“Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat”
Wartapilihan.com, Depok– Pasal satu Gurindam 12 karya Raja Ali Haji di atas, dibacakan dalam acara Wisuda Pesantren at Taqwa di Cilodong Depok, Sabtu lalu (3/8). Dua belas santriwati membacakan bergantian gurindam yang berkesan dalam sejarah sastra Islam di Indonesia ini.
Wisuda pesantren ini memang lain daripada yang lain. Bila biasanya dalam acara wisuda, wisudawan hanya dibacakan namanya saja dan dikalungkan medali, maka dalam acara ini para wisudawan disebutkan prestasinya satu per satu.
Fatih Madini, misalnya, adalah wisudawan santri Pristac/setingkat SMA Pesantren at Taqwa yang penuh dengan prestasi. Selain mumpuni dalam penulisan dan pidato, ia juga dikenal jago dalam bela diri.
Dalam acara wisuda itu, Imad –panggilan akrabnya- menyampaikan pidato dalam bentuk ‘sajak bebas’ yang panjang. Imad menyatakan :
“Tak terasa tibalah waktu bagi kami untuk diwisuda
Rasanya baru kemarin kami menimba adab dan ilmu bersama
Melakukan aktivitas seorang santri pada umumnya
Dalam rangka Memperbaiki jiwa dan raga
Serta menambah jawaban dari soal kehidupan dan pengalaman yang sulit dilupa
Banyak kenangan juga pemberian yang kami dapatkan.
Sebab At-Taqwa, kami termotivasi, berubah cara pandang kami, bahkan tersadarkan
Akan banyak hal yang penting bagi setiap insan
Mulai dari adab yang lebih diutamakan
Ilmu yang mesti diamalkan dan diajarkan
Keikhlasan yang harus selalu ditanamkan
‘Izzah sebagai seorang Muslim yang tidak boleh dilepaskan
Serta tujuan belajar yang mesti diluruskan.
At-Taqwa mengajarkan kami bahwa kepintaran bukan tujuan utama
Masuk sekolah favorit atau kampus bergengsi bukan hal yang luar biasa
Lalu Memperoleh kerja untuk kemudian bisa makan bukan pula tujuan yang mulia
Sebab itu sama saja mengkerakan manusia,
bahkan merendahkan manusia dari kera
Sebab kera tidak perlu sekolah dan ke kampus untuk makan dan menghidupi keluarganya.
Yang selalu di tanamkan pada kami, adalah Bagaimana Insan Adabi bisa tercipta
Menjadi manusia baik, yang bisa meletakkan segala sesuatu, termasuk ilmunya
Pada tempat yang semestinya sesuai akal dan kehendak Allah SWT”
Sekelas dengan Imad, Fadlan, Musa, Mutia, Faiz, dan Faris tak kalah prestasinya. Musa, anak seorang kyai ini pintar berceramah dan telah hafal 17 juz Al Quran. Fadlan adalah santri yang jago dalam perfilman dan edit film. Mutia, satu-satunya santri wanita di Pristac itu pinter mendongeng. Bahkan videonya mendongeng banyak bertebaran di Youtube. Faiz adalah santri yang pintar beladiri dan designer. Sementara Faris adalah murid yang pintar berbahasa Inggris dan pandai dalam menulis.
Begitu juga di Shoul Lin, santri-santri setingkat SMP Pesantren at Taqwa ini telah menunjukkan bakatnya. Alima Pia Rasyida misalnya, selain pintar dalam bela diri juga berbakat dalam menulis. Di medsos, Alima sering menunjukkan kemampuannya dalam menganalisa peristiwa dengan perspektif Islam. Begitu juga teman Alima, seperti Ali Sina, Sofi, Sahira dan lain-lain. Ali Sina, santri yang jago bela diri ini, selain pintar pidato juga pintar dalam menulis. Tulisan-tulisan ringkasnya di instagram, menunjukkan ghirah pemudanya yang tinggi terhadap Islam.
Penyebutan prestasi dan bakat para santri satu per satu di panggung wisuda itu tentu menambah kepercayaan diri para santri.
“Memang anak saya sejak di pesantren ini, sekarang sudah bisa ceramah di Masjid/Musholla,” kata Manin, salah seorang wali santri. Beberapa wali santri yang lain menceritakan dengan bangganya anaknya sudah mulai bisa baca kitab kuning, bisa menulis, bisa bela diri dan lain-lain.
Pendiri Pesantren at Taqwa, Dr Adian Husaini menyatakan bahwa untuk tingkat SMP atau Shoul Lin al-Islami, standar kelulusan atau kompetensi utama lulusannya adalah tercapainya kedewasaan. Sebab, usia sekitar 14-15 tahun adalah usia dewasa. “Jadi, pendidikan di tingkat ini harus menyiapkan anak-anak menjadi orang dewasa pada saat ia harus sudah dewasa. Ketika itu mereka sudah akil baligh dan sudah mukallaf. Artinya, mereka sudah terkena kewajiban agama. Jadi, mereka harus tahu mana iman dan kufur, mana halal dan haram, mana ibadah yang diwajibkan, dan juga tahu mana akhlak mulia dan akhlak tercela.
Untuk tingkat SMA atau PRISTAC, mereka disiapkan menuju kemandirian. Sebab, pada usia sekitar 17-18 tahun, mereka sudah harus siap terjun ke masyarakat; apakah mereka akan bekerja, berumah tangga, atau melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Karena tantangan terberat saat ini datang dari peradaban Barat, maka pada jenjang ini kita tekankan kemampuan berbahasa Inggris dan memahami tantangan pemikiran kontemporer. Kemampuan komunikasi, baik lisan maupun tulisan pun diutamakan.
“Pada jenjang Pendidikan Tinggi (At-Taqwa College), maka yang kita siapkan adalah kematangan dan keunggulan. Para mahasantri/mahasiswa dimatangkan penguasaannya terhadap pemikiran Islam dan tantangan modern, juga dimatangkan kemampuannya dalam hal komunikasi lisan dan tulisan (jurnalistik), serta penguasaan teknologi informasi. Singkatnya, pada tiga jenjang pendidikan di Pesantren at-Taqwa Depok, tiga target utama kompetensi lulusannya adalah: Kedewasaan, Kemandirian dan Keunggulan,” terang cendekiawan Islam ini.
Kurikulum inti pendidikan di Pesantren at-Taqwa Depok berporos pada tiga hal: (a) adab (b) kitab (c) silat (bela diri). Kekhususan di pesantren at-Taqwa adalah penekanan pada adab/akhlak, kemampuan menulis, dan juga berdakwah secara lisan (public speaking), penguasaan ilmu bela diri (terutama bagi laki-laki), serta penguasaan terhadap sejarah dan pemikiran kontemporer.
Setiap jenjang pendidikan, memiliki target-target kompetensi yang disesuaikan dengan ketentuan keilmuan Islam dan adab yang harus dipenuhi serta keunggulan bidang tertentu yang sifatnya fardhu kifayah, agar para santri dapat mengembangkan dirinya dan menjadi orang yang bemanfaat di tengah masyarakat. Sebab, setiap orang diciptakan Allah SWT dengan potensi masing-masing yang wajib dikembangkan dan tidak boleh disia-disiakan.
“Karena itu, keluarga besar Pesantren at-Taqwa, baik pimpinan, guru, santri, dan walisantri, harus memiliki persepsi yang sama tentang Tujuan utama pendidikan dalam Islam, yakni membentuk manusia yang baik, manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Sebab, orang yang bertaqwa adalah yang paling tinggi derajatnya di hadapan Allah SWT,” jelas Dr Adian. (NH, wali santri)