Kisah Shanu adalah satu kisah duka lara pengungsi yang melarikan diri dari kekejaman tentara Myanmar.
Wartapilihan.com, Teknaf — Shanu (25 tahun) bersama suami dan dua anaknya harus terusir dari kampung mereka di Desa Sadulasoor, Maungdaw, karena adanya penindasan kejam tentara Myanmar. Bersama dengan 40 warga desa lainnya, Shanu dan keluarga mengungsi menuju Teknaf, Bangladesh pada 25 Agustus 2017 lalu.
Untuk sampai di Teknaf, Shanu harus menempuh perjalanan sekitar 34 hari dengan menyusuri hutan belantara. Perjalanan menjadi sangat berat bagi Shanu, karena saat itu dia tengah mengandung anak ketiga, dimana usia kehamilannya telah mencapai 36 pekan.
Namun kesulitannya berjalan dalam kondisi hamil tua tidak seberapa dibanding kesedihannya saat suami tercinta meninggal di perjalanan karena tertembak tentara Myanmar.
Kesedihan Shanu bertambah perih, sebab tidak lama dari itu, dua anaknya pun meninggal dunia akibat kelaparan. Mereka memang mengungsi tanpa perbekalan makanan yang cukup, sehingga mereka harus menahan lapar berhari-hari.
Meski dengan susah payah dan berjalan sempoyongan, Shanu berhasil tiba di Teknaf, kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh. Empat hari kemudian, Shanu pun melahirkan anak ketiganya di pengungsian.
Ada rasa bahagia dan kepedihan mendalam yang dia rasakan dalam satu waktu sekaligus. Bahagia karena anak ketiganya lahir dengan selamat, tapi juga sedih mendalam karena kehilangan suami dan dua anaknya. Kini, Shanu tinggal di bivak sederhana di kamp Balukhali, Bangladesh bersama bayinya yang berusia 27 hari.
Shanu dan ratusan ribu pengungsi Rohingnya lainnya di kamp pengungsian Bangladesh kini masih membutuhkan uluran tangan masyarakat Indonesia dan dunia. Lembaga-lembaga kemanusiaan dari Indonesia kini banyak yang berada di sana untuk meringankan penderitaan pengungsi muslim Rohingya yang jumlahnya sekitar 600 ribu di Bangladesh itu. II
Yadi/Izzadina