Pesantren Al Hikam, Depok, hari ini (25/1) menggelar seminar untuk mengkritisi pemikiran Ustadz Abu Bakar Baasyir (ABB). Para kiyai-kiyai muda menyayangkan Baasyir yang menolak Pancasila dan demokrasi.
Wartapilihan.com, Jakarta — Dr Muchlis Hanafi yang tampil sebagai pembicara pertama menyatakan bahwa buku ABB yang berjudul Demokrasi adalah Bisikan Setan, tidak sistematis. Pemikiran ABB ini seperti pemikiran Jamaah Islamiyah, Jamaah Takfir wal Hijrah dan semacamnya.
“Para ulama telah terlibat dalam pembentukan negara ini,” terang doktor dari Universitas Al Azhar Kairo ini. Menurutnya kini di Indonesia banyak Undang-Undang yang bernafaskan Islam. Seperti UU Wakaf, UU Zakat, UU Haji, UU Anti Pornografi dan Pornoaksi, UU Pendidikan Nasional dan lain-lain. “Tidak tepat thaghut diterapkan pada pemerintah kita,” jelasnya.
Sementara itu Dr Arif Zamhari menjelaskan bahwa ABB mencoba menarik konsep demokrasi ini ke arah teologis. Sehingga penerapan sistem ini berakibat pada kebatilan dan kemusyrikan bagi yang meyakini dan menerapkannya dalam praktek kenegaraan. ABB juga menyatakan bahwa dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat yang diwakili parlemen. Padahal menurut ABB kedaulatan itu berada di tangan Allah termasuk dalam penetapan halal dan haram.
Arif membantah kesimpulan Baasyir itu. Menurutnya anggota parlemen itu bukan mengadakan kebohongan dan mengada-ada atas nama Allah. “Misalnya UU tentang korupsi. Saya kira semangat UU ini sangat sesuai dengan ajaran Islam dan jauh dari upaya mengada-ada atas nama Allah,”jelasnya di pesantren al Hikam Depok yang didirikan almarhum KH Hasyim Muzadi.
Lebih lanjut Arif menjelaskan bahwa suara mayoritas -salah satu prinsip demokrasi- bukan abai terhadap pertimbangan kebaikan dan kebenaran, tapi dilakukan bila keputusan tidak kunjung final. Ia kemudian mengutip hadits Rasulullah saw ,”Jika kalian melihat perselisihan, maka kalian harus berfihak pada kelompok mayoritas.” (HR Ibnu Majah). “Wajib bagi kalian berfihak pada kelompok mayoritas, sesungguhnya kekuasaan Allah bersama kelompok mayoritas.” (HR Turmudzi)
Arif juga menolak pernyataan Baasyir yang menyamakan demokrasi sama dengan agama (dien). Menurutnya demokrasi adalah cara manusia untuk mengatur jalannya pemerintahan, sedangkan agama adalah ajaran suci yang diwahyukan Tuhan.
“Kalaulah Baasyir mau sedikit terbuka pandangannya, sebenarnya dalam demokrasi itu juga mengandung prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam. Seperti musyawarah, jaminan keadilan sosial, persamaan di depan hukum dan kebebasan berpendapat. Bahkan bisa dikatakan, embrio demokrasi ini lahir dari rahim Islam, tetapi besar dan berkembang di Barat,” urai Dr Arif.
Kondisi Baasyir
Kondisi ustadz yang berusia 80 tahun ini, kini sebenarnya sering sakit-sakitan. Ia mengalami pembengkakan pada kakinya. Beberapa bulan lalu, Tim Dokter Mer-C pernah mengobatinya di rumah sakit Jakarta, tapi kini bengkak kakinya menjalar lagi.
“Kesimpulannya adalah ada kronit pada vena-nya. Problem Ustadz vena dalam tidak kuat untuk memompa darah ke atas. Kemudian tidak ditemukan sumbatan, dan flu arteri pembuluh darah utama ini bagus alirannya. Jadi problemnya di vena dalam, ini yang menyebabkan kaki Ustadz bengkak,” terang dokter Jose Rizal di Gedung MER-C, Agustus 2017 lalu.
Saat ini Ustadz Ba’asyir diisolasi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Ia divonis 15 tahun pada tahun 2011 karena terkait dengan pelatihan bersenjata di Aceh.
Putranya, Abdul Rochim ingin ayahnya dibebaskan karena sudah tua. “Kami melihat keberadaan beliau di penjara ini sudah tidak layak, tidak manusiawi,”kata Rochim, Agustus 2017 lalu.
Fadli Zon yang sempat menjenguk Baasyir Mei 2017 lalu, juga melihat pemikiran Baasyir tentang negara Islam ini biasa saja. Ia melihat itu aspirasi dari warga negara dan kini Indonesia telah final menjadi NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 45. II
Izzadina