Namanya tak begitu asing di telinga. Mengenal lebih dekat dengan sosok lawyer yang juga sastrawan ini.
Wartapilihan.com, Jakarta —Abrory Abdul Djabbar. Nama itu kini tak asing di dunia sastra. Karya-karyanya yang religius berhasil dilagukan dengan dendang yang melembutkan hati melalui musikalisasi puisi. Puisi “Kembali Pulang, Sayang” juga “Musi Ialah Aku” dan banyak puisi lainnya, sangat apik dikemas dalam bentuk musikalisasi oleh Ari Malibu.
Di sela-sela memperingati 100 tahun HB Jassin, Eveline Ramadhini dari Warta Pilihan mewawancarai Abrory di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Senin malam yang lalu. Berikut petikannya:
Latar belakang acara ini dan tujuannya bagaimana?
Pertama, kita ingin mengenang jasanya HB Jassin, terhadap sastra. Karena para sastrawan juga memiliki kontribusi terhadap kemerdekaan bangsa kita, dan jasa utama Bapak HB Jassin adalah pendokumentasian sastra Indonesia, yang sangat luar biasa di tangan beliau. Seandainya nggak ada HB Jassin, kita kehilangan dan nggak ada gantinya.
Bagaimana peran Gedung HB Jassin dalam dunia kesusastraan?
Ini satu-satunya dokumentasi sastra paling lengkap, mungkin di Asia. Untuk Indonesia yang tidak ada literatur di luar. Misalnya, mau cari apa? Tulisan Deddy D Iskandar, ada. Catatan, puisi, skenario, sajak, itu ada semua. Oleh Pak HB Jassin diatur sedemikian rupa sehingga semua ada. Coba bayangin, penerbit-penerbit yang udah lama, sudah hilang kan? Nah, semuanya ada terdokumentasi.
Karya-karya yang didokumentasikan khusus literatur Indonesia saja atau dari Jepang dan juga Belanda?
Ada. Terutama yang tahun 1800-an. Ada yang literatur China, China peranakan, tetapi sebagian besar sastra Indonesia.
Bagaimana nasib perpustakaan HB Jassin, kabarnya dahulu sudah dua tahun dana tidak cair dari Pemda DKI?
PDS HB Jassin akan diserahkan ke Pemda DKI, namun pihak Yayasan tetap bisa mengawasi dan memberikan pengarahan. Pembicaraan teknis sedang berlangsung.
Harapan terhadap perpustakaan HB Jassin ke depan pada pemerintahan DKI Jakarta yang baru, Anies dan Sandi?
Harapannya akan benar-benar bisa dipelihara dan dikembangkan menjadi lebih besar dan lebih lengkap dengan segala kelengkapannya.
Menurut Anda, bagaimana minat anak sekarang terhadap sastra Indonesia?
Sekarang saya lihat, mereka mulai tertarik dengan sastra melalui puisi, bacaan-bacaan juga, novel-novel. Cuma sekarang harus ditingkatkan lagi dengan membaca novel-novel klasik dari orang Indonesia jaman dulu. Karena, mereka seperti Mochtar Lubis, Ajip Rosidi, Asrul Sani, itu memang maestro-maestro Indonesia. Nah, kalau kita yang novel-novel biasa sekarang, seperti Tere Liye, itu bagus. Tetapi kalau karya klasik itu kedalamannya luar biasa. Juga seperti Pramoedya Ananta Toer, ya, Hamka, Putu Wijaya, banyak sekali. Kalau kita nggak baca, nggak dapet keindahan. Coba deh baca ‘Harimau-Harimau’ dari Mochtar Lubis. Kita bisa sampai tercengang, begitu. Kalau Tere Liye bagus. Tapi, jauh…
Kenapa bisa jauh kualitas sastranya?
Karena mereka ini memang tukang bacanya luar biasa, orang-orang jaman dahulu. Dan pengalaman batin mereka dalam hidup. Itu sangat berpengaruh, karena pengalaman batin itu, makin pahit dia hidup, benturan makin banyak, dari situ dia menemukan īkisah-kisah yang lebih menarik dengan cara pandang terhadap problem yang unik dan berbeda. Dan kemudian lagi, mereka memang orang yang yang konsern di sana. Mereka bukan orang dagang, lho. Mereka memang benar-benar berkarya untuk sesuatu yang sifatnya nurani, sifatnya ideal.
