Sedekah Kok Ngarep?

by
Foto: santrigaul.net

Sedekah itu ibadah. Doa itu juga ibadah. Sedekah dan doa itu sama, sama-sama ibadah. Lalu, bolehkah bersedekah sambil berharap?

Wartapilihan.com, Jakarta –Lima tahun lalu, tepatnya bulan Oktober 2012, beredar sebuah buku yang cukup menggelitik, judulnya “Boleh Gak Sih NGAREP?; Belajar Tentang Sedekah” karya Ustadz Yusuf Mansur. Buku terbitan Zikrul ini, entah sudah berapa kali dicetak-ulang, sampai hari ini masih bertahan di rak toko-toko buku di kota Anda.

Sejalan dengan masih beredarnya buku tersebut, wacana tentang bolehkah sedekah sambil ngarep(berharap) masih jadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat.

Di masjid-masjid di pinggiran Jakarta, hampir setiap menjelang adzan Jum’at, ada pengumuman dari takmir masjid. Isinya tentang laporan keuangan dan program-program yang ada di masjid tersebut. Setelah itu, biasanya, juga diumumkan adanya sumbangan dari keluarga si Fulan, dan berharap agar jamaah mendoakan keluarga si Fulan yang terbaring sakit agar kembali pulih. Ada pula sedekah yang pahalanya ditujukan pada keluarga yang baru saja meninggal, dan keluarga si mayit mohon doa kepada jamaah agar mendoakan almarhum/almarhumah.

Ada pendapat, jika bersedekah, ya bersedekah saja. Ikhlas total tanpa embel-embel. Ini boleh dan sah-sah saja. Tapi, jika pun ada yang berniat sedekah dan berharap agar mendapatkan pertolongan dari Allah atas suatu hajat tertentu, ini juga tidak dilarang. Sedekah dan doa itu ibadah. Ia bukan pamrih. Tentang niat, konsepnya tidak sama dengan sedekah dan doa tersebut.

Seseorang yang berniat sedekah, memberikan sejumlah uang atau barang, lalu dia berharap anaknya sembuh dari sakit, jadi anak yang sholeh/sholehah, dan seterusnya …Ia ingin ini dan itu. Pada saat ia “ingin” itulah sebenarnya sudah masuk ke wilayah doa. Sedangkan niatnya tetap sedekah, dan doanya agar begini dan begitu …

Jika ada yang hendak melaksanakan shalat Dhuha dan shalat tahajjud, misalnya, niatnya apa? Niatnya, tentu saja ya untuk shalat Dhuha dan shalat tahajjud. Ketika shalat Dhuha seseorang menginginkan dimudahkan dan diberi keluasan rezki; ketika shalat tahajjud menginginkan sembuh dari penyakit, terhindar dari fitnah, berharap dapat ridho dan maghfiroh-Nya, dan seterusnya. Pada saat “menginginkan” sesuatu itu sudah masuk wilayah doa. Dia berdoa agar begini dan begitu, niatnya tetap sesuai judul shalatnya.

Adakah yang salah dengan niat dan doa tersebut? Tidak. Allah sendiri yang menyuruh umat manusia berdoa, dan akan dikabulkan oleh-Nya, sebagaimana firman-Nya:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.“ (QS. Ghafir: 60)

Sepanjang niat dan doanya dipanjatkan hanya kepada Allah semata, sepanjang itu pula sah-sah saja. Akan jadi masalah jika doanya atau “ngarep”-nya ditujukan kepada selain Allah. Ini jadi persoalan besar, karena sudah masuk ke wilayah syirik, menyekutukan Allah, dan itu dosa besar tak ter-ampuni, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’: 48)

Jika sudah masuk ke wilayah doa, jangankan hanya satu permintaan, beratus bahkan beribu permintaan pun, sepanjang ditujukan hanya kepada Allah semata, tidak ada masalah. Tapi, begitu ngarepnya pada orang atau pada makhluk, ada yang dia maui dari orang atau makhluk tersebut, itu yang tidak boleh. Begitu pula, sebuah amalan –termasuk sedekah– tidak boleh dilakukan dengan riya'(memperlihatkan kapada orang lain dengan rasa bangga) atau sum’ah (memperdengarkan atau mengumumkan kepada khalayak dengan rasa bangga), itu yang tidak dibenarkan secara syar’i.

Akhirnya, manusia hanya bisa berusaha, berdoa, dan tawakkal kepada Allah. Selebihnya, itu wilayah Allah. Tidak lebih tidak kurang. Sebaik-baiknya amalan itu, ketika kita sudah bertekad-bulat untuk melaksanakannya, ketika prosesnya sedang berjalan, hendaknya diiringi dengan bertawakkal kepada-Nya. Manusia ber-ikhtiar, Allah jua yang punya Kehendak. Wallahu A’lam.

Herry M. Joesoef

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *