Penyuka Daging Babi Bisa jadi Kanibal
Pemakan babi lama-lama akan ‘’mewarisi’’ sifat-sifat babi, bahkan lambat laun menyukai daging manusia.
”Tahun 1988, saya merantau ke Sumatera dan bekerja serabutan. Kemudian, beberapa lama di sana, saya kenalan dengan Taslim yang sekaligus menjadi guru saya. Agar menemukan kedamaian yang abadi dan bisa menghidupkan orang mati, Taslim meminta agar saya makan tujuh orang. Terus, kalau ingin lebih hebat lagi agar memakan 21 orang. Kalau masih pingin lebih hebat lagi, harus memakan 41 orang. Saya sendiri memilih yang tujuh orang.”
Demikian pengakuan Sumanto, yang sempat dikenal sebagai ‘’Kanibal dari Purbalingga’’. Setelah membongkar dan memangsa jasad Mbah Rinah (81), lelaki ini mulai doyan makan daging manusia. Hingga disidangkan, warga Desa Plumutan, Purbalingga, Jawa Tengah, ini telah memakan sedikitnya tiga manusia di Lampung dan kampung halamannya.
Sumanto tak sendirian. Di Jerman, ada warga yang dijuluki ‘’Si Penjagal dari Rottenberg’’. Itulah Armien Meiwes.
Pada tahun 2001, atau dua tahun setelah kepergian ibunya, Meiwes memasang iklan di internet. Bunyinya: “Dicari! Pria Sehat yang Bersedia Dimakan.”
Masya Allah, dalam setahun, 430 pria merespon iklannya melalui e-mail. Meiwes, warga kota kecil Rottenberg, mengawali petualangannya dengan memangsa pasangan homoseksualnya yang bernama Bernd Jurgen Brandes (43).
Juli 2001, seorang pelajar remaja menemukan forum diskusi Meiwes di internet, yang diberi nama “Cannibal Café”; “Guy Cannibals” dan “Torturenet”. Inilah forum komunitas kaum kanibal.
Seperti dikutip surat kabar Hamburger Abendblatt edisi 5 Januari 2004, Meiwes mengaku setelah memakan Brandes merasa ‘’lebih baik dan stabil’’.
Bagaimana sih rasa daging manusia? “Rasanya mirip daging babi,” kata Armien Meiwes. Tapi, ‘’lebih enak daging anjing, tikus, atau kucing,’’ tukas Sumanto. ‘’Kalau daging bocah itu kelihatannya lebih gurih,’’ Sumanto menunjuk anak 12 tahun yang melintas di depannya, saat diperiksa polisi.
Doyan Babi
Sebelum mulai makan manusia, ternyata Meiwes dan Sumanto sama-sama penyuka makan daging babi.
Menurut DR Muladno, ahli genetika molekuler di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, babi memang ‘’mirip’’ manusia. Melalui aplikasi teknologi transgenetika, organ penyusun tubuh babi akan semakin mirip dengan manusia. Sehingga, ‘’bisa dibayangkan apa yang terjadi, apalagi jika melihat pertumbuhan babi yang begitu cepat. Efeknya macam-macam, termasuk kanibalisme. Wong namanya manusia makan daging ‘manusia’, kok,’’ tutur satu-satunya peneliti babi Muslim di Laboratorium Hewan Babi IPB ini.
Lebih lanjut Muladno menjelaskan, semula, transfer organ babi ke manusia menghadapi kendala karena adanya penolakan oleh immune system tubuh manusia. Melalui penelitian, ditemukanlah biang penolakan yaitu Hyper Acute Rejections (HAR). Untuk mengatasi HAR ini, peneliti memindahkan gen manusia ke dalam babi sehingga tercipta babi transgenik.
Penelitian lebih lanjut mengungkap, untuk menghasilkan organ babi yang siap ditransplantasi ke tubuh manusia, tidak cukup memindahkan satu gen saja. Tapi jumlahnya tergantung pada gen-gen apa saja yang harus dipindah agar organ yang ditolak tadi bisa diterima di tubuh manusia.
“Jadi, bila nanti semua gen yang dibutuhkan organ babi tadi untuk bisa diterima tubuh manusia sudah dipindahkan ke babi, babi transgenik itu akan mengandung banyak sekali gen manusia,” beber Muladno. Gen-gen itu tadi akan menghasilkan protein, yang merupakan bahan membentuk daging, rambut, organ-organ tubuh, dan lain-lain.
“Itu artinya, babi-babi transgenik dagingnya seperti daging manusia, organ tubuhnya juga mirip manusia,’’ simpul Muladno.
Ia pun mengemukakan, pembiakan babi transgenik mulai marak sejak 1995. Bahkan pada 2000-an, orang sudah berniat membuat pabrik organ babi melalui penangkaran babi transgenik.
Babi-babi yang ‘’dimanusiakan’’ itu, saat ini barangkali jumlahnya masih terbatas dan terisolir. Tapi, bila karena suatu sebab ia keluar dari isolasi lalu kawin dengan babi biasa, dunia niscaya akan dipenuhi babi ‘’jejadian’’. Sebab, setelah bunting 16 bulan, seekor betina babi sanggup melahirkan 12-18 ekor genjik. Menurut Muladno, keturunan babi biasa dan transgenik, tidak bisa dibedakan secara fisik. Artinya, itu akan membenarkan pengakuan Armien Meiwes, bahwa daging babi rasanya seperti daging manusia. Memakan babi seperti makan manusia, dan sebaliknya pula.
Sifat Binatang
Peneliti Australia, Paul David Murray, pada 1998 melakukan riset sosial di Malang, Jawa Timur. Murray menginventaris sejumlah nama binatang yang digunakan sebagai kata umpatan manusia berikut alasannya. Misalnya: bunglon untuk orang yang pendiriannya tidak tetap, kera atau monyet untuk yang kurang ajar atau menjengkelkan, buaya untuk penipu ulung, kelelawar atau kalong untuk yang hobby begadang, kadal atau ular untuk yang licik, dan babi untuk orang yang sifatnya sangat menjengkelkan.
Nah, berdasarkan wawancara dengan sejumlah penduduk asli setempat, Murray mendapat keterangan bahwa nama-nama binatang itu digunakan untuk mengumpat manusia karena dianggap paralel sifat keduanya. Manusia dan binatang jelas berbeda derajatnya. Tapi seseorang akan dikatai sebagai binatang, “karena sifat atau tingkah lakunya keterlaluan, tidak pantas dilakukan manusia. Sifat atau tingkah laku tersebut lebih pantas dilakukan binatang.” Demikian penjelasan seorang warga yang menjadi responden Murray.
Menurut hasil penelitian, pemakan babi lama-lama akan ‘’mewarisi’’ sifat-sifat babi. Pemakan babi, dari satu generasi ke generasi berikutnya, menjadi hilang sifat manusianya, hilang decorum (rasa malunya) dan lambat laun menyerupai sifat babi sama sekali.
Namanya umpatan, tentulah berkonotasi buruk. Karenanya, Islam pun mengharamkan sebagian besar binatang yang dijadikan gelar umpatan itu. Selain babi, juga hewan bertaring dan berkuku tajam seperti ular, kelelawar, buaya, monyet, anjing, dan seterusnya.
Pengharaman Babi
Dalam agama Islam, larangan babi disebut oleh Al Qur’an: ‘’Diharamkan bagimu makan bangkai, darah, dan babi…’’ (Al Maidah 3). Juga hadits Nabi yang diriwayatkan dari Jabir ra, bahwa Rasululullah Saw berwasiat, ‘’Allah mengharamkan penjualan (dan pembelian) arak, bangkai dan babi.’’ Seorang sahabat bertanya, ‘’Ya Rasululullah, bagaimana dengan lemak babi? Lemak babi dapat digunakan untuk mengecat perahu, menghaluskan kulit, dan sebagai alat penerang (pelita)?’’. Nabi menegaskan, ‘’ Tidak, ia tetap haram. Allah mengutuk orang-orang Yahudi. Allah mengharamkan mereka makan lemak babi, tetapi mereka mengumpulkannya lalu menjualnya dan makan harganya (hasilnya)’’ (HR Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan).
Yahudi ortodox juga pantang mengonsumsi babi. Injil pun melarang manusia memanfaatkan babi. Pemakan babi bakal musnah dari muka bumi karena azab Ilahi (Yes 66:1-4, 16-17; Ulangan 14: 7-8, dll).
Berbagai hasil penelitian terhadap sifat dan bahaya babi terhadap manusia, membuktikan larangan itu sangat manusiawi. Misalnya seperti yang diungkapkan Abdurrahman Al Baghdady dalam bukunya ‘’Babi Halal Babi Haram’’ atau dalam buku ‘’Hidangan Islami: Ulasan Komprehensif Berdasarkan Syari`at dan Sains Modern’’ karya Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid. Keduanya diterbitkan GIP (Gema Insani Press).