Sisi Gelap Mudik

by

Jangan sampai perjalanan mudik mengorbankan hari-hari terakhir Ramadhan.

WartaPilihan, Jakarta- Mudik juga berpotensi buruk. Misalnya, menghalalkan segala cara untuk bisa pulang kampung dan tiba di sana secepatnya. Adab safar seperti kemuhriman, keselamatan, kepedulian, toleransi sesama musafir, dan sebagainya, terabaikan. Saling potong jalan, saling salip, perang klakson, tawur umpatan, acap mewarnai lalulintas mudik yang crowded.

Bahkan sebagian orang mengorbankan sepuluh hari terakhir Ramadhan demi mudik. Puasa tidak, sholat enggak, tarawih pun bablas. Padahal, sepuluh hari terakhir Bulan Suci sangat istimewa untuk beribadah. Terselip di dalamnya, satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qodar).

Simak nasehat para ulama agar mudik jangan mengorbankan Ramadhan. Al-Imam Ibnu Al-Jauziy rahimahullah berkata:  “Seekor kuda pacu jika sudah berada mendekati garis finish ia akan mengerahkan seluruh tenaganya agar meraih kemenangan, maka jangan sampai kuda lebih cerdas darimu.. Karena sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya.. Untuk itu, jika kamu termasuk dari yang tidak baik dalam penyambutan, maka semoga kamu bisa melakukan yang terbaik saat perpisahan”.

Kata Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Yang akan menjadi ukuran adalah kesempurnaan akhir dari sebuah amal, dan bukan buruknya permulaan…”

Sedang Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berpesan:  “Perbaiki apa yang tersisa bagimu, maka Allah akan mengampuni atas apa yang telah lalu, maka manfaatkan sebaik-baiknya apa yang masih tersisa, karena kamu tidak tahu kapan rahmat Allah itu akan dapat diraih.”

Kehadiran pemudik di kampung halaman juga bisa membawa bencana. Terungkap dalam seminar internasional mengenai dampak mobilitas penduduk terhadap perubahan sosial (International Migration edisi Juni 1989), bahwa migrasi desa-kota menimbulkan benturan-benturan norma dan nilai di daerah pedesaan. Paulo Coelho, salah satu pemakalah, menyatakan, “Migration has seriously jolted rural traditional values and behavior through the new style introduced by out-migrants.”

Selain berdampak positif terhadap pembangunan desa, pelaku mobilitas ada yang membawa dan menyebarkan kebiasaan buruk ‘’orang kota’’ seperti berjudi, mabuk-mabukan, mencuri, memeras, pornografi, dan prostitusi. Piranti teknologi komunikasi seperti ponsel dan internet, malah bisa disalahgunakan untuk memfasilitasi itu semua. (nurbowo)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *