ALAM PIKIRAN QURAISY

by

“Maka hendaklah merekah menyembah Tuhan pemilik Ka’bah ini. Yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar, dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (QS Quraisy 3-4).

Wartapilihan.com, Jakarta –Firman Allah ini menggambarkan kepada kita bahwa suku Quraisy memang diistimewakan. Selain melindungi Makkah, negeri Quraisy, dari ancaman tentara bergajahnya Abrahah, Allah juga mencukupkan kaum Quraisy dan memberi mereka kelimpahan harta.

Imam Ibnul Jauzi berkata dalam Zadul Masir fii Ilmi Tafsir saat menafsirkan surat Quraisy, “kaum Quraisy hidup dengan aman di tanah Haram. Tanah Haram adalah sebuah lembah yang tandus tanpa pepohonan dan tanaman, kaum Quraisy dapat bertahan hidup di sana dengan berdagang ke Syam sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu musim dingin dan musim panas. Kalau saja bukan karena perdagangan ini (ilaf), niscaya mereka tidak akan dapat hidup di tanah Haram, dan kalau saja bukan karena hidup di samping Ka’bah, niscaya mereka tidak dapat berbuat apa-apa.”
Allah mengingatkan mereka meski hidup di tengah-tengah gurun gersang, mereka sangat aman dari bahaya kelaparan serta dari perampokan, karena perserikatan dagang mereka yang disebut ilaf. Itu artinya keamanan dalam berkehidupan dan berbisnis pun Allah anugerahkan kepada mereka. Tetapi di sinilah justru terdapat suatu faktor utama al-mala Quraisy begitu keras menentang risalah Islam. Ternyata Quraisy menganggap keistimewaan yang diberikan kepada mereka melalui kekuasaan, berkelimpahan dan keamanan itu justru sebagai kecintaan serta keridhaan Allah terhadap mereka.

Kaum Quraisy seperti halnya Bani Israil memiliki watak superioritas. Seolah-olah perbuatan, adat-istiadat, norma dan agama mereka mendapat restu Allah. Maka faktanya, para pembesar Quraisy yang berwenang mengendalikan kebijakan sosial-politik dan ekonomi di Makkah, memang termasuk yang memusuhi dakwah Islam, bahkan termasuk penentang-penentang utama. Sebut saja Abu Jahal bin Hisyam, Walid bin Mughirah, Utbah bin Rabi’ah, Shafwan bin Umayyah, Abu Sufyan sebelum masuk Islam, Al-Ash bin Wail dan paman Rasulullah Abu Lahab. Oleh karena itu problem dakwah umat Islam saat ini dengan di zaman Rasulullah sesungguhnya tidak jauh berbeda.

Dengan demikian tidak mengherankan, Quraisy yang telah dilanda salah persepsi serta upaya mereka yang begitu memusuhi risalah Allah, membuat Rasulullah merasa perlu membuat strategi dakwah yang jitu dan tetap memperhatikan waqi’ (realita kondisi). Beliau memulai dakwah dari yang dirasakan paling memungkinkan menerima Islam yakni keluarga (Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah dan putri-putri beliau sendiri), kerabat (Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim) dan sahabat terdekat (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, dst) hingga kemudian meluas ke seluruh lapisan masyarakat Quraisy dan Makkah. Lalu Rasulullah juga memasukan putra dan putri klan-klan Quraisy ke dalam barisan kaum Muslimin secara merata, sebagai contoh dari kerabat Rasulullah di Bani Hasyim ada Ali dan Ja’far bin Abi Thalib, Ummu Fadhl (Lubabah Al-Kubra) istri Abbas bin Abdul Muthalib, dan Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib sepupu Nabi SAW. Dari Bani Umayyah ada Utsman bin Affan, Khalid bin Sa’id dan istrinya Umaimah binti Khalaf, Abdullah bin Jahsy. Dari Bani Makhzum ada Abu Salamah bin Abdul Asad, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah dan Al-Arqam bin Abul Arqam. Dari Bani Abdu Daar ada Mush’ab bin Umair, sedangkan dari Bani Asad ada Zubair bin Awwam. Wakil-wakil dari putra-putri lima klan terkuat Quraisy saja sudah masuk Islam dan berada di barisan Rasulullah. Dengan begitu ikatan Islam dan dakwah diperkuat dengan hadirnya putra-putri generasi muda dari keluarga pembesar Quraisy.

Para elit Quraisy boleh begitu gencar memusuhi dakwah Islam, tetapi jangan lupa, generasi-generasi penerus mereka sendiri sudah berada dalam barisan Islam. Kendati demikian, Rasulullah pun sampai harus berhijrah terlebih dahulu untuk membangun basis kekuatan di Madinah demi menumbangkan nilai-nilai jahiliyah yang ada dalam alam pikiran dan mentalitas Quraisy di Makkah. Hijrahnya Rasulullah ke Madinah dan membangun kekuatan dakwah di sana sesungguhnya tetap memfokuskan untuk memenangkan dakwah Islam di Makkah, lantaran Makkah sudah dianggap “kota suci” di alam pikiran Arab jahiliyah. Islamnya Makkah nantinya akan membuat bangsa Arab berbondong-bondong masuk Islam. Terbukti, pandangan Rasulullah yang jauh ke depan ini benar-benar menjadi kenyataan.

Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *