Dari sembilan kali kemunculannya dalam al-Qur’an, tujuh ayat yang mensifati Allah dengan sifat al-Qawiy dirangkaian dengan sifat al-Aziz. Dua lainnya digandengkan dengan kata “syadid al-iqab” atau Yang Maha Pedih Siksa-Nya.
Wartapilihan.com, Depok –Sungguh, mereka yang hidup di bawah tirani Fir’aun menyangka Raja Ramses II itu begitu kuat. Ia tak akan terkalahkan apalagi setelah mengaku sebagai tuhan. Tak lama, ternyata Fir’aun yang jenggotnya sempat ditarik Nabi Musa itu tenggelam tak berdaya. Hal ini diungkapkan Ustadz Syamsul Yakin, Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Qur’an Indonesia, Depok, Jum’at (8/9/2017).
“Kendati telah beroleh negeri yang kaya dan jaya tetapi mereka tak kuasa berhadapan dengan angin kering dan banjir. Sungguh, orang-orang kuat datang dan pergi pada setiap kurun. Pun di negeri kita, Amerika, Kuba, Malaysia atau di mana saja. Setelah menjadi digdaya dan adikuasa, berangsur-angsur mereka melemah, tak berdaya dan nirkuasa,” tutur Ustadz Syamsul.
Kini, kembali kita diinsyafi dengan sifat Allah sebagai al-Qawiy. Syamsul menjelaskan, seperti dikatakan oleh Prof Quraish Shihab, secara umum dapat dikatakan bahwa sifat al-Qawiy atau Yang Maha Kuat, dipaparkan dalam al-Qur’an dalam konteks menghadapi para pembangkang.
“Mengapa demikian? Karena orang-orang yang menjadi obyek ayat ini sudah terlalu jauh melangkah dalam dosa, lari meninggalkan kebenaran dan petunjuk-Nya,” imbuh Syamsul.
Ia memaparkan al-Qur’an surat Huud/11 ayat 66, Allah membuktikan kepada mereka yang durjana dan membangkang bahwa mereka tidak akan diselamatkan oleh Allah.
“Sebagai pelajaran bagi manusia sepanjang zaman, Allah rekam peringatan-Nya tersebut di dada para penghapal al-Qur’an, yakni “Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia, dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa”,”
Ia mempertanyakan ayat di atas, apakah saat ini masih ada orang-orang yang senantiasa menolak ajaran dan ajakan “Nabi Shaleh” modern?
“Sepertinya di abad kini para pembangkang kian berkembang, dan sejarah tampaknya sudah berulang. Mereka yang senantiasa berlindung di bawah payung kekuatan Allah, niscaya hidupnya mulia dan penuh rasa bahagia. Seberapapun besar azab dan sengsara yang mendera (karena ulah para pembangkang), “kaum Nabi Shaleh” tetap hidup optimis, tidak sinis kepada mereka yang kaya dan berprestasi,” paparnya.
Seorang yang menaati Allah juga tidak memaki-maki pemimpin dan menghujat pejabat yang gemar menelantarkan orang banyak. Karena, menurut Syamsul, mereka lebih tepat didoakan, dinasehati. “Kalau dengan cara tersebut tidak membuat mereka bergeming, maka baru kita serahkan para pembangkang itu kepada Dia Yang Maha Kuat Yang Maha Pedih Siksanya, di mana kaum Nabi Shaleh yang membangkang sudah membuktikan Ke-Maha-Kuatan-Nya,” tandas Syamsul.
Syamsul menegaskan, sangat mungkin menyaksikan para pembangkang modern diazab dengan sangat pedih oleh Allah swt? Pasalnya, segala sesuatu bagi Allah tidak ada yang sulit, karena Dia Maha Kuat untuk melakukan apapun, kapanpun. Konteksnya mungkin bisa tidak sama, tapi substansinya serupa.
“Misalnya, ketika Allah tebar penyakit yang belum juga bisa diantisipasi secara dini seperti AIDS, flu burung, SARS, cikungunya, sapi gila, antraks, termasuk menghentikan aksi nyamuk demam berdarah, boleh jadi ini peringatan Allah kepada mereka yang membangkang. Kendati yang beriman juga turut merasakan,” imbuh dia.
Syamsul menambahkan, seperti apapun terpuruknyanya suatu bangsa, bila secara sungguh-sungguh berlindung dan melempar asa kepada al-Qawiy, dengan izin Allah akan berhasil, sukses dan menang, rakyat sejahtera dan keadilan bertebar di mana-mana.
“Semoga kita tidak hanya pandai berkata-kata, tapi Allah bimbing kita hingga bisa meneladani-Nya,” tandasnya.
Eveline Ramadhini