada Februari 2018. Menurut Hary Nirbaya (52), inisiator Kolingin, prakarsa resik kali melibatkan Subroto dan Nurhayati (52) istrinya serta Awan Prabowo (30) anaknya. Juga Bogiman (58) yang berprofesi buruh dan Purwadi (54) yang berwirausaha.

‘’Untuk tahap pertama, target kita adalah membersihkan ruas kali sepanjang 700 meter dari sisi selatan Jembatan Manding hingga dam di ujung dusun,’’ terang Hary yang berprofesi sebagai praktisi audiovisual.

Subroto menambahkan, kegiatan resik kali dibagi menjadi dua tahap. Pertama, sterilisasi bantaran kali sebelah wetan dari sampah domestik dan organik (guguran pepohonan). Kedua, pembersihan badan sungai dari endapan sampah domestik dan alami.

Hingga Juni 2018, baru 20% target resik dicapai. Maklum, personil terbatas, demikian pula peralatannya seperti mesin pemotong batang bambu.

Agustus 2018, aktivitas Kolingin mengundang dukungan LAZNAS (Lembaga Amil Zakat Nasional) Dewan Dakwah. Lembaga yang berpusat di Jakarta ini memberikan bantuan berupa 20 kg lele konsumsi ditebar di kali, biaya penyelenggaraan lomba mancing dan balap perahu batang pisang (debok), serta pemotongan 5 ekor kambing kurban pada Idul Adha, September 2018, dari Muslime Helfen Germany.

Hajatan yang diselenggarakan Kolingin mulai membuka mata warga dan aparat dusun. Komunitas mulai diperhitungkan.

Untuk menguatkan komunitas, Laznas Dewan Dakwah mendanai pembangunan markas mereka. Dalam waktu sekitar dua bulan, jadilah saung bertiang bambu petung beratap rumbia. Bangunan terbuka ini dijadikan pusat kegiatan Kolingin dan warga sekitar.

Hary Nirbaya pun mulai mensosialisasikan Kolingin ke kalangan LSM dan pemangku kebijakan terkait. Misalnya Dinas Lingkungan Hidup Kab Bantul. Hasilnya, Kolingin mendapat support baik material maupun ketrampilan. Di antaranya berupa paket pelatihan, biaya pembelian sarana kebersihan dari alumni SMAN 2 Sewon Bantul, dan pinjaman unit perahu kebersihan dari LSM mitra.

Pada 16 Desember 2018, Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslih datang untuk meresmikan Markas dan melantik Pengurus Kolingin. Kehadirannya didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bantul, Ari Budi Nugroho. Segenap aparat Kelurahan Sabdodadi dan Dukuh Kadibeso serta Dusun Manding Serut juga menyambut.

Bersama sejumlah kepala dukuh, Wabup Bantul sempat melakukan inspeksi Kali Nongo. Ia menginstruksikan instansi terkait di Bantul untuk membantu Kolingin. Misalnya pemasangan bronjong penahan longsor di kedua sisi kali. Juga mensterilkan rumpun bambu di badan sungai.

Sejak itulah, Kolingin diakui, diterima, dan dibantu warga serta aparat desa. Aparat dusun pun tak ketinggalan memberi support.

Senin, 29 April lalu, Pemda Bantul bahkan menggelar kegiatan dinas di Markas Kolingin. Waktu itu, Bupati Bantul Drs H Suharsono dan wakilnya, H Abdul Halim Muslih, beserta jajaran Pemkab Bantul menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) persiapan penilaian Penghargaan Adipura.

Nah, menyimak kegiatan Kolingin binaan Laznas Dewan Dakwah ini melalui Youtube, Brent kemudian mengisi cuti kerjanya dengan mengunjungi Yogyakarta.

Selama beberapa hari bermukim di Markas Kolingin, Brent bergaul dan membantu kegiatan Kolingin. Ia menjadi contoh yang cukup baik seorang muslim bule yang rajin ke mesjid, tidak merokok apalagi menenggak miras, ringan tangan membantu kegiatan kebajikan, dan ramah pada orang yang baru dikenalnya sekalipun. ‘’Insya Allah tahun depan saya siap mengikuti kegiatan Program Laznas Dewan Dakwah di manapun di Indonesia,’’ janji Brent Strathdee-Pehi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *