Sains Bukan Sekadar Kumpulan Pengetahuan

by
foto:http://4.bp.blogspot.com

Sains dan teknologi saat ini tak lepas dari sejarah perkembangannya. Sejak awal, manusia sudah menggunakan teknologi untuk memudahkan kehidupannya.

Wartapilihan.com, Jakarta –-“Nabi Adam membutuhkan makan, sehingga beliau pasti mengembangkan teknologi untuk memasak dan menghasilkan api,” kata dosen Universitas Ibn Khaldun Bogor (UIKA), Dr. Wido Supraha, dalam INSISTS Saturday Forum (ISF) 2 Februari 2018, di Kalibata Jakarta Selatan.

ISF kali ini mengambil tema “Sains dan Sejarah Perkembangannya”. Ustadz Wido menjadikan pemikiran seorang pencetus disiplin sejarah sains, George Sarton, sebagai rujukan. Menurut Sarton, sains bukan cuma sekadar kumpulan pengetahuan, melainkan usaha aktif para ilmuwan/saintis dalam memaknai fenomena alam semesta yang dikajinya. Karena itu, sains pasti melibatkan tafsiran masing-masing saintis terhadap realitas sehingga sudah dengan sendirinya bersifat syarat-nilai, bukan bebas-nilai.

George Sarton menulis 5 jilid buku sejarah sains berdasarkan sumber-sumber sejarah yang mampu dilacaknya untuk membuktikan itu. Menurut Ustadz Wido, Sarton mengajak masyarakat Barat untuk menimbulkan kejujuran di kalangan saintis mereka tentang asal-usul ilmu yang mereka geluti. Dari sana akan terbentuk pengakuan dan penghormatan antar peradaban. Sarton membuktikannya sendiri, tatkala dia mengapresiasi capaian ilmiah tokoh-tokoh dari peradaban selain Barat, yakni Cina, India, dan terutama Islam. Menurut Sarton, peradaban Islam baru berusia dua abad ketika melahirkan nama-nama besar di bidang sains yang memberi sumbangan bagi perkembangan sains dunia.

Hal ini adalah capaian yang tak bisa diungguli baik peradaban Barat, baik di masa Yunani sebelum kedatangan Islam, maupun di masa renaisans yang banyak belajar dari Islam. Setiap umat Islam yang ingin menjalankan agamanya dengan baik pasti menghasilkan dan memanfaatkan sains. Al-Qur’an juga banyak memerintahkan manusia untuk mempelajari alam dan melakukan perjalanan ilmiah. Di sisi lain, Islam tak mendasarkan keimanan pada fakta sains, sehingga sifat falsifikasi dalam sains tak membuat keimanan umat Islam berubah-ubah, seperti peralihan dari teori bumi datar di masa lalu ke pemahaman tentang bentuk bumi yang bulat setelah dilakukan penelitian empiris.

Ustadz Wido kemudian menjelaskan asal-usul dan perkembangan istilah “sains” itu sendiri, dengan menampilkan beberapa kemungkinan, seperti keberadaan istilah-istilah “sicere”, “Scien”, dan “scientia” yang menunjukkan penggunaan istilah tersebut di masa lalu untuk maksud sains. Namun yang menarik adalah, seiring dengan perkembangan peradaban Barat, istilah sains menjadi disempitkan ke hal-hal yang terukur indera dan tercerap oleh akal saja, sehingga terjadilah sekularisasi. Ilmu-ilmu yang tersekularkan ini, menurut Ustadz Wido, adalah yang saat ini disebut sebagai “ilmu modern”.

“Padahal tidak ada sains yang benar-benar modern. Apa yang disebut ancient (purba) di masa lalu adalah modern di zamannya, sebagaimana apa yang kita anggap modern saat ini akan menjadi ancient di masa depan,” terangnya.

Menurutnya, dari penjelasan ini, kita menjadi semakin paham bahwa setiap usaha pengembangan Sains Islam adalah sah secara peradaban dan memungkinkan secara epistemologis, karena hal itu pernah terjadi di dalam sejarah dan umat Islam yang memiliki pandangan terhadap kebenaran dan hakikat yang tetap, sejak zaman nabi, saat ini, sampai di masa yang akan datang. II
Alam/Izzadina