Upaya apa yang bisa dilakukan agar anak bangsa daya baca terhadap sastranya meningkat?
Itu mungkin harus difilmkan, proses-proses pemfilman itu. Yang kedua, diskusi-diskusi dengan para sastrawan yang masih hidup. Nah, itu akan membangkitkan kembali. Jadi, sebenarnya harus banyak diskusi, seperti sekarang kan, hadir di acara HB Jassin, jadi mengerti, kan (siapa beliau sebenarnya).
Harapannya terhadap dunia sastra bagaimana?
Saya berharap, dunia sastra akan selalu maju, akan terus berkembang. Karena sastera itu sebenarnya mewakili nurani. Nurani bangsa kita akan tertuntun oleh para sastrawan. Asal sastrawannya juga benar-benar untuk mencari ridho Allah ya, bukan mencari ketenaran. Karena sastrawan itu, mereka itu kerjaannya merenung. Melihat bangsa mau kemana. Ini udah melenceng, sampai mana udah melenceng? Apa yang terjadi saat demi saat? Jadi, ketika itu terjadi, dan ada satu gejolak, direspon sama dia dengan sastra. Dan sastra itu membangkitkan kesadaran. Makanya, kemerdekaan bangsa kita juga peran dari para sastrawan. Kuat, besar. Contohnya, Chairil Anwar, Rendra juga. Kalau ada kedzaliman, ada kesewenang-wenangan, sastrawan turun. Termasuk sekarang Taufiq Ismail. Cuma banyak juga anak muda, tapi memang Taufiq Ismail tokoh utamanya.
Bolehkah diceritakan pengalaman Anda, setahu saya Anda lawyer, ya?
Iya, saya lawyer, sempat menjadi dosen. Sejak muda saya terpengaruh oleh para filosof dan penyair, terutama dengan yang namanya Muhammad Iqbal. Beliau adalah seorang sastprawan tapi juga sekaligus filosof dan sekaligus tokoh utama pergerakan di India, Pakistan. Jadi puisi-puisi beliau itu mempengaruhi hidup saya. Dia bilang begini, “Ya Allah, ambil semua yang ada, tapi jangan Kau cabut nikmatnya merintih pada dini hari,”. Yang kedua, dia bilang, “Berhenti pada tempat di jalan ini. Sikap lamban berarti mati. Mereka yang bergerak, merekalah yang maju. Mereka yang menunggu, sejenak sekalipun, pasti tergilas.” Satu sisi dia dengan dunia, (karena) manusia itu harus jadi khalifah. Tapi di sisi lain, kita nggak cinta dunia, gak hubbuddunya. Makanya, Ya Allah, ambil semua yang ada, tapi jangan Kau cabut nikmatnya merintih pada dini hari,” nikmatnya tahajud, bercinta denganNya. Dan inilah yang membawa saya masuk ke dunia sastra berikutnya. Saya dikenalkan dekat dengan Taufiq Ismail. Kemudian sampai sekarang, saya akhirnya setiap saya melampiaskan perasaan saya selalu melalui puisi.
Meski menyukai sastra, apakah berhenti jadi lawyer (pengacara)?
Nggak. Lawyer tetap2 Lawyer siang, malam jadi sastrawan. Sastera-sastera itu kita buat jadi musik, jadi lagu. Musik sudah lama suka, tapi musik mulai tercipta ketika ibu saya meninggal tahun 2012. Puisi-puisi, sejak saat itu saya mulai bernyanyi. Menyanyikan lagu-lagu yang dibuat dari puisi. Sekarang sudah ada 7 album sebetulnya. Lagunya dari saya, ada juga yang dibuatin kawan-kawan, yang dibuat Ari Malibu, Dima Miranda, dan kawan-kawan. Nanti kita dengerin, nih…
Eveline Ramadhini