Wartapilihan.com – Kehadiran Raja Salman ke Indonesia telah menarik perhatian banyak pihak. Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran Saudi di Indonesia baik di bidang pendidikan, ekonomi, maupun kebudayaan. Namun demikian, ada satu hal yang hilang dari sorotan media massa, yakni peran Raja Salman dalam bidang kemanusiaan. Ketika mengkaji ini, maka kita akan menemukan kontribusi menarik dari Arab Saudi, khususnya dalam merespons krisis kemanusiaan di Suriah.
Pada akhir 2016, Raja Salman memerintahkan rakyatnya untuk mengumpulkan bantuan kemanusiaan di setiap daerah bagi warga Suriah. Untuk memudahkan rakyatnya berinfaq, Arab Saudi membuka rekening khusus dan donasi via SMS. Hasilnya, warga Saudi berhasil mengumpulkan dana hampir USD75 juta atau sekira Rp1 triliun sebagai bagian dari aksi untuk membantu Suriah. Raja Salman pun mengeluarkan dana 20 juta Riyal dari kocek pribadi.
Pada Januari lalu, The King Salman Centre for Relief and Humanitarian Aid juga mengirimkan bantuan bagi pengungsi Suriah. Tim kemanusiaan ini menyebrang perbatasan Turki dengan membawa 25 truk bantuan kemanusiaan yang diperuntukkan bagi warga Suriah yang kelaparan.
Duta Besar Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Al-Shuaibi, mengakui, Raja Salman akan turut membahas perkembangan situasi di Suriah dengan Presiden Jokowi. Arab Saudi, katanya, terus mencari solusi terbaik bagi tragedi Suriah. Sementara Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menjelaskan, kunjungan Raja Salman akan memperkuat diplomasi di Indonesia, baik politik, ekonomi, budaya, termasuk diplomasi kemanusiaan di dunia Islam. Fadli menilai, Indonesia perlu memanfaatkan perubahan geopolitik antara Saudi dan Amerika Serikat.
Hemat penulis, kontribusi kemanusiaan Raja Salman seharusnya bisa membuat Indonesia sadar atas penderitaan warga Suriah. Semangat berbagi yang dimainkan Saudi di wilayah Syam tersebut seyogyanya bisa menjalar terhadap bangsa Indonesia, khususnya pemerintah. Kita tahu, kontribusi pemerintah Indonesia dalam bidang kemanusiaan masih kecil. Tidak ada pergerakan berarti bagi Indonesia dalam mendukung pengungsi Suriah. Indonesia bersikap abstain saat voting terkait pelanggaran HAM yang dilakukan rezim Bashar Al Assad di Suriah.
Namun demikian, kecintaan pengungsi Suriah terhadap saudaranya di Indonesia begitu tinggi. Saat penulis melakukan peliputan jurnalistik di Suriah, sikap warga Suriah sangatlah ramah. Mereka berharap agar Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia, bisa menjadi “teman” di tengah “kesendirian” bangsa Suriah karena diamnya masyarakat dunia. Apalagi aspirasi kemanusiaan seringkali tenggelam tertutupi pemberitaan ISIS.
Tidak sedikit para warga dan pengungsi menunjukkan kecintaannya kepada Indonesia melalui do’a. Mereka mengatakan “Meskipun kami tidak tahu di mana negara kalian dan tidak pernah menginjakkan kaki di negara kalian, ketahuilah dalam setiap shalat dan tahajud kami, kami tidak pernah lupa mendoakan warga Indonesia. Karena kami tidak ingin penderitaan yang kami alami, turut terjadi di negeri kalian,” ucap seorang warga.
Untuk itu, kata mereka, hal yang paling terbaik dilakukan rakyat Indonesia dalam merespon krisis kemanusiaan di Suriah, bukan dengan berperang ke Suriah, tetapi berkhidmat dalam isu kemanusiaan.
Pesan ini pernah disampaikan sejumlah aktivis kemanusiaan kepada Wakil Menteri Luar Negeri, A.M Fachir di Kantor Kementerian Luar Negeri, beberapa tahun lalu. Mendengar laporan para relawan, Wamenlu mengungkapkan, sangat penting bagi pemerintah membangun sinergi dengan lembaga kemanusiaan.
Sinergi dan kerjasama dalam bantuan kemanusiaan ini, menurutnya, perlu dilakukan, mengingat stigma negatif terkait ISIS yang selama ini melekat terhadap tragedi kemanusiaan di Suriah.
“Ada sekitar 4 juta pengungsi Suriah yang menyebar di Yordan, Lebanon, Turki dan Irak. Mereka sangat membutuhkan uluran tangan. Tetapi apa yang kita lakukan untuk mereka masih sangat kecil,” ujarnya.
Menurut Fachir, pemerintah, dalam hal ini Kemenlu, memiliki pemikiran dan visi yang sama dengan lembaga kemanusiaan terkait bantuan kemanusiaan, khususnya untuk rakyat Suriah yang saat ini sangat membutuhkan pertolongan saudara-saudaranya.
“Kita (Kemenlu) juga punya pemikiran yang sama dalam memberikan bantuan kepada para pengungsi, termasuk rakyat Suriah,” ujarnya.
Karenanya, euforia kehadiran Raja Salman seharusnya tidak berhenti di sambutan. Kunjungan sang Raja sepatutnya mampu memicu Indonesia untuk ambil bagian dalam bidang kemanusiaan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Penulis: Pizaro