TPPO, Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat

by
Bareskrim Mabes Polri mengadakan gelar perkara terkait kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Foto: Zuhdi.

Maraknya kasus perdagangan orang dengan modus menawarkan pekerjaan di luar negeri menjadi salah satu parameter gagalnya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Wartapilihan.com, Jakarta – Kasus tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Tindak Pidana Perlindungan Pekerja Migran Indonesia kembali terjadi. Rata-rata para korban dijerat dengan iming-iming pekerjaan yang layak dengan gaji cukup fantastis.

Salah satunya perempuan asal Nusa Tenggara Barat (NTB), sekitar bulan Agustus 2017 ia direkrut dan dijanjikan untuk bekerja sebagai PRT di Saudi Arabia oleh tersangka bernama Sahman. Tersangka mengurus semua dokumen dan medical korban di NTB.

Setelah proses pengurusan dokumen dan korban dinyatakan siap diberangkatkan ke Jakarta, ia menghubungi dan mengirimkan data korban kepada Reza untuk diteruskan kepada tersangka Ali Idrus dari PT. Kenshur Hutama.

Kemudian, tersangka Ali Idrus mengirimkan uang untuk proses pengiriman korban dari NTB ke Jakarta kepada tersangka Reza. Sesampai di Jakarta korban ditampung di PT. Kenshur Hutama selama 1 pekan dan dipindahkan ke rumah tersangka Ali Idrus selama 2 pekan.

Setelah dua minggu di rumah tersangka Ali Idrus, korban diberangkatkan ke Riyadh pada tanggal 31 Agustus 2018 untuk dipekerjakan sebagai PRT dengan menggunakan visa cleaning service. Setelah beberapa hari di Riyadh, korban dikirim ke rumah majikan di Jeddah untuk bekerja sebagai PRT.

Nahas, selama korban bekerja sebagai PRT di Jeddah di perlakukan tidak manusiawi dan menjadi korban pelecehan seksual oleh majikannya. Setelah bekerja selama 1 bulan di Jeddah, korban melarikan diri dan melapor ke kantor KJRI Jeddah Arab Saudi.

Korban dipulangkan oleh KJRI Jeddah ke Indonesia pada tanggal 3 Maret 2018. Sesampainya di Jakarta, korban dijemput oleh tersangka Reza atas perintah tersangka Ali Idrus. Dan korban diberikan tiket untuk pulang ke Lombok Nusa Tenggara Barat.

Pengamat hukum Kamil Pasha menuturkan, pendekatan hukum semata tidak akan mampu menyelesaikan masalah perdagangan orang tanpa dibarengi dengan perbaikan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang dapat dinikmati sampai ke pelosok-pelosok.

“Pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, motifnya tentu memeroleh keuntungan dari masalah ekonomi dan ketidaktahuan para korban khususnya di daerah. Menjadi miris ketika masalah ini terjadi, pemerintah malah mempermudah masuknya Tenaga Asing ke Indonesia,” ujar Kamil saat dihubungi Wartapilihan.com, Senin (23/4).

Kamil menuturkan, maraknya kasus perdagangan orang dengan modus menawarkan pekerjaan di luar negeri menjadi salah satu parameter gagalnya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, pemerataan pembangunan, dan menciptakan lapangan kerja sampai ke daerah.

“Itu bukti gagalnya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan di daerah-daerah, sehingga ketika ada yang menawarkan bekerja diluar negeri dengan iming-iming gaji besar, para calon korban atau orban merasa ini jalan keluar dari himpitan masalah ekonomi. Padahal, belum tentu demikian,” jelas Kamil.

Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Herry Nahak mengatakan dalam mengungkap kasus TPPO, kepolisian mengalami kesulitan. Ia menjelaskan kasus TPPO bisa terungkap jika ada laporan dari korban. Dimana kebanyakan modus yang mereka gunakan ialah mengiming-imingi warga bekerja di luar negeri dengan upah menggiurkan.

“Beberapa kendala kita alami. Satu kasus TPPO itu kebanyakan terungkap ketika korban mau melapor,” kata Herry di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/4).

Polri, lanjutnya, berkomitmen memberantas dan menelusuri kejahatan trans nasional ini. Pemerintah RI turut memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah. Tapi faktanya masih ada warga yang diberangkatkan ke sana.

“Pada awalnya mungkin mereka yakin setelah kerja di sana aman tapi faktanya banyak yang mengalami masalah seperti tak digaji, pelecehan seksual, dan sebagainya,” ujar Herry.

“Kita imbau agar ikuti ketentuan yang sudah ada supaya pemerintah atau negara bisa melakukan monitoring terhadap keberadaan mereka. Mereka yang pergi secara tidak prosedural pasti tidak terpantau karena tidak terdata. Sehingga Kementerian Luar Negeri sulit melakukan monitoring,” sambungnya.

Perwakilan Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Yuda Nugraha menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan Bareskrim Polri mengungkap jaringan internasional TPPO. Ia mengatakan perwakilan RI di Khartoum, Jeddah, dan Malaysia telah melakukan langkah penanganan untuk para TKI yang menjadi korban TPPO.

Berdasarkan data Kemenlu, ada penurunan angka kasus TPPO pada 2017. Pada 2016 tercatat ada 617 kasus TPPO yang menimpa WNI di luar negeri. Sedangkan pada 2017 turun menjadi 340 kasus.

“Berbagai macam modus yang banyak dilakukan terutama ke Timur Tengah kita biasa menyebut formalin. Tetapi tentu penurunan ini tidak membuat kita lengah. Izinnya formal tapi kemudian berakhir menjadi pekerja informal. Sebagaimana ketentuan Permenaker Nomor 260 pekerjaan informal sudah ditutup untuk Timur Tengah,” paparnya.

Adi Prawira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *