Dalam Persidangan perdana Rabu(16/8) pekan lalu, Ustadz Alfian Tanjung datang ke Pengadilan Negeri Surabaya diperlakukan bagai seorang penjahat kelas kakap: tangan diborgol.
Wartapilihan.com, Jakarta –Dengan memakai rompi berwarna kuning yang bagian punggungnya tertulis TAHANAN dan tangan diborgol, Ustadz Alfian Tanjung memasuki ruang sidang dengan mengumbar senyum. Dengan tangan diborgol pula Ustadz Alfian menyalami para pendukungnya yang tak henti-hentinya mengumandangkan takbir: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
“Kayak penjahat aja, masak diborgol?!” begitu teriak seorang pengunjung. “Yang dilawan itu PKI,” teriak yang lain. Sang Ustadz hanya senyam-senyum mendengar para pendukungnya berceloteh memprotes perlakuan yang diterima oleh Sang Ustadz.
Ustadz Alfian Tanjung ditahan pihak kepolisian sejak Selasa(30/5) oleh Bareskrim Mabes Polri. Ia telah dituduh telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik dengan mengungkit Partai Komunis Indonesia dalam ceramahnya di Masjid Mujahidin, Surabaya, Februari lalu. Seorang warga Surabaya bernama Sujatmiko melaporkannya ke pihak kepolisian. Lalu Sang ustadz diperiksa dan ditahan.
Sebenarnya, ceramah Ustadz Alfian di Masjid Mujahidin itu, selain menguliti perilaku PKI, juga memberi pencerahan kepada jamaah tentang peran penting umat Islam sejak pesiapan sampai ketika mengisi kemerdekaan. Ia, misalnya, menyebut-nyebut peran penting Partai Masyumi dan tokoh-tokohnya yang berperan besar dalam mempersiapkan dan mengisi kemerdekaan RI.
Lagian pula, jika pun PKI dikulitinya, itu semata untuk mengingatkan kepada umat Islam terhadap bahaya laten PKI yang oleh Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966 dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Dan itu sampai hari ini masih berlaku.
Karena itu, kita menjadi heran, kenapa yang menyuarakan akan bahayanya PKI justru jadi pesakitan di tengah-tengah anasir-anasir komunis mencoba untuk bangkit kembali.
Peradilan adalah jalan untuk membuktikan kebenaran. Dan saat ini kebenaran itu sedang diuji. Tapi, mestinya, pihak aparat tetap menjaga adab dan etika, serta menjunjung asas keadilan. Karena Allah mengingatkan kepada orang-orang beriman untuk menegakkan keadilan itu, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Maidah ayat 8:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ} [المائدة: 8]
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam kasus Ustadz Alfian Tanjung, keadilan itu mestinya ia dapatkan sejak mula ditetapkan sebagai tersangka sampai proses peradilan berlangsung. Salah satu yang nampak adalah, Ustadz Alfian Tanjung itu seorang pendakwah, bukan penjahat! Dan karena itu, tidak sepantasnya seorang pendakwah diperlakukan seperti seorang penjahat besar yang masuk ke ruang sidang dengan tangan diborgol.
Jika mengacu kepada ayat 8 Surah Al-Maidah tersebut, siapa pun yang memerintahkan pemborgolan itu, tentulah mereka bukan orang-orang yang beriman, dan karena itu tidak bisa berbuat adil.
Kita berharap, dalam persidangan-persidangan berikutnya, Ustadz Alfian Tanjung mendapat perlakuan yang adil, karena ia tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan yang dzolim seperti itu.
Herry M. Joesoef