Res Judicata, Uji Undang-Undang dan Calon Wakil Presiden

by
nayatullah Hasyim. Foto: Dok. Pribadi

Oleh: Inayatullah Hasyim, Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor

Dalam kamus hukum “Black’s Law Dictionary”, Res Judicata didefinisikan sebagai: “A thing adjudicated. An issue that has been definitely settled by judicial decision”.

Wartapilihan.com, Jakarta –Res Judicata berasal dari bahasa Latin yang, sesuai definisi di atas, berarti “sesuatu yang telah diputuskan Pengadilan”. Dengan kata lain, sebuah kasus hukum yang telah diputus pengadilan, tak dapat diperjuangkan lagi oleh Para Pihak di pengadilan yang sama atau pengadilan lainnya. Sekali suatu masalah hukum telah diputuskan pengadilan, putusan tersebut merupakan akhir dari masalah tersebut. Namun demikian, Res judicata tidak menghalangi proses banding atau keberatan lainnya sesuai hukum acara yang berlaku.

Dari definisi di atas, dapat pula disimpulkan bahwa unsur dalam res judicata adalah: 1. Telah terbit putusan Pengadilan. 2. Para Pihak dalam sengketa adalah sama, atau (setidak-tidaknya) terafiliasi dengan pihak yang sama, dan 3. Diputus oleh Pengadilan yang kompeten atas suatu objek perkara.

Lalu bagaimana pengujian sebuah Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, apakah terikat dengan doktrin res judicata juga? Seperti diketahui, ketentuan Pasal 60 Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali. Dengan demikian, UU yang telah diputus oleh MK tidak dapat diuji kembali oleh pihak lainnya. Pasal 60 itu seakan sebuah deklaratif MK yang mengadopsi doktrin Res Judicata.

Tetapi, MK memberikan pengecualian terhadap aturan umum tersebut melalui Peraturan MK No. 06/PMK/2005. Pasal 42 ayat (2) PMK itu menyatakan, UU yang telah diuji dan diputus oleh MK, dengan muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh MK, dapat diuji kembali, apabila permohonan pengujian yang diajukan menggunakan alasan dan syarat-syarat konstitusionalitas berbeda dari perkara sebelumnya.

Celah inilah yang sekarang dimanfaatkan oleh sebagian aktivis seperti Deny Indrayana, Effendi Ghazali dan kawan-kawan yang akan menguji ketentuan 20 persen syarat pengusungan calon presiden. Seperti diketahui, ketentuan 20 persen telah pernah diuji oleh sejumlah pihak dan MK menolaknya.

Secara prinsip, mungkin doktrin res judicata bisa dilewati Deny Indrayana dkk. Masalah berikutnya, apakah legal standing para penguji itu cukup untuk menguji Undang-Undang Pemilu? Mengapa? Sebab pemohonnya (Deny Indrayana dkk), menurut saya, tidak secara nyata dirugikan oleh UU Pemilu tersebut.

Menguji sebuah UU di MK itu tidak bisa hipotesa, tetapi jelas dan nyata bahwa seseorang (atau sekelompok orang) dirugikan dengan berlakunya sebuah UU. Dengan kata lain, penguji syarat 20 persen haruslah seorang yang telah resmi didukung partai politik sebagai calon presiden dan tak dapat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena terbentur syarat 20 persen sebagaimana diatur UU Pemilu itu.

Mencermati hal di atas, Pemilu 2019 kemungkinan besar hanya akan menjadi “partai ulang” Jokowi versus Prabowo. Sebab, sejauh ini, hanya kedua nama itu yang dapat memenuhi syarat 20 persen kursi DPR. Jika itu yang terjadi, kekuatan Jokowi dan Prabowo akan sangat ditentukan oleh siapa wakilnya. Sebab Jokowi dan Prabowo sudah sangat kita hafal karakternya. Maka, karakter calon wakil presiden-lah yang akan menentukan kemenangan pada Pemilu mendatang. Coba, nama siapa yang menurut Anda paling kuat sebagai calon Wakil Presiden? Kalau menurut survey sih, nama saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *